Jakarta Koruptor benar-benar menikmati hidup di Indonesia. Bayangkan, uang negara miliaran masuk kantong pribadi, tapi di sidang di vonis ringan dan hanya sebentar menikmati dinginnya penjara. Panen remisi pun dinikmati terpidana korupsi.
"Jadi koruptor di Indonesia itu merdeka. Tanpa efek jera. Kemerdekaan dirayakan juga oleh musuh negara yakni koruptor," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, saat berbincang, Kamis (16/8/2012).
Bayangkan di peringatan Hari Kemerdekaan dan perayaan Lebaran ini, terpidana korupsi mendapatkan remisi. Salah satunya seperti disebutkan Ditjen PAS Kemenkum yakni Gayus Tambunan. Pemberian itu dilakukan karena Gayus berkelakuan baik.
"Nah kalau dalam kasus Gayus dan ribuan koruptor lainnya itu bertolak belakang dengan semangat pemberantasan dan usaha merdeka dari korupsi. Atas masalah ini DPR paling harus bertanggung jawab atas penolakan moratorium remisi untuk koruptor yang didorong oleh Kemenkum HAM," jelas Apung.
Apung menilai lagi-lagi pemberian remisi ini akan menjadi momok. Efek jera yang diharapkan muncul dari kurungan penjara tidak akan tercapai. Apalagi rata-rata vonis bagi terpidana korupsi di bawah angka 5 tahun.
"Di sisi lain, remisi ganda Kemerdekaan dan Idul Fitri ini menjadi titik puncak gunung es ketidakberdayaan SBY dalam memberantas korupsi. Bukan dalam penegakkan hukum yang katanya tidak bisa diintervensi, SBY pun tunduk memberi izin remisi untuk koruptor. Presiden sebagai pemberi efek jera di garda paling akhir telah gagal," urainya.
Apung melanjutkan kalau legislatif dan eksekutif tidak bisa memberi efek jera untuk koruptor, maka bisa dikatakan saat ini kita dalam posisi titik nadir melawan koruptor.
"Dan akhirnya kemerdekaan pun bisa dinikmati koruptor yang mengambil uang rakyat," tegasnya.
(ndr/vit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar