Selasa, 29 Desember 2009

AYO PRODUKSIKAN SUSU

Susu di Nila Sebelanga
Selasa, 29 Desember 2009 | 04:40 WIB

Citra Kepolisian Negara Republik Indonesia sempat naik daun setelah menghabisi gembong teroris internasional Noordin M Top di Solo, Jawa Tengah, medio tahun ini. Namun, dalam sekejap, kasus cicak lawan buaya yang berupaya menjerat Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, heboh Anggodo, lalu berlanjut kasus Bank Century, ”salah ucap” perwira polisi di Riau, salah tangkap dosen sejarah Universitas Indonesia, serta ulah polisi yang menodongkan pistol di kantor notaris membuat citra Polri seperti tenggelam ke titik nadir….

Padahal, sepanjang tahun, berbagai upaya pembenahan terus dilakukan polisi, seperti pelayanan surat izin mengemudi dan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Bahkan, perpanjangan STNK dilakukan dengan cara cepat (drive through) di Kepolisian Daerah Metro Jaya. Percaloan mulai dapat diberantas di sektor pelayanan yang langsung menyentuh masyarakat.

Perbaikan-perbaikan pelayanan di tingkat pos polisi, kepolisian sektor, dan perpolisian masyarakat semakin digiatkan. Polsek Multimedia yang online seperti di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan Tanjung Duren, Jakarta Barat, serta beberapa lokasi lain di Jakarta terus dibenahi untuk membuat masyarakat semakin nyaman.

Belum lagi kampanye publik, berupa talk show di radio dan televisi yang rajin dihadiri pejabat Polri, berlangsung sepanjang tahun. Keluhan masyarakat diterima dan ditampung secara simpatik meski kadang pengaduan yang masuk dan ditayangkan langsung itu berisi kritik pedas yang memerahkan telinga.

Bahkan, secara kinerja pun, wilayah dengan perkara kriminal tinggi di Jakarta, yakni Jakarta Barat, mendapat penanganan polisi dengan baik. Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Ronald Simamora, pekan lalu, mengatakan, dari 6.017 kasus yang dilaporkan, sebanyak 4.418 kasus dapat diselesaikan.

”Rasio penyelesaian kasus di Jakarta Barat tergolong tinggi, di atas 75 persen. Empat besar kasus di Jakarta Barat adalah penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekerasan, dan pencurian kendaraan bermotor berupa mobil serta motor,” kata Simamora.

Kasus menonjol lain, seperti tiga kali pembunuhan menghebohkan di Apartemen Mediterania Garden, Tanjung Duren, terjadi pada tahun 2009. Kasus-kasus itu dapat diungkap polisi dalam waktu cukup cepat.

Meski pelayanan berusaha ditingkatkan di sana-sini, perilaku oknum-oknum polisi di tingkat pusat dan daerah menjadi catatan hitam atas kinerja polisi sepanjang tahun ini.

Akui kekurangan

Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri pun secara terbuka mengakui ketidakpercayaan publik terhadap polisi dalam pidato yang terkesan nelangsa saat hari ulang tahun ke-64 Brigade Mobil (Brimob) di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 14 November 2009.

Citra, harga diri, dan kehormatan Polri benar-benar menjadi bulan-bulanan publik selama berbulan-bulan pada pengujung tahun 2009.

”Citra dan harga diri diuji oleh opini publik yang menyangsikan profesionalisme Polri dalam menjalankan tugas, khususnya dalam penegakan hukum. Pengabdian selama 64 tahun Polri seolah-olah tertutup fenomena hukum yang merupakan bagian dari tugas Polri,” kata Bambang Hendarso dalam pidatonya ketika itu.

Mengapa perkara Bibit dan Chandra bisa demikian membetot perhatian publik demikian kuat? Latar belakang psikologisnya sebenarnya cukup sederhana. Publik merepresentasikan diri mereka melalui sosok Bibit dan Chandra. Keduanya seolah merupakan representasi warga negara yang ”dikerjai” aparat penegak hukum, salah satunya polisi.

Mengingat keduanya adalah pejabat publik yang cukup dikenal publik, tak heran perkara yang menjerat keduanya itu lantas mendapat sorotan media massa dan publik.

Mengapa publik dapat cukup mudah merepresentasikan dirinya dalam perkara tersebut? Tak lain karena begitu banyak rakyat di negeri ini yang punya pengalaman buruk dengan penegak hukum. Buruk di sini artinya adalah diperlakukan tidak adil atau bahasa mudahnya adalah ”dikerjai”.

Pengalaman dikerjai itu mulai dari persoalan sepele berlalu lintas di jalan sampai dengan perkara hukum yang lebih rumit. Tak heran, segala hal yang menyentuh soal ketidakadilan lantas menjadi amat sensitif, terlebih bagi rakyat di negeri yang mengklaim sebagai negara demokrasi ini.

Perkara Bibit dan Chandra sepatutnya menjadi pelajaran amat berharga bagi penegak hukum, termasuk Polri. Terlebih lagi pada zaman di mana segala hal begitu mudah ditelanjangi. Sebuah zaman yang dikendalikan oleh perkembangan teknologi informasi yang amat dinamis dan teknologi informasi itu telah meniscayakan hasrat rakyat untuk meneriakkan protes. Simak saja celotehan rakyat awam di berbagai jejaring sosial ataupun blog di internet.

Belum lagi kasus Bibit dan Chandra mereda, kembali citra polisi tercoreng akibat kasus salah tangkap dan pemukulan yang menimpa dosen Jurusan Sejarah Universitas Indonesia, JJ Rizal, di Depok.

Sebelum Rizal menjadi korban salah tangkap, seorang sopir angkutan kota tewas ditembak polisi, juga di Depok. Pria tersebut diduga bermain judi bersama teman-temannya ketika disergap polisi.

Seorang perwira polisi di Riau juga dicopot dari jabatannya gara-gara menyebut ”anggota hewan yang terhormat” saat menghadiri pertemuan dengan DPRD setempat.

Menjelang tutup tahun, seorang perwira berpangkat ajun komisaris membuat ulah dengan menodongkan pistol di kantor seorang notaris di Tangerang. Menghadapi perilaku menyimpang itu, pimpinan polisi segera tanggap dengan menindak oknum-oknum polisi yang bermasalah.

Meski kecil secara kuantitatif, perbuatan oknum polisi, terlebih yang mengganggu rasa keadilan publik seperti dalam kasus Bibit-Chandra, membuat ”bisul” ketidakpuasan masyarakat pun pecah. Penegakan hukum yang sangat dipengaruhi kepentingan politik dan pemilik modal membuat masyarakat Indonesia marah, seperti terjadi dalam kasus pengumpulan koin untuk Prita Mulyasari.

Mudah-mudahan pada tahun 2010 pimpinan polisi bisa bersikap lebih bijak. Satu hal yang jelas pada pengujung tahun 2009, prestasi polisi ibarat setitik susu dalam nila sebelanga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar