sebaiknya kalo anda pendeta sebuah gereja, anda jangan menjadi pintar. tapi jadilah cerdik seperti ular. tulus seperti merpati itu pasti lah. dalam gereja yang menjaga dogmanya dengan ketat, seorang pendeta dilarang menjadi pintar. kepintaran seorang pendeta adalah alat untuk menjaga dogma. demi kepentingan segelintir pejabat gereja dan kelangsungan sebuah rezim gereja tersebut. pendeta yang punya argumentasi dogma yang berbeda, dalam situasi kekuasaan ideologi tersebut tentu saja akan tersapu bersih. apalagi pendeta tersebut dijauhi oleh para koleganya.
pendeta yang pintar dan kritis sudah pasti kotaknya, yaitu di luar gereja, atau ikut gereja lain yang bisa menerima pandangan kritis pendeta tersebut. itu lah kekejaman halus para penjaga dogma gereja jaman postmodernism ini.
para penjaga dogma cuma menyimpan kekaguman pada sang pendeta pintar dan kritis di dalam benaknya, tapi di perilaku, yang hadir adalah kebekuan hatinurani. padahal hatinurani adalah tempat kehadiran sang khalik semesta alam.
kecemasan para penjaga dogma gereja adalah sang pendeta pintar dan kritis menjadi wabah destruktif pada seluruh lapisan umat gereja. yaitu, kekuatiran bahwa gereja menjadi semakin jauh dari ritual pemujaan sang khalik secara primitif. para penjaga dogma cemas bila umat gereja bergeser keyakinannya menjadi a-religiositas, dan kemudian menjadi ateisme.
padahal sang pendeta kritis dan pintar itu cuma mencari paradigma baru dalam ajaran gereja sehingga ada tempat bagi pemahaman umat gereja yang baru tentang eksistensi gereja dan sang khalik dalam ritualitas gereja.
kesedihan tentang nasib pengembangan pemahaman baru gereja terhadap konteks waktu dan sosial telah berganti menjadi kesedihan atas nasib sang pendeta pejuang paradigma baru dalam pemahaman tentang sang khalik, yang tidak akan pernah bisa digoyahkan oleh perbedaan pemahaman umat gereja.
turut berdukacita atas pemakzulan pendeta pintar dan kritis seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar