Mayoritas Muslim Indonesia Moderat
JAKARTA, (PRLM).- Wakil Ketua MPR RI
Hajrijanto Y. Thohari menegaskan jika sudah menjadi konsensus bahwa
mayoritas muslim Indonesia adalah moderat dalam pandangan keagamaannya.
Karena itu pluralitas agama tidak semata-mata pengakuan mengenai
kenyataan bahwa ada perbedaan agama dan budaya melainkan suatu apresiasi
bahwa kenyataan pluralitas agama itu mempunyai nilai positif.
Hal itu disampaikannya dalam dalam dialog “Kebhinnekaan Modal Indonesia” di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (10/9). “Karena itulah istilah pluralisme agama bukanlah semata-mata fakta pluralitas, tapi juga keterlibatan aktif dan cita-cita untuk berjuang keras bagi pluralisme itu sendiri.”
Menurut Hajrijanto, menjadi seorang pluralis itu bukan menjadi seorang yang toleran, melainkan harus terpanggil untuk aktif berperan serta di dalamnya. Yaitu menerima teologis-ketuhanan kelompok lain sebagai design Tuhan bagi umat manusia. Dalam bahasa agama katanya, pluralitas adalah sistem yang didesign Tuhan untuk umat manusia.
“Jadi, bagaimana keragaman itu dapat membangun sipirit eksistensi bangsa ini untuk membangun keadilan dan harmoni Indonesia. Di mana setiap agama mempunyai ritualnya sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian pluralitas itu adalah sebagai fakta dan realitas, dan bukan tentang perbedaan ideologi,” tambah politisi Golkar ini.
Dengan demikian kata Hajrijanto, interpretasi baru mengenai pluralisme dalam konteks Indonesia ini penting untuk menghindari kesalahpahaman yang fatal, yang bisa merusak keragaman itu sendiri.
“Dunia saat ini lebih membutuhkan kedamaian dari pada kekerasan dalam menghadapi problem abad ini sebagai model resolusi konflik. Problem kemanusiaan hanya akan teratasi dengan kerjasama untuk mencapai kebahagiaan global tanpa diskriminasi ras, kelas sosial, agama maupun bangsa,” tuturnya. (A-109/A-26).***
Hal itu disampaikannya dalam dalam dialog “Kebhinnekaan Modal Indonesia” di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (10/9). “Karena itulah istilah pluralisme agama bukanlah semata-mata fakta pluralitas, tapi juga keterlibatan aktif dan cita-cita untuk berjuang keras bagi pluralisme itu sendiri.”
Menurut Hajrijanto, menjadi seorang pluralis itu bukan menjadi seorang yang toleran, melainkan harus terpanggil untuk aktif berperan serta di dalamnya. Yaitu menerima teologis-ketuhanan kelompok lain sebagai design Tuhan bagi umat manusia. Dalam bahasa agama katanya, pluralitas adalah sistem yang didesign Tuhan untuk umat manusia.
“Jadi, bagaimana keragaman itu dapat membangun sipirit eksistensi bangsa ini untuk membangun keadilan dan harmoni Indonesia. Di mana setiap agama mempunyai ritualnya sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian pluralitas itu adalah sebagai fakta dan realitas, dan bukan tentang perbedaan ideologi,” tambah politisi Golkar ini.
Dengan demikian kata Hajrijanto, interpretasi baru mengenai pluralisme dalam konteks Indonesia ini penting untuk menghindari kesalahpahaman yang fatal, yang bisa merusak keragaman itu sendiri.
“Dunia saat ini lebih membutuhkan kedamaian dari pada kekerasan dalam menghadapi problem abad ini sebagai model resolusi konflik. Problem kemanusiaan hanya akan teratasi dengan kerjasama untuk mencapai kebahagiaan global tanpa diskriminasi ras, kelas sosial, agama maupun bangsa,” tuturnya. (A-109/A-26).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar