Senin, 26 Desember 2011

karya GEREJA, sekali-sekali BWAT orang MISKIN lah

Pendidikan Hanya "Menyentuh" Mereka yang Mampu... Inggried DW, Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary | Selasa, 27 Desember 2011 | 09:41 WIB ... mungkin peran GEREJA juga bisa membantu KEHIDUPAN orang miskin dengan melakukan pemberdayaan orang miskin dengan mendirikan SEKOLAH MURAH bukan murahan ... mungkin peran GEREJA juga bisa TIDAK MELULU MENJADI BAGIAN KEHIDUPAN ORANG KAYA ... mungkin peran GEREJA JUGA bisa meningkatkan daya hidup orang miskin dan daya keberadaan orang miskin lewat pendidikan MURAH berkualitas SETARA SEKOLAH FAVORIT ... mungkin GEREJA bisa mulai dengan yang paling sederhana dulu, yaitu melalui pendidikan anak usia dini, karena AMAT VITAL peran GEREJA membantu proses belajar BERHITUNG, membaca dan menulis SEDERHANA para orang miskin JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Soedijarto mengatakan, pendidikan di Indonesia saat ini masih berada pada level pendidikan semesta. Pada level ini, menurutnya, pendidikan hanya untuk golongan mampu. Pemerintah dinilai gagal mewujudkan wajib belajar (wajar) sembilan tahun yang bermutu, adil, dan bebas biaya. Menurutnya, semua siswa berbagai latar belakang berhak mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun yang dibiayai pemerintah, seperti diamanatkan UUD 1945. Kenapa pemerintah membiarkan terjadi pungutan disana sini? Pemerintah gagal membendung terjadinya pungutan, karena wajib belajar itu harus gratis 100 persen "Tetapi, kenapa pemerintah membiarkan terjadi pungutan disana-sini. Pemerintah gagal membendung terjadinya pungutan, karena wajib belajar itu harus gratis 100 persen," kata Soedijarto, Senin (26/12/2011), di Jakarta. Guru Besar Ilmu Pendidikan UNJ ini menjelaskan, untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun, pemerintah seharusnya mengacu pada negara-negara maju seperti Amerika dan Jerman. Di negara tersebut, anak usia sekolah mendapatkan pengawasan yang lebih ketat. Jika ada anak usia sekolah yang berkeliaran di luar sekolah pada jam belajar, maka anak tersebut akan "ditangkap" dan dipanggil orangtuanya. "Tapi wajib belajar di Indonesia ini lain. Masih banyak anak usia sekolah yang putus atau tidak melanjutkan dan bebas berkeliaran di jalan. Itulah mengapa saya sebut pendidikan kita adalah pendidikan semesta," ungkapnya. Mengapa bisa terjadi? Soedijarto berpendapat, semua yang terjadi dipicu karena pemerintah tidak mampu menghitung berapa dana pendidikan yang diperlukan, khususnya untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun. Ia menuding, selama ini pemerintah hanya sebatas melaksanakan UU untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada pendidikan tanpa menghitung berapa yang diperlukan. Dari alokasi 20 persen itu, kata dia, lebih dari setengahnya habis untuk menggaji guru. Hal tersebut berimbas pada kurangnya dana pendidikan yang dimiliki pemerintah, sehingga pendidikan menjadi tidak gratis, dan masyarakat ekonomi lemah tidak sanggup memenuhinya. "Pemerintah jangan hanya menganggarkan 20 persen tanpa menghitung keperluan untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun," ungkapnya. Tekan angka putus sekolah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, saat diwawancara Kompas.com, pekan lalu, mengungkapkan, kementerian memang menjadikan persoalan wajib belajar 9 tahun sebagai hal yang substantif dan harus diselesaikan. Menurutnya, ada pergeseran paradigma bahwa di akhir abad 20, pembangunan ekonomi berbasis sumber daya kekayaan alam akan bergeser ke pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan, yaitu pendidikan. "Akhirnya, disitulah mengapa urusan wajar 9 tahun harus dituntaskan," kata Nuh. Ke depannya, dengan peningkatan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS), ia mengatakan, tak boleh ada anak tidak mengenyam pendidikan. "Intinya semua harus sekolah. Oleh karena itu, kita juga persiapkan wajar 12 tahun yang dirintis tahun 2012. Untuk itu kita siapkan semuanya, baik gurunya, sarana, dan prasarana," ujarnya. Pada tahun 2012 mendatang, ada kenaikan unit cost, yaitu bagi siswa SD dari Rp 380 robu menjadi Rp 510 ribu. Sementara, bagi siswa SMP, dari Rp 580 ribu menjadi Rp 710 ribu. Kemdikbud juga akan merintis dana BOS bagi siswa SMA pada tahun 2012 mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar