Selasa, 19 Oktober 2010

suli diSe(U)L(I)amatkan

ICW Desak Satgas Selidiki Kasus Sumalindo
JUM'AT, 22 OKTOBER 2010 | 06:26 WIB

PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. TEMPO/Firman Hidayat

TEMPO Interaktif, Jakarta -Indonesia Corruption Watch mendesak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum memeriksa kembali kasus PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. "Kasus ini merupakan ujian bagi Satgas dalam menyelesaikan kasus yang disebut-sebut terkait dengan kerabat Istana," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho kepada Tempo kemarin.

Polisi menuduh Sumalindo menjadi penadah 3.000 meter kubik kayu hasil pembalakan liar di Kalimantan Timur. Kepolisian menahan Presiden Direktur Sumalindo Amir Sunarko dan wakilnya, David, pada Mei lalu. Tapi kejaksaan kemudian menangguhkan penahanan Amir dan David pada 17 September.

Penelusuran majalah Tempo menemukan adanya keterlibatan kakak ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wijiasih Cahyasasi alias Wiwiek, dalam upaya penangguhan penahanan kedua tersangka. Wiwiek menemui sejumlah pejabat untuk menanyakan penahanan Amir. Kakak sulung Ani Yudhoyono ini mengaku pernah mendatangi Kepala Kepolisian Daerah Inspektur Jenderal Mathius Salempang dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Secara resmi PT Sumalindo juga mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Menteri Kehutanan. Bahkan Kantor Menteri Koordinator Politik menggelar rapat koordinasi terbatas pada 8 September lalu. Rapat ini antara lain menyimpulkan penahanan dua bos Sumalindo itu berdampak buruk terhadap iklim investasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menyatakan pihaknya tidak pernah memberikan surat jaminan kepada kejaksaan agar menangguhkan penahanan Amir dan David. "Bukan surat jaminan, tapi surat keterangan kinerja Sumalindo," ujar Hadi kepada Tempo kemarin.

Berkaitan dengan surat lain Kementerian Kehutanan Nomor S.921/Vi-SET/2010 kepada Sumalindo, menurut Hadi, surat ini justru menegaskan agar perusahaan itulah yang seharusnya memberikan jaminan penangguhan penahanan, dan bukan Kementerian Kehutanan.

Kendati begitu, Emerson Yuntho menyayangkan langkah Kementerian mengeluarkan surat
kinerja Sumalindo. "Saat itu proses hukum masih berjalan. Apakah Kementerian melakukan hal serupa untuk kasus lain?" ujar dia.

DANANG WIBOWO | EVANA DEWI
18 OKTOBER 2010
Lobi Kayu Lingkar Istana


TAMU itu datang menjelang petang, beberapa hari sebelum bulan puasa lalu. Inspektur Jenderal Mathius Salempang menerimanya di rumah dinas Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Jalan Sudirman, Balikpapan. "Ia mengenalkan diri sebagai Basuki," kata orang dekat Mathius kepada Tempo.

Mathius biasa menerima tamu di rumah dinasnya. Tapi tamu sore itu sungguh istimewa. Sang tamu mengaku membawa pesan dari lingkaran dekat Istana: dialah Wijiasih Cahyasasi alias Wiwiek, kakak ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kepada Mathius, menurut sumber itu, Basuki meminta "bantuan" agar kasus dugaan pembalakan liar yang menjerat petinggi PT Sumalindo Lestari Jaya "diselesaikan".

Sekitar tiga bulan sebelumnya, Kepolisian Sektor Sebulu, Kutai Kartanegara, menangkap empat pemasok kayu buat Sumalindo. Mereka dituduh mengalirkan kayu ilegal sekitar 3.000 batang di Sungai Mahakam ke penampungan perusahaan itu. Karena pengiriman kayu didasarkan atas perjanjian yang diteken Presiden Direktur Amir Sunarko dan wakilnya, David, dua orang itu pun terseret. Pada Juni lalu, polisi menahan mereka (lihat "Terantuk Meranti di Bawah Air").

Kepada orang-orang dekatnya, Mathius menceritakan, sore itu ia segera berdiri dan mengajak tamunya bersalaman-mengusir secara halus. Ia mengatakan, "Terima kasih, saya akan membicarakannya dengan Kepala Polri." Tamunya menyorongkan kartu nama dan segera berpamitan.

Dua pekan lebih melacak identitas Basuki, Tempo menemukan titik terang, pekan lalu. Ia bukan "pembawa pesan" sembarangan. Pernah menjadi Wakil Presiden A1 Grand Prix Indonesia-balap mobil yang dibuat untuk menyaingi Formula 1-ia kini menjadi perwakilan Syekh Maktoum, juragan tajir asal Uni Emirat Arab. "Saya dari dulu membantu Ibu Wiwiek," kata Basuki, yang menemui Tempo di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Senin pekan lalu.

Basuki mengaku menemui Salempang sekitar 10 menit. Ia menyangkal telah "diusir". Menurut dia, ia buru-buru pulang karena mengejar penerbangan terakhir menuju Jakarta. "Saya mengajukan permohonan penangguhan penahanan Amir dan David kepada Kepala Polda," katanya. "Mereka diperlukan ribuan karyawan karena saat itu menjelang Lebaran."

Menerima Tempo di kantor Sumalindo, kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu pekan lalu, Wijiasih pun membenarkan ketika itu memerintahkan Basuki buat menemui Salempang. "Saya ingin tahu duduk masalah yang sebenarnya agar tidak salah persepsi," katanya.

Dimintai konfirmasi, Mathius Salempang mengatakan mendukung penuh langkah anak buahnya. Soal adanya utusan kerabat Istana yang menemui untuk meminta penangguhan penahanan, Mathius tidak membantah. "Memang ada yang datang dan meminta itu," katanya.

Polisi tak menggubris kedatangan utusan Wijiasih. Amir dan David tetap dalam status tahanan. Sumalindo pun menggunakan jalur formal. Oto Hasibuan, kuasa hukum perusahaan itu, mengajukan penangguhan ke Kepolisian Resor Kutai. Kepala Kepolisian Resor Kutai Ajun Komisaris Besar Fadjar Abdillah mengatakan dua kali penasihat hukum Amir dan David mengajukan penangguhan penahanan. "Kami tolak karena kebijakan Polri untuk tidak memberikan penangguhan pada kasus illegal logging," ujarnya.

Angin berubah setelah Kepolisian Kutai Kartanegara menyerahkan berkas perkara ke kejaksaan Negeri Tenggarong, 17 September lalu. Pada hari proses penyerahan, Kejaksaan menyatakan tidak menahan Amir dan David dengan alasan sakit. "Ini alasan kemanusiaan," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tenggarong, Suroto. Amir dan David pun melenggang.

Empat hari setelah itu, Sumalindo menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa di Hotel Manhattan, Jakarta. Rapat tetap mendudukkan Amir dan David di posisi semula. Presiden Komisaris Ambran Sunarko mengundurkan diri. Lalu muncullah tokoh yang dianggap banyak membantu pembebasan Amir: Wijiasih Cahyasasi alias Wiwiek.
Lobi Kayu Lingkar Istana (2)


DUA pekan sebelum mengirim utusan menemui Mathius Salempang, Wiwiek sendiri yang mendatangi Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Pertemuan dilakukan di rumah dinas Kepala Kepolisian, Jalan Pattimura, Jakarta Selatan. "Ibu protes ke Kepala Polri, mengapa kasus kecil ini dipersoalkan sedemikian rupa," kata orang dekat Wiwiek.

Dalam pertemuan itu, menurut sumber yang lain, Bambang berjanji meminta keterangan lebih jauh tentang kasus Sumalindo. Wiwiek meminta bisa bertemu Salempang. Namun Bambang mengatakan tidak perlu dan berjanji membicarakannya dengan anak buahnya itu. Tapi tak pernah ada kabar dari Jenderal Bambang. Karena itu, Wiwiek mengutus Basuki ke Balikpapan buat menemui Salempang.

Sumber lain mengisahkan Salempang sebenarnya telah dipanggil Bambang untuk menjelaskan soal ini. Namun Salempang meyakinkan Kepala Kepolisian bahwa kasus Sumalindo sangat kuat. "Orang-orang yang membawa kayu sedikit saja ditangkap, masak yang ini mau dibebaskan," kata Salempang, seperti ditirukan sumber Tempo. "Nanti apa kata rakyat?"

Menurut sumber itu, Bambang, yang masa dinasnya menjelang akhir, memberikan lampu hijau kepada Salempang. Ia justru meminta berkas kasus ini segera diserahkan ke kejaksaan. "Agar kalau ditanya Bu Wiwiek lagi, dia bisa menjawab: kasusnya sekarang bukan di polisi lagi," kata sumber itu.

Wiwiek menolak memberikan konfirmasi tentang pertemuannya dengan Jenderal Bambang. "Silakan tanyakan ke Pak Bambang Hendarso Danuri. Terserah beliau akan menjawab apa," katanya. Bambang Hendarso belum bisa dimintai komentar. Adapun Wakil Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Ketut Yoga Ana mengaku tidak tahu soal itu. "Kasus itu sepenuhnya wewenang Polda Kalimantan Timur," katanya.

"Gerakan pembebasan" Amir dan David dilakukan simultan. Pada 27 Agustus 2010, Sumalindo mengirim surat ke Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Kejaksaan Agung dan Kementerian Kehutanan. Lembaga-lembaga itu bergerak cepat. Pada 7 September, Sekretaris Menteri Koordinator Politik Hotma Mangaradja Panjaitan mengirim undangan ke sejumlah lembaga, termasuk Badan Intelijen Negara. Surat yang salinannya diperoleh Tempo itu mengundang pejabat lembaga itu buat rapat "Membahas Pengaduan Masyarakat Tentang Illegal Logging di Provinsi Kalimantan Timur dan Papua", esok harinya.

Rapat itu dihadiri Direktur Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, serta Direktur V Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Selain itu, datang Deputi II Badan Intelijen Negara dan Wakil Asisten Teritorial Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Sumber Tempo mengatakan, kendati tak khusus mencantumkan kasus Sumalindo, sepanjang rapat dibahas langkah hukum polisi terhadap perusahaan itu serta penahanan Amir dan David. Semua peserta rapat diberi kesempatan menyampaikan pendapat.

Opini para pejabat tercatat dalam notulensi yang sempat dibaca Tempo. Pertemuan itu menghasilkan kesimpulan, antara lain penahanan dua bos Sumalindo dinilai berdampak buruk terhadap iklim investasi. "Itu karena Sumalindo perusahaan terbuka," ujar sumber tadi.

Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto yang hadir dalam pertemuan itu membenarkan peserta rapat menyoroti penahanan dua petinggi Sumalindo. Apalagi, kata dia, penahanan dilakukan sebelum tuduhan perusahaan menampung kayu gelap dibuktikan. "Bagi kami clear, tidak ada pelanggaran yang dilakukan Sumalindo," katanya.

Lobi Kayu Lingkar Istana (3)


Direktur V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Suhardi Aliyus, yang juga hadir dalam rapat itu, menolak berkomentar. "Kasus itu sepenuhnya ditangani Polda Kalimantan Timur. Tanya mereka saja," katanya.

Menteri Djoko membantah ada perlakuan khusus dalam rapat koordinasi terbatas itu. Menurut dia, kasus Sumalindo terkait dengan masalah hukum, sehingga dinilai perlu ada sinkronisasi antarlembaga. Tujuannya, agar semua cepat mendapat kepastian dan keadilan. "Tidak spesifik membahas kasus per kasus," katanya. "Rapat itu insidental dan biasa dilakukan."

Beberapa hari setelah rapat koordinasi, Direktorat V Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal melakukan gelar perkara kasus Sumalindo. Sejumlah saksi ahli dari Kementerian Kehutanan diundang. "Hasil gelar perkara itu dinyatakan tidak ada pelanggaran pidana dalam kasus itu," kata sumber.

Ito, yang dihubungi Tempo pada Jumat pekan lalu, mengakui gelar perkara Sumalindo. Menurut dia, sejumlah saksi ahli dimintai pendapat tentang posisi hukum kasus tersebut. "Tapi saya tidak bisa buka kesimpulan rapat itu," ujarnya.

Wiwiek juga tidak tinggal diam. Ia menemui Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di kantornya. Ini bukan perkara sulit. Sebab, David bukan orang asing bagi Pak Menteri. "Dia itu anggota tim ahli saya," kata Zulkifli kepada Tempo.

Zulkifli pun dengan cepat memberikan surat jaminan kepada Kejaksaan Negeri Tenggarong agar penangguhan penahanan kedua petinggi Sumalindo bisa dilakukan. "Jaminan itu diberikan atas nama institusi Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan," kata Hadi Daryanto.

Menteri Zulkifli mengulang pendahulunya, Malem Sambat Kaban, yang juga pasang badan ketika dua raksasa bubur kertas-PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk-berseteru dengan Kepolisian Daerah Riau. Ketika itu dua perusahaan tersebut dituduh merusak hutan alam dan menampung kayu ilegal. Tapi Kaban menyatakan dua perusahaan itu tak bersalah.

Surat jaminan yang diberikan Kementerian Kehutanan terbukti manjur. Ketika berkas tersangka Amir Sunarko dan David diputuskan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Tenggarong pada 17 September lalu, mereka langsung menghirup udara bebas. Amir Sunarko tak perlu lagi bermalam di sel seperti saat menjalani proses penyidikan di kepolisian.

Sekretaris perusahaan Sumalindo, Hasnawiyah Kono, membantah permintaan penangguhan penahanan dua anggota direksi perusahaannya bermasalah. Menurut dia, pertemuan yang dilakukan Wijiasih dan para pejabat pemerintah "resmi dan terbuka". "Kami melakukan hal itu untuk menuntut keadilan," katanya.

WIWIEK bukan orang baru bagi keluarga Amir Sunarko. Tak mengherankan bila ia begitu bersemangat berusaha membebaskan Amir-juga David-dari tahanan.

Ayah Amir, Hasan Sunarko, adalah kongsi Sunarti, ibunda Wiwiek. Pada Februari 1995, Sunarti mendirikan PT Wanatirta Edhie Wibowo, yang menggarap bisnis perdagangan, pertambangan, dan perkebunan. Dalam akta pendirian perusahaan, Sunarti-istri Sarwo Edhie, yang kini dipanggil sebagai "Ibu Ageng"-menjadi salah satu pendiri yang menyetorkan modal Rp 100 juta. Ia menjadi direktur utama dan Wiwiek menjadi komisaris perusahaan. Perusahaan ini memperoleh konsesi lahan 206 ribu hektare di Kabupaten Mappi, Papua.

Hasan adalah nakhoda Grup Hasko, yang dikenal sebagai raja kayu lapis. Ia kemudian memasang putranya, Amir Sunarko, menjadi komisaris Wanatirta. Ketika keluarga Sunarko kemudian masuk ke PT Sumalindo, Wiwiek pun masuk perusahaan ini. Tapi ia tetap berada di belakang layar. Ia baru tampil setelah menjadi presiden komisaris perusahaan itu.

Ia masuk di tengah konflik keluarga Sunarko. Menurut sumber, Amir bersengketa dengan Deddy Hartawan Djamin, adik iparnya. Lingkaran Amir menuduh Deddy berada di balik huru-hara Sumalindo. Ia dianggap hendak mendongkel Amir dari posisi puncak perusahaan.

Pertikaian itu tampak dalam rapat umum pemegang saham luar biasa Sumalindo di Ruang Indiana, Hotel Manhattan, Jakarta, 21 September lalu. Rapat digelar buat membahas antara lain pembentukan tim ahli independen untuk meneliti keterlibatan Amir dan David dalam pembelian kayu hasil pembalakan liar serta perubahan susunan direksi dan komisaris.

Agustinus Dawarja, kuasa hukum yang ditunjuk Deddy Hartawan, pemilik 11,3 persen saham Sumalindo, mengakui kliennya mendesak pergantian Amir Sunarko dan David. Deddy pula yang menuntut pembentukan tim independen. "Di tangan mereka kinerja perseroan tak kunjung membaik," katanya. "Sumalindo merugi tapi induk usaha mereka di Singapura terus untung."

Agustinus membantah bahwa tuntutan itu berkaitan dengan konflik keluarga. Toh, sampai rapat usai, dua tuntutan Deddy tak dipenuhi peserta rapat.

Wijiasih juga menjadi Presiden Komisaris Sumalindo di tengah keuangan perusahaan yang tak cemerlang. Putra tertua Sarwo Edhie itu menganggapnya sebagai tantangan. Ia mengatakan, "Menjadi salah satu target saya untuk memperbaiki."

Budi Setyarso/Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika (Jakarta), Firman Hidayat (Samarinda)

Raksasa Kayu dari Kalimantan


SUMALINDO Lestari Jaya bukan perusahaan sembarangan. Sampai tahun ini, perusahaan terbuka ini tercatat sebagai salah satu pemilik hutan tanaman industri dan pemegang hak pengusahaan hutan terbesar di negeri ini. Total mereka menguasai lebih dari 840 ribu hektare hutan alam dan 73 ribu hektare hutan tanaman industri (HTI).

Kapasitas produksi Sumalindo juga tak main-main. Mereka bisa memproduksi kayu lapis 1,1 juta meter kubik per tahun. Produknya menguasai lebih dari 30 persen pasar Indonesia. Di tingkat dunia, perusahaan ini bahkan termasuk lima besar produsen kayu. Jejaring bisnis mereka menggurita dari hulu sampai hilir.

Sayangnya, dalam tiga tahun terakhir, Sumalindo terus-menerus merugi. Krisis finansial global memaksa industri properti bertekuk lutut dan mendorong bisnis kayu lapis ke tubir jurang. Meski sudah menjual anak perusahaannya, Sumalindo Hutani Jaya, dan memperoleh pinjaman, belitan utang makin menggila. Pada Maret lalu, Sumalindo memutuskan kembali melakukan penawaran saham untuk meraup dana segar lebih dari Rp 120 miliar dari pasar modal.

Ada satu hal yang membuat Sumalindo tetap diincar meski dililit utang dan harga sahamnya terjun bebas dari Rp 4.800 pada 2007 menjadi sekitar Rp 150 saat ini. Sejumlah sumber Tempo menyebutkan ada kandungan batu bara berkalori tinggi di bawah lahan hutan yang dikuasai Sumalindo.

Pemilik Sumalindo adalah kongsi dua konglomerat: keluarga Sampoerna dan keluarga Sunarko. Sejak 1980-an, keluarga Sunarko sudah malang-melintang di bisnis kayu dengan bendera Hasko Group dan PT Buana Semesta Alam. Sedangkan Sampoerna baru masuk ke industri hutan tiga tahun lalu, lewat pembelian saham Samko Timber di bursa Singapura.

Belakangan baru ketahuan bahwa Sumalindo juga memiliki hubungan dengan salah satu kerabat keluarga Nyonya Ani Yudhoyono. Kakak tertua Ani, Wijiasih Cahyasasi, mewarisi kepemilikan saham orang tuanya di bisnis kayu ini. Pada September lalu, ia diangkat menjadi presiden komisaris perusahaan itu.

Wahyu Dhyatmika (Jakarta), Firman Hidayat (Kutai Kartanegara)

Terantuk Meranti di Bawah Air


SENJA baru beranjak gelap ketika telepon kantor penampungan kayu PT Sumalindo Lestari Jaya di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berdering. Jam pada Selasa, 11 Mei 2010, menunjuk pukul 19.00. Ahmad Abdul Gani, karyawan bagian penerimaan kayu, sedang berjaga. Dari ujung telepon, terdengar suara Sriyanto, kepala seksi legal perusahaan. "Kayu yang di dermaga jangan dibongkar dulu ya," penelepon memerintah. "Mau diperiksa dulu oleh Kapolsek."

Ahmad mengiyakan. Kepada polisi, seperti dikutip sumber Tempo, ia menyatakan meminta anak buahnya menghentikan pengangkatan kayu bulat dari dermaga pelabuhan kayu Sumalindo ke lapangan penampungan kayu perusahaannya. Ketika itu, sekitar 50 batang kayu telah berpindah tempat.

Ribuan batang kayu itu sudah mengapung di tepi Sungai Mahakam, masuk area dermaga Sumalindo, sejak sepekan sebelumnya. Dermaga itu-biasa disebut log pond-ada di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Yang tidak diketahui orang Sumalindo, polisi sudah lama mengintai kayu mereka. Sehari sebelumnya, Kepala Kepolisian Sektor Sebulu, Ajun Komisaris Dedy Anung Kurniawan, bahkan datang ke dermaga. Ia meminta dokumen surat keterangan asal-usul kayu dari pegawai Sumalindo. "Ada ketidakcocokan," katanya kepada penyidik kepolisian yang menangani kasus ini.

Jika merujuk pada dokumen asal-usul kayu yang dipegang Sumalindo, tumpukan kayu bulat yang diikat jadi empat rakit itu seharusnya hanya berupa kayu hasil kebun seperti kayu pete, jambon, asam kendis, sengon, dan ketapang. Jumlah totalnya pun seharusnya hanya 2.000 batang.

Temuan polisi di lapangan jauh berbeda. Di bawah susunan kayu sengon, penyidik menyatakan menemukan 3.000-an batang kayu meranti dan kayu rimba lain-jenis kayu yang dilarang diperjualbelikan. Semuanya tanpa dokumen resmi.

Polisi bertindak cepat. Sehari setelah meminta Sumalindo menghentikan pengangkutan kayu dari sungai, aparat keamanan menyita semua kayu di sana. Tempat penampungan dan dermaga pun langsung dipasangi garis polisi. Satu demi satu, karyawan yang mengurusi penerimaan kayu digiring ke kantor polisi untuk diperiksa.

Sepekan kemudian, pada akhir Mei, Dinas Kehutanan setempat diundang polisi untuk memeriksa ulang semua kayu yang dipesan Sumalindo. Hasil pemeriksaan mereka menguatkan tuduhan awal aparat keamanan: tak semua kayu yang dipesan Sumalindo adalah hasil kebun. Sebagian besar justru kayu meranti dan kayu rimba jenis lain.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas Kehutanan itulah, polisi menuding Sumalindo menjadi penadah kayu hasil pembalakan liar. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, petinggi Sumalindo terancam hukuman 10 tahun penjara.

Sebulan kemudian, pada 20 Juni, Polres Kutai Kartanegara mengirim tim untuk menjemput Presiden Direktur Sumalindo, Amir Sunarko, dan wakilnya, David, di Jakarta. Keduanya diundang ke Samarinda sebagai saksi. Namun status keduanya berubah dalam semalam.

"Sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, jika ada masalah hukum, pimpinan perusahaan harus bertanggung jawab," kata Kepala Kepolisian Resor Kutai Ajun Komisaris Besar Fadjar Abdillah kepada Tempo, dua pekan lalu. Dinyatakan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan.

Terantuk Meranti di Bawah Air (2)


Fadjar yakin polisi memiliki bukti dan saksi yang cukup untuk memenangkan kasus ini di meja hijau. "Kami siap menghadirkan ahli hukum pidana, ahli hukum kehutanan, dan ahli hukum perseroan sebagai saksi ahli nanti di persidangan," katanya.

Bukti adanya kayu meranti dan kayu rimba lain-semuanya tanpa dokumen sah-yang disembunyikan di antara ribuan batang kayu bulat yang dipesan Sumalindo, menurut Fadjar, sulit dipatahkan.

Sumalindo menolak mentah-mentah tudingan polisi itu. "Kami sama sekali tidak berbuat kesalahan," kata Hasnawiyah Kono, Sekretaris Korporasi Sumalindo, pekan lalu. Alasannya, ribuan kayu bermasalah itu belum diserahterimakan ke perusahaan. "Transaksi belum terjadi," katanya.

Dalam keterangannya kepada penyidik, sejumlah karyawan Sumalindo mengaku tidak tahu-menahu soal keberadaan kayu meranti ilegal di balik kayu sengon yang mereka pesan. "Ketika itu kayu belum sempat dinaikkan semua. Jadi kami tidak tahu," kata Ahmad Yani, petugas penerimaan kayu Sumalindo, kepada penyidik.

Ketika kiriman kayu datang, kata Ahmad, hal pertama yang seharusnya dilakukan staf Sumalindo adalah memeriksa dokumen legalitas kayu bersama petugas Dinas Kehutanan. Setelah semua dokumen dinyatakan legal, barulah kayu-kayu bulat itu diangkat dari sungai dan dipindahkan ke lapangan penampungan untuk pemeriksaan fisik. Jika semua kayu dinyatakan tak bermasalah oleh petugas Dinas Kehutanan, barulah Sumalindo membuat berita acara serah-terima kayu.

Nah, dalam kasus ini, Sumalindo menuding polisi bertindak terlalu dini. Belum tuntas kayu diperiksa, polisi sudah menggerebek. "Karena itu, kami tidak bisa dipersalahkan terkait adanya kayu meranti itu," kata Hasnawiyah Kono.

Hasnawiyah juga berulang kali menegaskan bahwa penyalur kayulah yang bertanggung jawab memastikan legalitas kayu. "Dalam dokumen surat perjanjian jual-beli kayu bulat yang dibuat Sumalindo, ada klausul itu," katanya.

Ketika diperiksa polisi, Presiden Direktur Sumalindo Amir Sunarko menolak bertanggung jawab atas kiriman kayu meranti ilegal ini. Apalagi perjanjian jual-beli kayu antara Sumalindo dan pengirim kayu meranti itu sudah berakhir pada Maret 2010. Artinya, ketika pengiriman dilakukan pada awal Mei, perjanjian itu sudah kedaluwarsa. "Seharusnya kayu itu ditolak masuk," katanya.

Pengirim kayu yang dimaksud adalah Soni Iwan Purboyo. Dia pemain baru dalam bisnis pengiriman kayu di Kutai. Sebelumnya, Soni tinggal di Semarang. Dia baru pindah ke Samarinda pada Januari 2010 dan langsung mendapat kontrak pengiriman kayu 3.000 meter kubik ke Sumalindo. "Sampai Maret, saya tidak dapat kayu, padahal Sumalindo menagih terus," katanya kepada polisi.

Soni mengaku juga tertipu. "Saya tidak tahu kalau ada kayu meranti," katanya. Ia mengatakan membeli semua kayu pesanan Sumalindo dari dua pengusaha kayu lokal bernama Zulkifli dan Saiful Bahri. "Saya tidak memeriksa lagi, apakah semuanya sengon atau ada kayu lain," katanya.

Walhasil, kini semua pihak saling menuding.

Pertanyaannya: siapa sumber informasi polisi yang memastikan ada kiriman kayu meranti ilegal untuk Sumalindo? Sumber Tempo menyebutkan, pembisik polisi adalah seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat lokal bernama Ujang S. Sudarno. Lembaganya bernama Pusat Pengamat Umum, Sosial, dan Hak Asasi Manusia, disingkat Puspaham.

Ketika dihubungi, Ujang membenarkan. "Ketika rakit kayu itu bergerak di Sungai Mahakam, saya langsung memberi tahu Kapolri, Kapolda, dan Kapolres," katanya. Tapi, dari mana dia tahu ada kiriman kayu liar untuk Sumalindo? "Saya punya jaringan intelijen yang luas," katanya. Ketika dimintai konfirmasi, Ajun Komisaris Besar Fadjar Abdillah tak mau berkomentar banyak. "Info awalnya dari laporan masyarakat," katanya.

Kalangan dalam Sumalindo menduga, info awal polisi justru berasal dari dalam perusahaan sendiri. Indikasinya, tiga bulan setelah kasus ini, sebagian pemegang saham Sumalindo mendesak diadakan rapat umum pemegang saham luar biasa. Agendanya, mengganti pucuk pimpinan perusahaan.

Wahyu Dhyatmika, Firman Hidayat (Kutai Kartanegara)

Pucuk Bisnis Anak Papi


TARI pendet disuguhkan di hadapan tetamu di Namsan Hill, Seoul, Korea Selatan. Dua gadis berambut panjang menarikannya. Mereka adalah Kristiani Herrawati-kini istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-dan adiknya, Mastuti Rahayu, yang kini istri mantan Ketua Umum Partai Demokrat Hadi Oetomo.

Keduanya menari di resepsi pernikahan kakak sulung mereka, Wijiasih Cahyasasi, dengan Chairil Irwan Siregar. Sarwo Edhie Wibowo, ayah mereka, adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan ketika itu. Nyonya Ani Yudhoyono menceritakan hajatan 36 tahun lalu itu di buku Kepak Sayap Putri Prajurit. "Papi tidak bisa cuti, jadi akhirnya bersepakat dengan keluarga calon suami menggelar pernikahan di Seoul," kata Ani dalam bukunya yang diluncurkan pada Juli lalu itu.

Mbak Wiwiek, begitu perempuan kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 60 tahun lalu ini biasa disapa adik-adiknya. Anak tertua pasangan Sarwo Edhie dan Sunarti Sri Hadiyah ini sempat jadi tumpuan adik-adiknya. Dialah yang mengantar mereka sekolah sebelum berangkat ke kampusnya di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.

Pada banyak momen saat keluarga Sarwo Edhie bicara kepada publik, Wiwiek didapuk jadi juru bicara. Itu yang terjadi ketika mereka berziarah ke makam Sarwo Edhie di Purworejo, Jawa Tengah, tak lama setelah kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden 2004. Kepada pers ketika itu, Wiwiek mengatakan, "Keluarga ikut jadi tim sukses, tapi setelah menang tidak ada komitmen khusus SBY untuk keluarga."

Sementara adik dan iparnya banyak berkecimpung di dunia militer dan politik, Wiwiek dan suaminya memilih berbisnis. Beberapa sumber Tempo mengatakan, Wiwiek bahkan dijadikan komandan bisnis keluarga Sarwo Edhie. "Saya memang satu-satunya di keluarga yang masuk bisnis," kata Wiwiek kepada Tempo.

Pada Februari 1995, keluarga ini mendirikan PT Wanatirta Edhie Wibowo, yang menggarap bisnis perdagangan, pertambangan, dan perkebunan. Dalam akta pendirian perusahaan, Sunarti menjadi salah satu pendiri yang menyetorkan modal Rp 100 juta. Sunarti menjadi direktur utama, sementara Wiwiek jadi komisaris perusahaan. Perusahaan ini memperoleh konsesi lahan 206 ribu hektare di Kabupaten Mappi, Papua.

Seseorang di lingkaran Sumalindo mengatakan, melalui perusahaan inilah Wiwiek mulai dekat dengan keluarga Sunarko. "Perusahaan Wanatirta itu kongsi Sunarti dengan Hasan Sunarko," ujarnya. Hasan adalah nakhoda Grup Hasko, yang dikenal sebagai raja kayu lapis. Sejak 1995, Hasan memasang putranya, Amir Sunarko, menjadi komisaris di Wanatirta.

Pada 2008, Wanatirta disemprit Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban. Tiga kali disurati karena tak kunjung melayangkan rencana kerja tahunan, Kaban mencabut hak pengusahaan hutan Wanatirta di Mappi. Selain berbisnis kayu, Wiwiek punya usaha di sektor energi. "Namanya sering disebut kalau ada tender di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," kata seorang politikus di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sang suami, Irwan Siregar, juga melebarkan sayap bisnis keluarga ke usaha tambang batu bara. Tiga tahun lalu, Irwan diberitakan menemui Bupati Tapanuli Tengah Tuani Lumbantobing buat menjajaki penambangan batu bara lewat bendera CV Arjuna. Perusahaan ini rencananya jadi pemasok untuk pembangkit listrik tenaga air milik PT Bukaka milik keluarga mantan wakil presiden Jusuf Kalla.

Irwan juga tercantum sebagai Komisaris Utama PT Sentra Artha Utama. Perusahaan investasi ini menyeret bekas Bupati Situbondo Ismunarso, yang dituduh melakukan korupsi. Duit Rp 50 miliar dari kas daerah ditanamkan Ismunarso ke Sentra Artha dan ia menyimpan sendiri keuntungan investasi yang mencapai Rp 1,1 miliar.

Menurut Direktur Regional Sentra Artha Halim Sunaryadi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, nama Irwan dipakai untuk meyakinkan calon nasabah seperti Ismunarso. "Waktu pertemuan dengan nasabah dibilang Pak Chairil adalah keluarga dekat RI-1," ujarnya. Ismunarso dan Direktur Utama Sentra Artha Nursetyadi Pamungkas dibui, sedangkan Irwan tidak. "Bapak sudah dimintai keterangan oleh polisi tapi tidak terbukti terlibat," kata Wiwiek.

Gagal di Papua, Wiwiek tak kapok berbinis kayu dengan Amir Sunarko. Ketika keluarga Sunarko masuk ke PT Sumalindo Lestari Jaya, Wiwiek pun bergabung. Bursa Efek Indonesia mencatat Wiwiek punya saham 1,21 persen di perusahaan itu. Meski pemilik saham minor, akhir September lalu Wiwiek terpilih dengan suara mayoritas untuk menjadi Presiden Komisaris Sumalindo. "Karena saya nilai itu baik, saya bersedia," katanya.

Oktamandjaya Wiguna

Wijiasih Cahyasasi: Saya Tak Melakukan Intervensi


BISNIS kayu sedang lesu, Wijiasih Cahyasasi justru tampil menjadi Presiden Komisaris PT Sumalindo Lestari Jaya. Perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan terluas ini tak sedang moncer. Neraca keuangan hampir selalu minus pada lima tahun terakhir. Masalah semakin besar setelah Presiden Direktur Amir Sunarko dan wakilnya, David, ditahan polisi sejak Juni lalu.

Kakak tertua Nyonya Ani Yudhoyono itu menggunakan aneka jalur buat membebaskan keduanya. Ia mengirim utusan buat menemui Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Ia pun menemui Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Lalu Sumalindo menyurati Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kejaksaan Agung buat memohon "perlindungan hukum".

Sabtu pagi pekan lalu, perempuan 60 tahun yang sering dipanggil Wiwiek itu menerima Budi Setyarso, Setri Yasra, dan Oktamandjaya Wiguna dari Tempo untuk wawancara. Ia didampingi antara lain oleh David dan Basuki Wijaya Kusuma, utusan yang dikirim ke Kepala Polda Kalimantan Timur.



Sumalindo dituduh polisi menjadi penadah kayu ilegal....
Sumalindo, sebagai perusahaan terbuka, tak akan mau mengambil kayu yang tak sah. Dalam kasus ini, kayu belum kami terima, transaksi belum terjadi. Lagi pula, perjanjian dengan pemasok sudah kedaluwarsa. Bagaimana bisa disebut penadah? Saya melihat ada hal yang janggal.



Apa kejanggalan itu?
Kayu seharusnya diperiksa Dinas Kehutanan. Setelah dinyatakan tidak bermasalah, baru Sumalindo boleh membeli. Dalam kasus ini kayu belum diperiksa. Baru diangkat sebagian, tahu-tahu sudah dipasang police line. Makanya saya tergerak untuk membantu.



Kenapa Anda perlu turun tangan?
Kami sudah berkawan lama. Saya sudah lama bersama-sama dengan keluarga Hasan Sunarko, ayah Amir. Sejak 1995, kami melakukan kerja sama mengelola hak pengusahaan hutan di Irian Jaya. Saat Pak Amir ditahan, perusahaan harus memberikan tunjangan hari raya buat ribuan karyawan.



Benarkah Anda menemui Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri?
Silakan tanyakan ke Pak Bambang Hendarso Danuri. Terserah beliau akan menjawab apa.



Anda mengirim utusan menemui Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur?
Sumalindo sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Tapi saya ingin mengetahui kejadian sesungguhnya agar tidak ada salah persepsi. Pak Basuki membantu saya dalam segala keperluan. Dia bukan orang Sumalindo. Dia ke sana untuk saya, supaya saya punya kejelasan.



Anda mengintervensi kasus ini?
Kalau saya intervensi, pasti Pak Amir sudah bebas dalam satu-dua hari. Saya tidak melakukan intervensi. Semuanya sesuai jalur hukum.



Polisi bisa saja terintimidasi oleh Anda yang masih kerabat Presiden Yudhoyono?
Pak Basuki hanya menanyakan bagaimana kemungkinannya. Secara proporsional. Tidak boleh lebih dari itu, tidak boleh ada intervensi. Masak kepolisian bisa diintervensi oleh Basuki, saya pikir itu tidak masuk akal. Dalam proses mencari kebenaran, apakah saya salah melakukan itu? Saya pikir itu hal yang wajar.



Anda menyurati Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan?
Sumalindo yang mengirim surat, bukan saya.



Kementerian segera menggelar rapat untuk membahas kasus ini....
Saya pikir tidak mungkin mereka melakukan itu hanya karena saya. Mereka melihat ada ketidakbenaran. Tidak mungkin tertekan oleh saya.



Anda juga menemui Menteri Zulkifli Hasan?
Saya memang bertemu Zulkifli Hasan tapi sebatas diskusi. Kami tanya Kementerian Kehutanan soal kasus ini-prosesnya benar atau tidak, salah atau tidak. Saya harus tahu itu.



Anda juga menyurati Kejaksaan Agung?
Iya, tetap memohon perlindungan hukum.



Setelah Kejaksaan membebaskan Amir Sunarko dan David, Anda mendadak jadi Presiden Komisaris Sumalindo?
Saya terpilih berdasarkan rapat umum pemegang saham luar biasa. Saya diajukan pemegang saham sebuah perusahaan di Singapura dan mendapat suara mayoritas. Menang mutlak 99 persen lebih. Itu voting terbuka.



Pemegang saham mana yang Anda wakili?
Saya diajukan pemegang saham kemudian voting dan saya menang. Itu saja. Jadi saya tidak tahu pemegang sahamnya siapa saja karena ini perusahaan terbuka.



Apakah Anda diusulkan keluarga Sampoerna yang juga pemegang saham?
Tidak. Saya belum ada hubungan bisnis dengan Sampoerna, hanya sebatas sama-sama pemilik saham di Sumalindo.



Anda menjadi komisaris karena kerabat Presiden?
Saya kan dari dulu berbisnis. Kebetulan saya di keluarga itu satu-satunya yang berbisnis. Dari dulu saya memang begini, saya heran kalau dikait-kaitkan.



Performa Sumalindo akhir-akhir ini kurang bagus. Pendapat Anda?
Mungkin direksi yang lebih tepat menjawab itu. Ya, mungkin itu jadi salah satu target untuk saya perbaiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar