Bantu Petani, Pastor Jadi Tersangka
16/12/2009 22:41:14 WIB
Oleh Yashinto Sembiring dan Novy Lumanauw
JAKARTA, INVESTOR DAILY
Niat Pastor Rantinus Manalu Projo (Pr), ketua Komisi Pertanahan Keuskupan Sibolga untuk membantu 112 petani di Purbatua, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara membuatnya berurusan dengan polisi. Hari ini, Rabu (16/12), Pastor Rantinus diperiksa oleh Polda Sumatera Utara sebagai tersangka perambah hutan.
“Saya tidak pernah bekerja sebagai perambah atau pembakar hutan, apalagi memiliki lahan. Saya tahu, di belakang kasus ini ada pihak tertentu yang ingin menyerahkan tanah ini kepada pengusaha,” jelas Pastor Rantinus saat dihubungi Investor Daily dari Jakarta, Selasa (15/12) malam.
Rantinus membeberkan, pada 9 Desember 2009 dia menerima surat bernomor Pol.: S.Pgl/2530/XII/ 2009/Dit Reskrim tertanggal yang ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut, selaku Penyidik, Kombes Pol Drs. Agus Andrianto, SH. “Dalam surat itu dikatakan, saya hendak diambil katerangan selaku tersangka oleh Kompol Amwizar dan Tim, pkl. 09.00 WIB, Rabu, 16 Desember 2009.’ jelas Rantinus
Dalam surat disebutkan, dia sebagai tersangka kasus tindak pidana “Mengerjakan, menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan atau merambah, membakar kawasan hutan di Register 47 Desa Purba Tua dan Desa Hutaginjang Kecamatan Barus Utara Kabupaten tapanuli Tengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, b dan d Jo pasal 78 ayat (2) dan (3) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Pasal 55 dan 56 KUHPidana”.
Setelah membaca surat itu, Rantinus agak heran sertamerta terkejut. Alasannya, pertama, dia merasa tidak pernah melakukan satupun unsur pelanggaran yang disebutkan dalam surat. Kedua, Rantinus merasa tidak pernah memiliki segenggam tanah apalagi sebidang tanah untuk diusahakan. “Paling mengejutkan saya lagi adalah penetapan status saya sebagai tersangka. Dari segi proses hukum saya tidak tahu pertimbangannya apa. Saya merasa tidak pernah diperiksa secara resmi dimana dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP).’ jelasnya.
Dia mengaku pernah dua orang dari Polda Sumatera Utara, satu bermarga Manurung dan yang lain Butar-butar, datang ke tempatnya di Guest House St. Kristoforus Jln. FL. Tobing 17 Sibolga, yang dibawa oleh Kasatreskrim Polres Tapteng J.O Pasaribu. Pada kesempatan itu, mereka berlima duduk bersama di meja yang disusun empat segi di ruang tamu. Mereka bertanya tentang keterlibatan saya pada pekerjaan penanaman karet di Purbatua. “Saya tidak menganggap perbincangan itu sebagai bagian pemeriksaan.’ kata dia..
Upaya untuk mendapatkan keadilan telah dilakukan Rantinus bersama para aktivis LSM dengan mengadukan masalah ini ke Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Saya tidak jadi soal jika ditahan. Saat ini ada 15 pengacara dari Kontras dan dan LBH akan mendampingi saya. Saya menolak sangkaan ini,” kata dia.
Tanam Karet
Seperti diberitakan, sangkaan terhadap Rantinus bermula dari keinginan 112 kepala keluarga (KK) untuk menanami tanahnya dengan karet. Ketua Kelompok Tani Rap Martua (Sama-sama Bahagia) Robinson Tarihoran mengajukan proposal permohonan bantuan dana dan dukungan konsultasi pertanian karet kepada Uskup Ludovicus. Gayung pun bersambut. Uskup menugaskan menugaskan Rantinus menggunakan dana sosial Keuskupan untuk membantu masyarakat di wilayah Sorkam itu.
“ Dari beberapa surat tanah yang disertakan dalam surat permohonan itu jelas terlihat sudah ada warga yang mengusahai lahan itu sejak tahun 1941. Ditulis masih dalam ejaan lama: doeloe. Dalam daftar nama yang terlampir itu, tercantum luas tanah yang mereka miliki yang seluruhnya 190,5 hektare,” kata Rantinus.
Sayangnya, niat baik itu diganjal Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Tengah. Mereka dituding telah melakukan aktivitas perambahan hutan Register 47 secara tidak sah, meskipun sebenarnya posisi lahan itu jauh dari patok batas hutan lindung.
Rantinus mengaku, pihak pengusaha kelapa sawit dengan persetujuan bupati berusaha mengambil-alih semua tanah kosong di Tapanuli Tengah untuk ditanami sawit, termasuk tanah hak Keuskupan dan tanah masyarakat bekas transmigran. “Lahan itu telah diusahakan masyarakat secara turun-temurun. Mereka mengetahui jelas batas masing-masing pemilik lahan. Bahkan, secara hukum Keuskupan Sibolga terbukti sah berhak menguasai sebidang tanah di Sorkam setelah menang perkara via PTUN Medan,” kata dia.
Rantinus menilai kasus ini direkayasa untuk mengkriminalisasi usaha perlindungan masyarakat yang telah dilakukannya. “Saya tidak mau surut dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat atas tanah warga transmigrasi dan petani di Tapanuli Tengah yang diserobot PT Nauli Sawit,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar