Sabtu, 06/03/2010 18:02 WIB
Rusuh Makassar
Mahasiswa Sering Tutup Jalan, Tukang Becak dan Sopir Angkot Menjerit
Muhammad Nur Abdurrahman - detikNews
Makassar - Aksi penutupan jalan sepertinya sudah menjadi 'adat istiadat' mahasiswa Makassar saat berunjuk rasa. Padahal, hal itu sering membuat rakyat kecil, seperti sopir angkot dan tukang becak menjerit karena pendapatannya berkurang.
Daeng Andi (30), tukang becak yang mangkal di depan kantor Telkom atau sekitar 150 meter dari Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Jl AP Pettarani, Makassar, mengaku senang hari ini tidak ada demo. Sebab selama 3 hari kemarin, rezekinya jauh berkurang akibat aksi penutupan jalan oleh Mahasiswa.
Menurut Andi, pelanggannya adalah penumpang angkot trayek kampus Unhas-Pettarani atau Sentral-IKIP, yang turun di dekat pangkalannya. Penutupan jalan yang dilakukan mahasiwa otomatis membuat angkot tidak bisa melintas. Itu sama artinya tidak ada pelanggan becak Andi.
"Mahasiswa selalu bilang demo untuk kepentingan rakyat miskin seperti kami. Tapi kenyataannya mereka malah mengganggu kami yang mencari nafkah untuk anak-istri kami di rumah," ujar ayah 3 anak ini.
Pernyataan Andi diamini oleh Ridwam, tukang becak lainnya. Pria asal Kabupaten Jeneponto, Sulsel, mengaku dirinya mendukung demonstrasi mahasiswa asalkan tidak menutup jalan. "Mahasiswa selalu bawa-bawa suara rakyat, padahal mereka tidak pernah mendengar suara-suara kami sebagai tukang becak yang selalu terganggu atas ulah mereka," tandas Ridwan.
Penyesalan atas penutupan jalan yang dilakukan para mahasiswa di Makassar juga diungkapkan Syarif. Pria yang bekerja sebagai sopir sebuah bank swasta ini mengaku aksi penutupan jalan sangat merugikannya. Tak jarang Syarif tidak dapat melakukan tugas yang diberikan kantor akibat demo mahasiswa yang berakhir dengan kericuhan.
"Setiap hari saya mengantar petugas bagian marketing ke rumah-rumah nasabah atau ke tempat lainnya. Kami sering tidak bisa bertugas jika jalanan sudah ditutup. Kalau sudah begitu, kami hanya bisa mohon maaf dan meminta pengertian nasabah," ungkap Syarif.
Tak jauh beda dengan Syarif, Mustafa, seorang sopir angkot jurusan Central-Pabaengbaeng, juga sangat berharap mahasiswa tidak melakukan penutupan jalan. Sebab penutupan jalan sama dengan menutup rezekinya pada hari itu.
"Jika Jl Sultan Alaudin ditutup mahasiswa saya terpaksa mencari jalan alternatif. Jaraknya jadi lebih jauh, risikonya butuh bensin lebih banyak. Dan ini artinya mengurangi pendapatan kita," tutur Mustafa.
Mustafa mengungkapkan, sehari dia harus membayar setoran kepada pemilik angkot sedikitnya Rp 75.000. Target tersebut sering tidak tercapai jika tiba-tiba mahasiswa demo dan melakukan penutupan jalan.
"Tapi untungnya bos saya baik. Dia sering kasih keringanan karena tahu jalanan macet akibat demo mahasiswa," tukas Mustafa. (mna/djo)
Malam ini, Kelompok Cipayung gelar keprihatinan
Sabtu, 06/03/2010 17:46:23 WIBOleh: Martin Sihombing
JAKARTA (Bisnis.com): Aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Cipayung berencana menggelar acara malam keprihatinan dan doa di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, pada Sabtu malam, sebagai bentuk solidaritas atas tindak kekerasan yang dialami mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan.
Siaran pers mereka kemarin menyebutkan acara tersebut rencananya dimulai pukul 21.00 WIB dan akan diisi dengan aksi teatrikal, serta pembacaan puisi dan doa. Aksi yang sama juga akan digelar secara serentak di seluruh Indonesia pada Senin ini.
Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ton Abdillah Has mengatakan malam keprihatinan tersebut disepakati dalam pertemuan sejumlah aktivis elemen organisasi mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam Kelompok Cipayung di Kantor Pengurus Besar Himpunan Mahasiwa Islam (PB HMI) di Jl Diponegoro Jakarta, Jumat (5/3).
Selain pengurus PB HMI dan IMM, hadir dalam pertemuan itu antara lain aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Hikmahbudhi dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Pimpinan organisasi mahasiswa dan pelajar tersebut, kata Ton Abdillah, mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi mahasiswa bertepatan dengan sidang paripurna DPR yang membahas hasil Panitia Angket Bank Century DPR.
Ton Abdillah Has mengungkapkan kehawatirannya akan kemungkinan munculnya penilaian buruk masyarakat atas aksi-aksi unjuk rasa mahasiswa yang dikesankan anarkis.
Padahal, katanya, unjuk rasa mahasiswa hanyalah satu ekspresi gerakan mahasiswa setelah sebelumnya didahului rasa keprihatinan atas kondisi kebangsaan. Keprihatinan tersebut lantas didiskusikan secara intelektual, kemudian diwujudkan dalam aksi unjuk rasa.
Menurut Ton Abdillah, aksi unjukrasa mahasiswa pun lebih banyak dilakukan secara damai, meskipun tak jarang karena upaya-upaya provokatif pihak luar bisa pula berakhir rusuh.
Sekjen PP PMKRI Emmanuel Herdianto, juga mengungkapkan kerisauan yang sama, namun ia meyakinkan, upaya melemahkan gerakan mahasiswa tersebut tidak akan berhasil.
Menurut dia, represivitas aparat dan intimidasi opini justru akan membuat mahasiswa bersatu dan konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat yang menginginkan perubahan di Tanah Air. Karena itu, katanya, mahasiswa akan konsisten meminta pengusutan tuntas skandal Bank Century.
Unjuk Rasa Mahasiswa Hendaknya Simpatik
Minggu, 7 Maret 2010 | 06:48 WIB
IHSAN MUSTAKIM/TRIBUN TIMUR
Ketegangan polisi dan mahasiswa di Makassar
TERKAIT:
Kapolri Didesak Kirim Bantuan Teknis ke Makassar
HMI dan Polisi Makassar Belum Bersepakat
HMI Tolak Bergabung dengan TPF Polisi
Kapolda Sulselbar Siap Mundur
Kasus HMI Makassar, Kapolri Minta Maaf
MAKASSAR, KOMPAS.com - Sejumlah kalangan mengimbau mahasiswa di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, untuk mengedepankan kesantunan dan cara simpatik dalam berunjuk rasa demi menghindari berulangnya bentrok terbuka dengan warga. Penyampaian aspirasi yang tidak santun, menutup jalan umum, justru menuai antipati warga.
Hal itu dikemukakan pemerhati budaya Ishak Ngeljaratan, Rektor Universitas Hasanuddin Idrus Paturusi, dan Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Selatan Amran Razak secara terpisah di Makassar, Sabtu (6/3/10).
Ishak mengingatkan, mahasiswa perlu berhati-hati saat berunjuk rasa agar gerakan mereka tidak "ditunggangi" kepentingan tertentu. Cara berunjuk rasa mahasiswa perlu diubah menjadi lebih santun. Kalau terus-menerus memblokade jalan, warga pun sangat mudah terpancing emosinya karena merasa dirugikan.
"Coba bayangkan, bagaimana risikonya kalau di antara kendaraan yang terhadang itu sedang mengangkut orang sakit atau perempuan yang hendak melahirkan?" tuturnya.
Ishak juga menilai, tuntutan pencopotan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Irjen Adang Rochajana serta Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Makassar Komisaris Besar Gatta Chaeruddin sebagai hal berlebihan. "Ini satu contoh betapa mahasiswa perlu waspada dan kritis karena masalah terjadi akibat ulah oknum, bukan institusi," katanya.
Penilaian serupa dikemukakan Idrus Paturusi dan Amran Razak. Meski mengaku bisa memaklumi idealisme mahasiswa, keduanya menyayangkan munculnya tuntutan pencopotan dua pejabat polisi tersebut.
"Sah-sah saja mahasiswa emosional. Namun, mereka mestinya pahami bahwa kerusuhan beberapa hari terakhir dipicu sesuatu yang tidak wajar," kata Idrus.
Menurut dia, sikap warga yang mendahului pelemparan batu dalam unjuk rasa di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin dan Universitas Negeri Makassar (UNM) patut dicurigai bermisi provokasi yang menjurus pada situasi rusuh. "Kalau terus-menerus berunjuk rasa dengan cara kurang simpatik, isu sentral pergerakan jadi bergeser dan sangat mudah dimanfaatkan pihak tertentu," ujarnya.
Amran meminta mahasiswa mengelola semangat saat berunjuk rasa. "Kehebohan diperlukan untuk menarik perhatian media. Namun, mahasiswa sebaiknya tidak membuang energi untuk hal-hal yang tidak perlu dalam kondisi yang mudah dimanfaatkan," katanya.
Kemarin, pengurus dan anggota KAHMI Sulsel berembuk di Kantor Cabang HMI Makassar sebagai tindak lanjut dari Forum Silaturahmi Ketertiban Kota yang digelar Jumat malam di rumah dinas Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Meski tidak ada kesepakatan tertulis, beberapa elemen, seperti KAHMI, HMI, Pemerintah Kota, Rektor, dan polisi, sepakat mengembalikan suasana kondusif di Kota Makassar.
Tidak adanya kesepakatan tertulis dari forum itu karena HMI Cabang Makassar menolak ajakan berdamai sebelum Kepala Polda Sulselbar dan Kepala Polwiltabes dicopot. Sikap itu tecermin dari spanduk dan sejumlah kertas yang terpasang di pagar dan dinding Sekretariat HMI.
Terkait kasus penyerangan Sekretariat HMI Cabang Makasar, kemarin, Polda Jawa Tengah menggelar dialog dengan sejumlah organisasi kemahasiswaan di Semarang. (RIZ/ILO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar