Rabu, 25 Agustus 2010

keabadian

26/08/2010 - 11:45
Wawancara Calon Ketua KPK
Bambang Widjojanto Tak Kuasa Menahan Tangis
Santi Andriani

INILAH.COM, Jakarta - Pengacara Bambang Widjojanto mendapat giliran pertama wawancara seleksi calon pengganti ketua KPK. Bambang yang selalu memberikan jawaban dengan penuh semangat dan berapi-rapi akhirnya berurai air mata. Kenapa?

Bambang luluh dan berurai air mata ketika menjawab pertanyaan apakah dirinya tetap akan menjadi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika mendapat ancaman baik jiwa maupun raga demi memberantas korupsi.

"Kalau terancam jiwa dan soft power, mampu diteruskan atau tidak (menjadi pimpinan KPK)," tanya anggota Panitia Seleksi (Pansel) Akhiar Salmi saat mewawancarai Bambang di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Kamis(26/8).

Mendapat pertanyaan itu, Bambang mengisahkan pengalamannya ketika memberikan bantuan hukum di Papua saat dirinya masih aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) beberapa tahun silam. Dia menceritakan bagaimana dia akhirnya selamat ketika dirinya menjadi target pihak yang tidak suka akan kegiatannya.

"Urusan mati adalah hak prerogatif Allah. Kalau itu yang menjadi taruhan, saya ikhlas karena yang diperlukan Indonesia adalah meletakkan amanat di pimpinan. Saya ingin menyumbangkan pengetahuan dan fitrah

saya untuk memberikan kontribusi bagi bangsa ini," kata Bambang menahan tangis.

Dia pun meminta maaf kepada Pansel karena menangis.

Sebelum itu, ketika ditanya soal peranan KPK dan bagaimana ia memimpin ketika terpilih nanti, Bambang menguraikan setidaknya ada tiga hal yang harus ditingkatkan di internal KPK, yaitu pertama, konsolidasi kelembagaan sebagai penegak hukum. Kedua, membangun sinergi dan kepercayaan publik dan ketiga sosialisasi.

Soal tanggungjawab dan peranan seorang pemimpin KPK, Bambang menegaskan ketua KPK selain harus mampu menjadi manager juga harus memiliki insting legislatif. Bambang pun yakin dengan pengetahuan dan pengalamannya di bidang hukum bisa memenuhi. "Untuk itu saya bisa diandalkan," tegasnya.

Soal informasi negatif terhadap Bambang, Anggota Pansel Soeharto menanyakan perihal dirinya yang sempat dituding menjadi markus atau makelar kasus karena membela perkara kepailitan PT Dewata. Bambang pun megatakan dirinya memang pernah diterpa anggapan itu.

"Baru tiga hari, saya belum melakukan action (pembelaan) apa-apa tiba-tiba ada fax masuk ke saya yang ditembuskan kemana-mana yang menyebut saya markus. Saya sakit hati, tapi itu justru membuat saya semangat

melakukan investigasi lebih jauh," tandasnya.

Dia menceritakan, saat itu dirinya diminta membela perkara sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit dan harus membayar kewajiban. Pemilik perusahaan menolak membayar. "Saya tidak membela pengemplang, saat itu yang kita persoalkan adalah jumlah kewajibannya itu yang tidak jelas," belanya.

Mantan Wakil Ketua KPK yang juga anggota Pansel Erry Riyana Hardjapamekas menyinggung soal apa yang akan dilakukan Bambang menyikapi pertikaian antara lembaga penegak hukum yang belakangan terjadi dan bagaimana

memperbaikinya.

"Untuk itu, saya ajukan modal sosial saya, saat ini saya juga masih tercatat sebagai tenaga ahli di Kejaksaan. Bagaimana membangun succes story bukan rivalitas, saya bayangkan bagaimana dengan Polri ada training bersama, ada gelar kasus bersama dan membangun trust building bersama," urainya.

Dia menilai, selama ini ada pandangan diskriminatif terhadap aparat Kepolisian. Hal itu contohnya, nampak dari anggaran yang sangat rendah diberikan negara untuk operasional penanganan kasus khusunya di

tingkat polsek. "Selain gaji, operasional penanganan kasus hanya Rp2,5 juta setia bulan di setiap Polsek. Bagaiamana kita bangun Polisi yang baik kalau ada diskriminatif seperti ini," urainya. [nic]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar