Minggu, 07 November 2010

merapi dan PENJAHAT

Senin, 08/11/2010 19:08 WIB
KPI Terima 1.128 Aduan Terkait 'Silet' & Presenter Feni Rose
Rachmadin Ismail - detikNews




Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengaku mendapat 1.128 aduan terkait tayangan infotainment di RCTI 'Silet'. Diantara aduan tersebut, ada yang mempermasalahkan presenter 'Silet', Feni Rose.

"Diantara aduan ada juga keluhan soal presenter. Itu termasuk dari aduan 1.128 yang masuk kita. Itu aduan terbanyak selama KPI ada," kata anggota KPI, Yazirwan Uyun, di sela-sela pertemuan antara KPI dengan para pemimpin redaksi sejumlah stasiun TV di Kantor KPI Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (8/11/2010).

Menurut Yazirwan, Silet telah menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama dalam tayangan terakhirnya mengenai bencana letusan Gunung Merapi. Bahkan gara-gara tayangan Silet yang memuat ramalan-ramalan mengenai letusan dahsyat Merapi, Minggu (7/11), kemarin, banyak pengungsi melakukan eksodus.

Oleh karena itu, KPI mengimbau kepada seluruh presenter acara atau program berita agar mengikuti aturan yang tertuang dalam dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

"Kami juga sudah mendapat aduan terutama soal penyampaian bahasa yang digunakan presenter yang dianggap berlebihan,"tambahnya.

Wakil Ketua KPI Ani Mutmainnah menambahkan, KPI juga pernah menegur soal pakaian yang digunakan para presenter infotaiment termasuk 'Silet'. Hal ini terlihat dalam beberapa tayangan terutama yang ditayangkan setelah bulan puasa.

"Setelah lebaran itu semua (pakaian) terbuka lagi. Tidak hanya Silet tapi semua program infotaiment," jelas Ani.

Sebelumnya, Feni Rose telah meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta atas tayangan tanggal 7 November 2010. Feni mengaku sebagai seorang presenter infotainment, dirinya murni hanya melaksanakan tugas sesuai naskah.

"Saya meminta maaf sedalam-dalamnya," kata presenter kondang itu melalui rilis kepada detikcom.
(mpr/irw)
Senin, 08/11/2010 22:13 WIB
KPI: Stasiun TV Jangan Klaim Dana Bantuan dari Pemirsa video foto
Rachmadin Ismail - detikNews


Jakarta - Hampir setiap stasiun televisi memiliki program penggalangan dana bantuan bencana. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta agar pengumpulan dana tersebut dilakukan transparan dan sumbangan masyarakat tetap diakui.

"Ada beberapa pengaduan dan kami terus mengamati. Transparansi harus dijaga, dan klaim yang menyumbang TV-x peduli, padahal itu dana penonton, harusnya sumbangan penonton TV-x," kata Wakil Ketua KPI Nina Mutmainnah di Gedung Bapetan, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (8/11/2010).

Menurut Nina, program penggalangan dana bencana di stasiun tv sudah tampak seperti kegiatan corporate social responsibility (CSR). Nama stasiun TV yang muncul dan harum di masyarakat. Padahal dana berasal dari penonton.

Persoalan dana bencana, kata Nina, sudah diatur dalam pasal 54 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Dalam ketentuan tersebut, penggalangan dana oleh stasiun TV harus ada izin dari lembaga berwenang.

"Hasilnya juga harus dipertanggungjawabkan ke publik," tegasnya.

Saat ditanya apakah ada aduan dugaan penyelewangan dalam pengelolaan dana bencana, Nina mengaku sudah mendapatkan banyak laporan. Namun, dia masih melakukan verifikasi data sebelum membawanya ke ranah hukum.

"Kita upayakan dulu lewat Dewan Pers. Kalau itu tidak dipatuhi, baru kita ke ranah hukum," tegasnya.

Bagaimana dengan audit khusus bagi stasiun TV yang menggalang dana? Nina mengatakan hal itu sudah pernah dibicarakan di KPI, namun saat ini belum diambil keputusan.

"Sekarang kita fokus ke masalah yang urgent dulu," lanjutnya.

Komisioner KPI Yazirwan Uyun menambahkan, selain dana, ada persoalan lain yang harus diperhatikan stasiun TV terkait tayangan bencana. Menurut dia, tayangan soal korban dan darah harus diperhatikan kembali sensornya.

Selain itu, gambar yang berulang juga perlu mendapat perhatian. Sebab, akhir-akhir ini sering tayang gambar yang tidak sesuai dengan berita terakhir yang disampaikan.

"Ini gambar berulang, tapi disiarkan pada berita lain menggunakan gambar lama. Ini yang perlu dicermati oleh lembaga penyiaran secara umum," tambahnya.

Keselamatan para jurnalis di lapangan juga perlu diperhatikan. Yazirwan meminta agar tidak ada upaya untuk memperoleh gambar ekslusif namun tidak memperhatikan nyawa sang wartawan.

"Buat apa gambar ekslusif kalau nantinya meninggal. Sia-sia," tutupnya.

(mad/irw)
Bikin Resah, Tayangan Silet Akhirnya Distop
Senin, 08 November 2010 | 19:11 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia menjatuhkan sanksi penghentian sementara program tayangan infotainment Silet di RCTI. "Kami memberikan sanksi penghentian sementara ke tayangan silet karena terbukti menimbulkan keresahan di masyarakat," kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Dadang Rahmat di kantornya, Senin (8/11).

Seperti ditetahui, tayangan Silet di RCTI menuai kontroversi. Dipandu presenter Fenny Rose, tayangan edisi Ahad, 7 November itu menampilkan soal bencana Gunung Merapi yang meletus. Fenny membuat pernyataan yang menyebut kalau Yogyakarta adalah kota malapetaka dan Senin, 8 November 2010, akan terjadi bencana besar. Sumber yang dipakai Fenny Rose adalah sejumlah paranormal.

Menurut Dadang, sanksi terpaksa dijatuhkan karena tayangan program infotainment Ahad 7 November soal bencana Gunung Merapi dianggap berlebihan. Tayangan itu, kata Dadang, juga menimbullkan keresahan masyarakat. " Otoritas KPI menjatuhkan sanksi sesuai UU Penyiaran no.32 tahun 2008" ujarnya.

Dadang juga menegaskan, KPI memutuskan, program tayangan Silet tak dapat ditayangkan hingga pemerintah menurunkan status bencana Merapi menjadi Siaga. "Kesalahan utama menyampaikan informasi yang tampaknya tidak benar dan ada dampak psikologis di masyarakat Yogyakarta,"kata Dadang.

Sebelum menjatuhkan sanksi, kata Dadang, KPI mengaku mendapat 1128 keluhan dari masyarakat tentang tayangan itu. Jumlah keluhan itu diperoleh dalam kurun waktu 2 hari semenjak ditayangkannya program hari Minggu kemarin."Bahkan kami juga dapat informasi ada sejumlah 550 warga yang berpindah dari Muntilan ke Nanggulan setelah menonton tayangan itu," ujarnya.

Dadang meminta lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam hal pemberitaan. Keakuratan informasi suatu berita yang didapat, kata Dadang, harus sangat diperhatikan. "Informasi yang tepat dan akurat sangat membantu tapi kalau tidak justru akan memberikan masalah" kata Dadang menjelaskan.

RIRIN AGUSTIA
KPI: Silet Pantas Dihentikan!
Headline
IST
Oleh: Aris Danu Cahyono
Artis - Senin, 8 November 2010 | 21:00 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Tayangan Silet RCTI soal bencana Merapi membuat resah masyarakat. Buktinya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima ribuan surat aduan dari masyarakat.

"Itu sudah menimbulkan banyak keresahan dari masyarakat. Ada 1.128 surat pengaduan dalam satu hari. Surat aduan itu sudah sejak kemarin sampai sekarang. Pada saat berita itu ditayangkan. Bahkan ada surat aduan kalau banyak korban yang dieksploitasi," ungkap Ketua KPI Pusat Dadang Rahmat Hidayat saat jumpa pers di Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Gedung Bapeten Jl.Gajah Mada No.8, Jakarta Pusat, Senin (8/11).

Bahkan masih, menurut Dadang, surat aduan akibat tayangan itu paling banyak dalam satu hari. Hal itulah yang membuat KPI akhirnya mengambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi kepada tayangan Silet.

"Kalau dibilang rekor komplain tertinggi kita belum tahu, karena belum merekap ulang. Tapi memang tertinggi dalam satu hari, dianggap menyesatkan, merisaukan. Masalah privasi yang banyak diungkap. Kami panggil pihak RCTI dan beri sanksi. Dihentikan bukan karena banyak surat kita hentikan tapi memang dengan alasan merisaukan. Tapi satu surat pun akan kita perhatikan," terangnya.

Dadang menambahkan, "Saya sampaikan, kita melakukan pemantauan, kalau dilakukan di televisi pemberitaan juga akan memberikan teguran tertentu. Walaupun informasi itu sebuah fakta, setidaknya teman-teman bisa dikemas agar tidak menimbulkan efek psikologis dalam masyarakat," tutupnya. [alx/aji]

Akui Salah, Redaksi Silet Minta Maaf Senin, 8 November 2010 | 03:32 WIB
Repro Kompas.com/Tri Wahono


JAKARTA, KOMPAS.com — Redaksi Silet akhirnya meminta maaf atas siaran infotainment di RCTI, Minggu (7/11/2010), yang mengabarkan ramalan letusan dahsyat Merapi. Akibat tayangan tersebut, presenter Silet, Fenny Rose, sempat dikecam banyak orang di media sosial di internet karena dinilai tidak pantas.

Dalam tayangan Silet itu, Fenny Rose sempat membuat pernyataan yang kontroversial. Antara lain menyebut bahwa Jogja adalah kota malapetaka dan pada tanggal 8 November 2010 akan terjadi bencana besar. Banyak pihak mengecam pernyataan tersebut tidak pada porsinya dan dinilai meresahkan masyarakat. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun didesak turun tangan untuk memberikan teguran ataupun sanksi.

"Segenap tim redaksi Silet memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas pemberitaan Silet edisi 7 November 2010 yang memuat ramalan dan pesan berantai yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang prediksi Merapi. Simpati dan doa kami untuk seluruh korban bencana," demikian pernyataan tersebut yang ditayangkan beberapa kali di RCTI.

Pihak Fenny Rose, diwakili suaminya, sempat menanggapi kecaman publik. Suami Fenny Ros mengatakan bahwa semua isi tayangan merupakan tanggung jawab production house karena sebagai presenter tugas Fenny Rose hanya membacakan skrip yag sudah disiapkan.

Minggu, 07/11/2010 14:44 WIB
Tayangan TV Soal Merapi Berlebihan & Meresahkan, Relawan Surati KPI video foto
Irwan Nugroho - detikNews


Jakarta - Jaringan relawan di Yogyakarta mengirimkan surat terbuka kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Mereka keberatan dengan berita televisi mengenai bencana Gunung Merapi yang dinilai berlebih-lebihan sehingga menambah resah para pengungsi.

"Bahwa saat ini keadaan bertambah tidak kondusif. Relawan yang ada di posko, yang notabene berhadapan langsung dengan warga, kini merasa kewalahan. Para relawan kesusahan menenangkan warga yang panik dan ingin pergi dari barak pengungsian ke tempat yang lebih aman," kata perwakilan relawan, Aryo Bilowo, kepada detikcom, Minggu (17/11/2010).

Menurut Aryo, banyak kejadian dalam 10 hari letusan Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah yang diberitakan secara tidak sahih oleh televisi. Mereka cenderung mendramatisasi keadaan, sehingga membuat warga semakin panik.

Contohnya, Aryo menyebut berita di salah satu stasiun TV swasta pada tanggal 29 atau 30 Oktober 2010. Wartawan televisi itu melaporkan awan panas telah mencapai Jl Kaliurang Km 6,2 atau hampir 25 km dari puncak Merapi. Belakangan diketahui, bahwa yang mencapai lokasi tersebut adalah hujan abu, bukan awan panas.

Lalu, pada tanggal 4 November, stasiun TV yang lain melaporkan adanya korban meninggal karena lahar panas. Setelah dicek, korban meninggal bukan karena lahar panas, melainkan terkena awan panas. Namun, wartawan televisi itu tetap bersikukuh dengan liputannya.

"Selain hal tersebut, pengulangan berita, stok gambar, running text dan sebagainya tidak menyertakan waktu, seolah-oleh semua kondisi terkini, bikin tambah parah," katanya.

Aryo menilai, beberapa tayangan pemberitaan yang keliru itu telah melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Disebutkan dalam pasal 3 KEJ, bahwa "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah."

Peliputan yang tidak sesuai fakta, lanjutnya juga melanggar melanggar P3 SPS, Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009. Pasal 18 peraturan KPI menyatakan tentang prinsip-prinsip jurnalistik, yakni tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini, tidak membuat berita bohong, fitnah atau cabul.

Sementara pasal 34 menyebutkan adanya 3 ketentuan tentang peliputan bencana alam. Yaitu, melakukan peliputan harus mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya, tidak menambah penderitaan atau trauma korban bencana, dan gambar korban, penderitaan harus sesuai dengan konteks mendukung tayangan.

"Bahwa pada dasarnya media, terutama TV, saat ini menjadi media informasi utama yang dapat diakses masyarakat, sehingga jika terjadi kesalahan informasi, selayaknya segera dilakukan ralat/koreksi, agar tidak menimbulkan kepanikan warga," kata Aryo.

Bersama surat terbukanya ini, Aryo meminta KPI menertibkan secara tegas fungsi keberadaa media di lokasi bencana. Hal itu juga diperlukan agar para relawan yang di lapangan dapat bekerja dengan maksimal.

"Perlu ditertibkan secara tegas fungsi keberadaan media di lokasi bencana, terutama yang melanggar P3 SPS Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009," pintanya.
(irw/nrl)

Bandit 'Wedhus' Dibekuk di Lereng Merapi
Hewan ternak para warga yang ditinggal pengungsi langsung dijarah.
Senin, 8 November 2010, 01:00 WIB
Ismoko Widjaya, Sandy Adam Mahaputra
Hewan ternak mati tersapu awan panas (AP Photo/Trisnadi)


VIVAnews - Di tengah kepedihan dan kesusahan warga di sekitar lereng Gunung Merapi, masih saja dimanfaatkan segelintir orang untuk menjarah hewan-hewan ternak yang ditinggal mengungsi. Termasuk menggasak wedhus atau kambing, bukan wedhus 'awan panas' gembel.

Para pelaku bahkan nekat menerjang kawasan yang sebelumnya dilarang oleh pemerintah karena berbahaya akan ancaman awan panas. Hewan ternak para warga yang ditinggal pengungsi pun langsung dijarah dan mereka kumpulkan di balai desa, kemudian diangkut menggunakan truk.

"Kami berhasil membekuk satu orang tersangka yang bernama SGY alias Pete. Sedangkan dua tersangka lainnya berhasil lolos," kata Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Anny Pujiastuti kepada VIVAnews.com, Minggu 7 November 2010.

Anny menjelaskan kejadian itu berawal saat para pelaku mendatangi dusun Bronggang, desa Argo Mulyo, Sleman, kemarin siang. "Mereka langsung mencuri 21 kambing dan 5 ekor sapi yang ditinggal pemiliknya untuk mengungsi," jelas dia.

Namun sial bagi para pelaku, aksi itu diketahui petugas kepolisian. Sebelum mengangkut hewan-hewan hasil curian itu, mereka mengumpulkan di balai desa.

"Saat itu ada petugas relawan dan polisi yang tengah melakukan evakuasi di dusun yang diterjang awan panas itu," imbuhnya. Kecurigaan dari petugas pun muncul, ketika melihat ternak warga yang dikumpulkan dan rencananya akan diangkut menggunakan truk.

Berdasarkan keterangan pelaku yang berhasil ditangkap SGY alias Pete, warga Karangnongko, Klaten. Ia dan kedua kawannya mengaku mengambil kesempatan untuk menjarah ternak warga yang sebelumnya telah ditinggalkan mengungsi. Padahal dusun itu merupakan daerah steril yang harus dikosongkan.

"Mereka memang nekat, meskipun menengetahui bahaya terkena awan panas ketika mencuri," tutur Anny. Kemungkinan pelaku menggunakan jalur "tikus" untuk bisa sampai ke dusun yang mana akses utamanya telah dibarikade petugas agar tidak bisa dilalui warga.

Ia pun meminta para pengungsi untuk tidak khawatir terhadap hewan ternaknya yang dicuri oleh kawan penjahat. "Kami pasti akan lakukan pengawasan," tegasnya.

Sebelumnya, Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta, Brigjen Polisi Odang Sutarsa menegaskan akan melakukan tindakan tegas terhadap para pengungsi yang masih ngotot untuk kembali ke desanya hanya untuk memberikan makan hewan ternaknya.

"Daerah yang 20 Km sangat berbahaya, jadi pasti akan kita cegah, kalau perlu dengan cara dipaksa untuk segera kembali ke pengungsian atau tempat yang aman," ujar Odang saat berbincangan dengan VIVAnews.com di tempat pengungsian GOR Maguwoharjo.

Ia meminta pengungsi untuk bersabar menunggu kondisi merapi normal kembali. "Kalau sudah normal pasti diperbolehkan kembali ke rumah. Namun kondisi sekarang belum memungkinkan. Kami lakukan itu, demi keselamatan dan menghindari adanya korban jiwa," pungkasnya.
(hs)• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar