💢fundamentalism
(redirected from Religious fundamentalism)Also found in: Thesaurus, Encyclopedia, Wikipedia.
Thesaurus
1.
Sociologist of religion David Lehman describes "fundamentalist religious globalization" as the way fundamentalists establish themselves in a new culture "without acknowledging this new culture"
2.
This contrasts against other religious migrants who normally change and adapt to a new culture. Richard T. Antoun adds the phrase totalism to the picture: "the religious orientation that views religion as relevant to all important domains of culture and society"
3.
Steve Bruce divides fundamentalism into two distinct types: (1) communal (giving Middle-Eastern Islam as an example) and (2) individual (giving strict Protestant conservativism as an example)
4.
Fundamentalists of text-based traditions treat a core holy text as infallible and inerrant
5,6
- for example in Islam the scribes who eventually wrote down Muhammad's recitations wrote that it was not Muhammad who wrote the Qur'an. They said that he merely recited the copy of it that Allah created in Heaven. Aside from Abrahamic religions other textual traditions encompass communities that fall into the same traps - "conservative Sikhs share the same abhorrence of modern textual interpretation and exegesis as Protestant Christian fundamentalists", writes one sociologist
7.
Fundamentalism is often sectarian and intolerant
8 -
because precise values are adopted so strictly every possibly interpretation of (vague) original ideas will result in two sides who stake their entire religious outlook on the fact that their interpretation is correct
9.
So fundamentalism is often seen as violent, intolerant, stubbornly backwards and inhuman. Such religions often try to control ideas and restrict free speech through blasphemy laws - Neil Kressel in his book on religious extremism lists "prohibition against blasphemy" as one of the three most dangerous manifestations of organized religion10. Religious extremism often involves an obsession with controlling female sexuality11. These traits all arise because the 'fundamentals' of a religion are held to be those morals, behaviours and beliefs held by the earliest followers, hence, fundamentalist ideas clash with modern society, clash with modern evidence and knowledge, and clash with modern tolerant morality.12 Usage of the Word 'Fundamentalist' The word fundamentalist was first used to describe some Protestant sects6 from the early 1900s who resisted modernity13. Curtis Lee Laws, editor of Baptist magazine Watchman-Examiner in 1920, encouraged fellow conservatives to rally under a new label, and wrote "we suggest that those who still cling to the great fundamentals and who mean to do battle royal for the fundamentals shall be called 'Fundamentalists'"14. He wanted "to create distance from the negative connotations of the word 'conservative', but since then fundamentalism soon became defined as a very extreme form of conservatism"12. Talk of a return to the 'fundamentals' of religion had been around for some preceding decades, although of course throughout all time, there have been groups and peoples who have been fundamentalist in the modern use of the word12. In the early 1970s 'fundamentalist' was used to refer only to those groups that also engaged in political or militant behaviour12 and for a while the term looked set to exclusively refer to Islamic groups6. Knowing the ambiguities, many academics are wary of the word. Torkel Brekke of the University of Oslo thinks we should only use it to describe movements that oppose modernity, and therefore only groups that have arisen after 1800-1850 CE15. It has instead grown to describe a huge variety of religious groups, often simply being a code-word for "a group we don't like"6, like the word "cult". Some notes from Steve Bruce, the sociologist of religion: “A sensible response to such promiscuous usage would be to drop the term altogether. Elias (1999: 86) notes that, seen in one light, all Muslims would have to be described as fundamentalist. [...] Although I accept all the reservations about 'fundamentalism', the term is now so firmly established in common parlance that we are unlikely to dissuade people from using it. Anyway, as Marty and others have suggested, there are enough common features in many fundamentalisms to justify pressing on with its use.” "Fundamentalism" by Steve Bruce (2008)6 Book CoverTerrorism and fundamentalism are not synonymous. There are many fundamentalist groups that are completely free from any hints of terrorism; for example Amish Christians and Jehovah's Witnesses. And there are many acts of terrorism that are more likely sourced from insanity than personal religiosity. Often, a group's religious identity is not truly the main impetus behind acts of illegal violence. So be warned not to confuse all religious violence with terrorism. “Similar tensions between ideological purists [... and] realists [...] in all political and cultural movements. [...] Virtually every movement, from animal rights to feminism, will embrace a spectrum ranging from uncompromising radicalism or extremism, to pragmatic accommodationism.” "Fundamentalism" by Malise Ruthven (2007)16
JAKARTA, KOMPAS.com
- Pertarungan Politik di Indonesia saat ini dinilai tidak lagi bisa dilepaskan dari keberadaan kelompok-kelompok aupun ormas berpaham radikal yang berbasis pada agama.
Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Budiman Sudjatmiko berpendapat bahwa konflik identitas cenderung meningkat seiring munculnya kelompok-kelompok radikal di dunia politik. Meski demikian dia menyebut politik keagamaan memang tidak bisa dipisahkan dari proses berdemokrasi.
Menurut Budiman ada dua jenis kelompok yang saat ini telah menunjukkan eksistensinya, yakni ekstremis dan fundamentalis.
Kelompok pertama adalah orang-orang yang memiliki pemahaman fundamentalis namun memiliki tindakan yang moderat. Artinya mereka tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyebarkan paham kelompoknya.
Budiman menyebut kelompok ini tidak berbahaya bagi proses demokrasi di Indonesia. Kelompok kedua adalah orang-orang yang memiliki paham fundamentalis dan memilih cara-cara ekstremis.
Mereka tidak segan melakukan kekerasan dalam memperjuangkan ideologinya. Kelompok ekstremis tersebut, kata Budiman, yang seharusnya diantisipasi atau dilarang karena berpotensi mengganggu proses berdemokrasi.
"Tindakan ekstremis itu melahirkan teror dan mengancam eksistensi kita (Indonesia)," ujar Budiman dalam sebuah acara debat terbuka di bilangan Wijaya II, Jakarta Selatan, Sabtu (7/1/2017).
Budiman menuturkan, dalam demokrasi, eksistensi sebuah kelompok tidak bisa meniadakan keberadaan atau paham kelompok lainnya. Oleh sebab, Pemerintah harus bisa merangkul kelompok-kelompok ekstremis dalam proses demokrasi agar mereka bisa mengubah pemahamannya.
"Kelompok-kelompok yang ada saat ini seharusnya membawa ide-ide mereka dalam politik keterwakilan. Selalu ada kemungkinan mereka bermetamorfosis. Saya ingin demokrasi itu terbuka untuk mereka, karema ketika di dalam, ada proses moderasi," ungkapnya.
"Saya tidak ingin kelompok ekstremis ini berubah menjadi fasis karena memilih berada di luar sistem demokrasi," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh politisi dari Partai Demokrat, Rachlan Nashidik. Menurutnya, pemerintah tidak bisa lagi menggunakan cara yang represif dalam mengantisipasi kelompok radikal.
Rachlan menuturkan, kelompok-kelompok radikal yang ada saat ini harus diakomodasi ke dalam sistem demokrasi. Dengan demikian, pemerintah akan lebih mudah mengontrol kelompok-kelompok tersebut. "Barangkali memang ada kelompok radikal itu, tapi harus ada cara yang berbeda dalam penanganannya. Tidak lagi dengan kekerasan. Pemerintah harus Mengakomodasi mereka ke dalam demokrasi agar mudah dikontrol," ujarnya.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Bambang Priyo Jatmiko |
💣
Mereka yang Terjerat
Penelusuran Liputan6.com mendapati ada setidaknya 10 tersangka ujaran kebencian terhadap presiden yang sudah ditangkap polisi. Ini daftarnya:
1. Muhammad Farhan Balatif (18)
Farhan atau Ringgo Abdillah ditangkap Jumat pekan lalu di Medan Timur. Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan laptop, 1 buah flashdisk 16 GB berisi gambar-gambar Presiden RI yang telah diedit, 3 unit ponsel, 1 unit router merek Huawei warna putih, dan 1 unit router Zyxel warna hitam.
Mantan siswa salah satu SMK di Medan itu telah ditetapkan sebagai tersangka, usai diperiksa di Markas Polrestabes Medan. Dia dijerat dengan pasal-pasal pidana termasuk UU ITE, dan terancam enam tahun penjara.
2. Jamil Adil (47)
Polisi menangkap Jamil, juga karena menghina Presiden dan Kapolri. Dia diringkus pada 29 Desember 2016, pukul 08.30 WIB. Lelaki ini merupakan warga Bantaeng, Jalan Kebon Baru, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
"Sekitar pukul 06.00 WIB, anggota Polri yang sedang mengatur lalu lintas menemukan adanya tulisan menghina dan mencaci-maki Presiden Jokowi dan Kapolri. itu kemudian difoto dan di-share ke grup Polsek Cilincing," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Yuldi Yuswan.
Polisi menangkap Jamil di pinggir jalan dekat rumahnya di Jl. Kebon Baru No. 24 RT10 RW10, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
Menggeledah rumahnya, polisi menyita berbagai barang bukti: satu kaleng cat pilox merek Diton warna hitam ukuran 300 cc, dua cat pilox merek Acrylic Epoxy warna putih ukuran 150 cc, dan satu cat pilox merek Acrylic Epoxy warna hitam ukuran 85 cc.
"Diduga cat itu yang digunakan pelaku untuk mencoret tadi. Belum diketahui apakah pria ini pura-pura gila, apa memang gila beneran. Ini masih diselidiki," kata Yuldi.
3. Ropi Yatsman (36)
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Mabes Polri menangkap Ropi di Padang, Sumatera Barat, 27 Februari 2017 lalu. Dia dituduh telah mengunggah dan menyebarkan sejumlah tulisan dan gambar hasil editan di media sosial, yang dinilai merupakan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.
Selain mengunggah gambar wajah Presiden Jokowi yang telah diedit, Ropi juga posting gambar wajah presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ropi dijerat pasal-pasal UU ITE, KUHP, dan UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
4. Rizal Ali Zain (37)
Pria ini membuat marah Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Pamekasan dan Pimpinan Cabang GP Ansor Pamekasan, Jawa Timur; melalui beberapa status yang dia tulis di linimasa Facebook miliknya. Berbagai status Rizal pun mengandung kata-kata hinaan terhadap Presiden Jokowi.
5. Yulianus Paonganan
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Yulianus Paonganan, pemilik akun @ypaonganan, sebagai tersangka kasus penyebaran konten pornografi. Yulianus melalui akun Facebook dan Twitter miliknya menyebarkan sebuah foto Presiden Joko Widodo yang tengah duduk bersama artis Nikita Mirzani.
Di foto yang diunggahnya itu tertera tulisan #papadoyanl***e.
Kalimat ini dianggap polisi mengandung unsur pornografi. Yulianus atau yang biasa dipanggil Ongen dijerat dengan UU Anti Pornografi dan UU ITE, dan terancam hukuman penjara minimal 6 tahun atau maksimal 12 tahun serta denda minimal Rp 250 juta atau Rp 6 miliar.
6. Muhammad Arsyad Assegaf (24)
Mabes Polri menyatakan Arsyad alias Imen (24) telah secara sengaja menghina Presiden Joko Widodo dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri di Facebook. Dia ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 23 Oktober 2014 dan dijerat UU Anti Pornografi dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara, dilapis pasal penghinaan di KUHP.
7. Sri Rahayu
Perempuan ini ditangkap Satgas Patroli Siber Polri di Cianjur, Jawa Barat, dini hari pada 5 Agustus 2017 lalu. Sri ditangkap karena mengunggah pesan dan konten berbau permusuhan, SARA, dan kabar bohong (hoax), antara lain konten yang memicu kebencian SARA terhadap suku Sulawesi dan China, penghinaan terhadap presiden, parpol, ormas, hate speech, dan hoax.
Dalam perkara ini polisi melibatkan sejumlah ahli bahasa. Akibat ulahnya, Sri Rahayu kini dijerat UU ITE dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
8. Muhammad Said
Warga Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat ini ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, lantaran mengunggah konten yang dinilai menghina Presiden Jokowi dan Kapolri, di akun Facebook-nya.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan konten yang diunggah Said juga mengandung unsur kebencian dan permusuhan SARA. "Post-nya mengandung unsur fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Presiden dan Kapolri," kata Fadil.
9. Bang Izal
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Izal, 21 Juli lalu. Sama seperti yang lain, dia juga dituduh menyebar ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menerangkan, "Selain menghina Presiden Jokowi, pelaku juga melakukan penghinaan terhadap partai, ormas, Polri dan kontennya berisi hate speech dan hoax."
Martinus menambahkan, pelaku mengunggah konten itu di sebuah akun Facebook bernama Faizal Muhamad Tonong.
10. Tamim Pardede (45)
Warga Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan ini diduga membuat dan mengunggah konten ujaran kebencian melalui sebuah akun Youtube bernama Prof. Tamim Pardede.
Dalam salah satu videonya yang berdurasi 3 menit 46 detik, Tamim menghina Presiden Jokowi, termasuk menantang Detasemen Khusus Anti Teror Polsi (Densus 88) untuk menangkap dan menembaknya.
Tamim ditangkap pada 6 Juni 2017.
"Ada juga video rekaman asli Tamim yang berbau SARA dan penghinaan terhadap pemerintah," ucap Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen M. Fadil Imran.
Fadil menambahkan aparat masih mendalami motif Tamim mengunggah video berbau SARA dan penghinaan tersebut. Tamim dijerat UU ITE.
👮
Meski tak rinci, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut adanya sejumlah penelitian yang menyorot kecenderungan minat generasi muda terhadap tokoh yang dia anggap radikal. Penelitian itu, menurut Mahfud, dilakukan di beberapa Madrasah Aliyah di sejumlah daerah.
"Disebutlah tokoh-tokoh seperti Abu Bakar Ba'asyir dan Habib Rizieq menempati urutan teratas," ujar Mahfud saat menjadi pembicara diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin, 21 Agustus 2017.
Nama-nama yang disebut Mahfud adalah narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang telah menjalani hukuman penjara hampir 7 tahun di penjara, serta Rizieq Syihab yang adalah petinggi organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI).
Dalam diskusi bertema 'Upaya Memperkuat Persatuan dan Kesatuan' itu, Mahfud menekankan pentingnya upaya UKP Pancasila untuk menguatkan pendidikan Pancasila.
UKP Pancasila yang anggotanya dilantik pada awal Juni 2017, menurut dia, ingin membendung radikalisme. Salah satu caranya adalah mengembalikan pendidikan Pancasila di sekolah.
"Sekarang Pendidikan Pancasila juga sudah tidak ada di sekolah. Lalu muncul kekhawatiran (radikalosme meluas) itu, maka harus dikuatkan kembali," tuturnya.
Dia tak sependapat bila pemerintah disebut bersikap keras terhadap ormas Islam. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, kata Mahfud MD, ditujukan pada semua ormas yang terindikasi Anti Pancasila. "Itu berlaku untuk semua (jenis ormas)."
YOHANES PASKALIS PAE DALE
"Sekarang Pendidikan Pancasila juga sudah tidak ada di sekolah. Lalu muncul kekhawatiran (radikalosme meluas) itu, maka harus dikuatkan kembali," tuturnya.
Dia tak sependapat bila pemerintah disebut bersikap keras terhadap ormas Islam. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, kata Mahfud MD, ditujukan pada semua ormas yang terindikasi Anti Pancasila. "Itu berlaku untuk semua (jenis ormas)."
YOHANES PASKALIS PAE DALE
Read more at http://nasional.tempo.co/read/news/2017/08/22/078901924/mahfud-md-khawatir-generasi-muda-idolakan-abu-bakar-baasyir#sURZUhc8RrigLAqX.99
😡
Kabar24.com, JAKARTA - Kepolisian Resor (Polres) Bogor menetapkan satu staf pengajar Pondok Pesantren (Ponpes) Ibnu Masud Bogor berinisial M (17) sebagai tersangka pembakaran umbul-umbul Merah Putih jelang perayaan HUT ke-72 RI."Motifnya yang bersangkutan mengaku anti NKRI, jadi marah sedang nonton televisi melihat bendera atau umbul-umbul sebagai representasi Negara Indonesia kemudian yang bersangkutan bakar," kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bogor AKBP Andi M Dicky Pastika Gading saat ditemui di Polres Bogor, Jumat.
Tersangka melakukan pembakaran umbul-umbul Merah Putih pada pada Rabu (16/8) pukul 20.30 WIB.
Dari lokasi Ponpes di Desa Sukajaya Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, kepolisian mengamankan 28 orang lainnya sebagai saksi dari pesantren dan lingkungan sekitar untuk pendalaman kasus.
Setelah pemeriksaan, kata dia, beberapa orang saksi dari lingkungan sekitar dan santri yang diamankan akan segera dipulangkan agar bisa melakukan aktifitas seperti biasa.
Kepolisian juga telah berkoordinasi dengan tokoh agama dan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk penyelidikan lebih lanjut terkait ijin bangunan pesantren dan ijin lembaga pesantren.
AKBP Dicky menyatakan anggota Pengendalian Massa (Dalmas) Polres Bogor siap terus mengamankan area pesantren.
"Kami akan amankan terus, Kemarin Perjanjiannya begitu tapi kita lihat perkembangannya bagaimana," katanya.
Tersangka M, terancam dijerat dengan Pasal 66 Jo 24 huruf A UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negera serta Lagu Kebangsaan, dan atau pasal 406 KUHP 2 tahun 8 bulan dan atau 187 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Sementara itu Kepala Desa Sukajaya Wahyudin Sumardi mengatakan, pihak pesantren menolak untuk memasang umbul-umbul Merah Putih.
Sumber : Antara
👀
TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono menyatakan pihaknya menunggu arahan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terkait beredarnya kabar yang menyebutkan sejumlah nama dosen di kampus itu menjadi pengurus atau simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).“Kami masih menunggu arahan pusat dari Kemenristekdikti menindaklanjuti kabar itu,” ujar Panut Mulyono di sela menjadi pembicara dalam rapat kerja pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta di Hotel Inna Garuda, Jumat, 21 Juli 2017.
Baca juga: HTI Dibubarkan, Polri: Seluruh Anggota Dilarang Dakwah Khilafah
Panut menuturkan bahwa sejumlah nama dosen UGM aktif yang disebut-sebut terlibat kegiatan HTI sejauh ini memang belum dalam bentuk informasi resmi atau klarifikasi internal. “Kalau daftar resmi nama-nama (yang aktif di HTI) memang saya belum pernah terima, tapi kalau tersiar kabar memang ada. Makanya kami tunggu arahan pusat dulu” ujar Panut.
Pasca-pembubaran organisasi HTI secara resmi oleh pemerintah per 19 Juli 2017 sebagai tindak-lanjut dari terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, beredar sebuah dokumen berisi nama pejabat pemerintahan hingga akademisi yang selama ini diduga menjadi pengurus atau simpatisan HTI.
Dalam dokumen yang tak diketahui sumbernya itu, sejumlah nama akademisi UGM disebut menjadi pengurus atau simpatisan HTI. Setidaknya, terdapat 7 dosen UGM yang berasal dari Fakultas Ekonomi, Teknik, dan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Juga 3 dosen dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hamfara Yogyakarta, termasuk Rektor STIE Hamfara yang tak lain adalah Juru Bicara HTI Ismail Yusanto. Ada pula 2 dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta serta satu dosen Universitas Muhammadyah Yogyakarta.
“Kami belum tahu pastinya (di UGM) berapa banyak yang terlibat (HTI),” ujar Panut.
Simak pula: Resmi Dibubarkan, HTI Yogya Mengadu ke DPRD
Soal tindakan apa yang akan dilakukan UGM terkait kabar nama dosen terlibat HTI, Panut menuturkan pihaknya tetap mengutamakan pendekatan persuasif. “Kami di kampus kan ada organ-organ yang bertugas mengawasi dan menangani dosen, pegawai, juga mahasiswa. Rektor tidak bisa mengambil tindakan langsung,” ujar Panut.
Organ-organ kampus ini, Panut menambahkan, berperan mengkaji hal-hal yang dianggap pelanggaran. Seperti Dewan Kode Etik yang menangani persoalan etika dan disiplin. “Nah kalau yang terlibat politik seperti organisasi (HTI) semacam ini, kami masih menunggu arahan Kemenristekdikti, akan ditangani seperti apa,” ujar Panut.
Panut menegaskan karena kabar soal nama dosen terlibat HTI itu belum pasti, pihaknya belum aktif melakukan langkah-langkah tertentu. “Tindakan universitas harus prosedural, ada arahan dari kemenristekdikti dulu, lalu kampus harus melakukan apa,” kata Panut.
PRIBADI WICAKSONO
👲
TEMPO.CO, New Delhi - Pemerintah India secara resmi mencabut paspor pengkhotbah kontroversial yang tengah menjadi buron, Zakir Naik. Pencabutan paspor yang membuat Zakir Naik secara otomatis tidak memiliki kewarganegaraan itu dilakukan menyusul rekomendasi dari National Investigation Agency (NIA) yang memasukkannya dalam Tindakan Pelanggaran Terkait Terorisme (Act of Action Act for the terror link).NIA telah mengumpulkan bukti bahwa lembaga swadaya milik Naik, Islamic Research Foundation, dan Peace TV digunakan untuk menyebarkan kebencian di antara kelompok agama yang berbeda. NIA juga menyelidiki pidato Naik yang diduga menghasut pemuda untuk melakukan tindakan teror.
Baca: Alasan India Keluarkan Surat Penangkapan Zakir Naik
"Naik telah dilaporkan melakukan perjalanan antara Arab Saudi, Malaysia dan negara-negara lain setelah meninggalkan India tahun lalu namun pencabutan paspornya sekarang akan membatasi pergerakannya," kata pejabat Biro Paspor RPO Mumbai, seperti yang dilansir Times of India pada 19 Juli 2017.
NIA menulis surat kepada RPO (Mumbai) pada 29 Juni untuk meminta mencabut paspor Naik dengan alasan bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif. Zakir Naik tiga kali mendapat pemberitahuan pemanggilan pada 28 Februari, 15 Maret dan 31 Maret. Namun Naik tidak kunjung hadir dalam persidangan.
Baca: Ditanya Jemaah Soal Pemimpin Non-Muslim, Ini Jawaban Zakir Naik
Naik meninggalkan India pada 13 Mei 2017. NIA kemudian mendekati Interpol untuk memberikan red notice. Selain tudingan terkait terorisme, Naik juga didakwa melakukan praktek kotor pencucian uang. Selama penyelidikan, NIA mengklaim telah menemukan 37 properti milik Naik dan perusahaan yang dijalankan olehnya, yang diperkirakan bernilai lebih miliaran dolar.
Naik telah dilarang untuk memasuki negara-negara seperti Kanada dan Inggris, namun disambut oleh banyak negara Muslim termasuk Malaysia, di mana dia menikmati fasilitas kartu tinggal permanen. Naik juga pernah datang ke Indonesia untuk dakwah ke sejumlah kota seperti Yogyakarta, Makasasar dan Bekasi.
Dalam beberapa bulan terakhir, dia telah memberikan wawancara dan mengadakan konferensi pers melalui Skype dari Arab Saudi. Zakir Naik mengklaim menerima tawaran kewarganegaraan dari setidaknya 10 negara, namun belum menentukan mana yang akan dipilihnya.
INDIA TODAY|TIMES OF INDIA|MALAYSIA KINI|YON DEMA
NIA menulis surat kepada RPO (Mumbai) pada 29 Juni untuk meminta mencabut paspor Naik dengan alasan bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif. Zakir Naik tiga kali mendapat pemberitahuan pemanggilan pada 28 Februari, 15 Maret dan 31 Maret. Namun Naik tidak kunjung hadir dalam persidangan.
Baca: Ditanya Jemaah Soal Pemimpin Non-Muslim, Ini Jawaban Zakir Naik
Naik meninggalkan India pada 13 Mei 2017. NIA kemudian mendekati Interpol untuk memberikan red notice. Selain tudingan terkait terorisme, Naik juga didakwa melakukan praktek kotor pencucian uang. Selama penyelidikan, NIA mengklaim telah menemukan 37 properti milik Naik dan perusahaan yang dijalankan olehnya, yang diperkirakan bernilai lebih miliaran dolar.
Naik telah dilarang untuk memasuki negara-negara seperti Kanada dan Inggris, namun disambut oleh banyak negara Muslim termasuk Malaysia, di mana dia menikmati fasilitas kartu tinggal permanen. Naik juga pernah datang ke Indonesia untuk dakwah ke sejumlah kota seperti Yogyakarta, Makasasar dan Bekasi.
Dalam beberapa bulan terakhir, dia telah memberikan wawancara dan mengadakan konferensi pers melalui Skype dari Arab Saudi. Zakir Naik mengklaim menerima tawaran kewarganegaraan dari setidaknya 10 negara, namun belum menentukan mana yang akan dipilihnya.
INDIA TODAY|TIMES OF INDIA|MALAYSIA KINI|YON DEMA
👺
Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memblokir aplikasi perpesanan Telegram segara mendapat reaksi dari warganet yang mengumpulkan petisi daring meminta pembatalan keputusan tersebut.
Sekira pukul 16.00 WIB Jumat, seorang pengguna laman petisi daring Change.org atas nama Dodi IR membuat petisi berjudulkan "Batalkan pemblokiran aplikasi chat Telegram" yang ditujukan kepada Kemkominfo.
Sejak empat jam dibuat, petisi tersebut sudah mendapat dukungan tak kurang dari 4.333 orang warganet, saat dikunjungi ANTARA News pukul 20.21 WIB.
"Memblokir Telegram dengan alasan platform itu dijadikan platform komuniksi pendukung terorisme mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya," tulis Dodi sebagai narasi pembuka petisnya tersebut.
"Lebih buruk lagi, karena pendukung terorisme atau hal-hal lain yang merongrong NKRI apa pun tetap bisa berkomunikasi di platform lainnya. Bila Anda aktif di Facebook, Whatsapp, BBM, mungkin juga pernah melihat konten kebencian atau 'anti-NKRI' dan sejenisnya yang melintas bebas dibagikan dan diteruskan ke khalayak luas," tambahnya.
Dodi menilai ada banyak fitur yang terdapat di dalam Telegram dan tidak ditemukan oleh aplikasi sejenis pendahulunya.
"Ada banyak pengguna Telegram yang menikmati fitur-fitur aplikasi tersebut yang tidak/belum mampu disediakan pendahulunya maupun app sejenis. Para pemakai Telegram juga sedikit tenang karena, setidaknya sejak didirikan, data mereka tidak dipakai perusahaan skala besar untuk keperluan monetisasi. Para pengguna itu menjadi korban karena tak bisa mengakses Telegram, atau harus repot sedikit untuk melangkahi blokir pemerintah."
"Sebaiknya pemerintah menunjukkan upaya terlebih dahulu dalam berkomunikasi dengan Telegram (yang pendirinya belum terlalu lama ini jalan-jalan dengan santai di berbagai pelosok Indonesia), yang senantiasa aktif menanggapi laporan blokir grup pendukung terorisme. Laporan-laporan itu bahkan dilakukan proaktif oleh beberapa orang dari komunitas pengguna Telegram."
Petisi tersebut berada di alamat ini.
(baca juga: Kemkominfo blokir aplikasi telegram)
👮
Jakarta detik- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan pemblokiran Telegram harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut yang bermuatan negatif.Konten negatif yang dimaksud antara lain, propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, gambar yang tak senonoh, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
"Di Telegram, kami cek ada 17 ribu halaman mengandung terorisme, radikalisme, membuat bom, dan lainnya, semua ada. Jadi harus diblok, karena kita anti radikalisme," papar menteri yang akrab disapa Chief RA, Jumat (14/7/2017).
Dengan temuan yang mengerikan itu, Rudiantara pun menyampaikan hal ini kepada Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, untuk segera mengeksekusi pemblokiran Telegram.
"Setelah berkomunikasi dengan mas Gatot (Panglima TNI), Pak Kapolri, mas Teten, ya sudah besok diblokir saja," lanjut Rudiantara di sela acara silaturahim bersama Dewan Pers di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Pencipta Telegram sendiri, Pavel Durov, sudah angkat bicara. Ia mempertanyakan masalah pemblokiran yang diklaim tanpa pemberitahuan dan koordinasi. Rudiantara pun sudah membantah klaim itu dalam berita sebelumnya.
"Kalau Google ada kantor perwakilan di Singapura, Twitter ada indonesia, kalau Telegram ini komunikasi harus lewat web service mereka. Mereka protes kok kita tidak diajak bicara tahu-tahu diblokir," sanggah Chief RA. (rou/rou)
👻
Merdeka.com - Pondok pesantren di Kota Tarakan, Kalimantan Utara dalam pengawasan Kodim setempat. Alasannya diduga Ponpes tersebut terkait dengan radikalisme.
Komandan Kodim 0907 Tarakan Letkol Inf Pujud Sudarmanto saat dikonfirmasi membenarkan telah melakukan pengawasan tersebut beberapa tahun terakhir.
"Alasannya, diduga pihak pengelola Ponpes tersebut mengajarkan paham radikal," kata Pujud, Jumat (7/7). Dikutip dari Antara.
Akibat ajaran kekerasan itu, tidak semua warga di daerah itu mampu bergabung dalam Ponpes itu. Namun masyarakat Kota Tarakan telah mengetahui nama Ponpes ini, sehingga sangat intens diawasi pergerakan dan pelajaran maupun kegiatannya.
Pujud belum dapat memastikan apakah Ponpes ini ada kaitannya dengan Islamic State Iraq and Syria (ISIS) atau tidak.
Untuk mengetahui pergerakan di ponpes ini, Kodim 0907 Tarakan terus melakukan pengawasan dan penyelidikan secara intensif dengan berbagai cara dan metode intelijen.
Komandan Kodim 0907 Tarakan mengajak instansi terkait seperti kepolisian dan seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi melakukan pencegahan, agar santri dan pengajar di ponpes ini tidak terjerumus dengan paham ISIS. [cob]
Nama Ketua Badan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah Zaenal Abidin masuk dalam 60 calon yang telah lolos seleksi tahap pertama. Hasil penelusuran Koalisi Selamatkan Komnas HAM menemukan bahwa Zaenal Abidin merupakan sosok yang mendeklarasikan berdirinya FPI di Jawa Tengah. Selan itu, Zaenal saat ini tercatat sebagai anggota Komisi Informasi Publik (KIP) Daerah Jawa Tengah.
"Dia (Zaenal Abidin) itu Komisioner KPI daerah. Dia pernah juga mendeklarasikan terbentuknya FPI Jawa Tengah," kata Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Andi Muttaqien di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (2/7).
Andi enggan mengungkap lebih jauh sosok Zaenal Abidin. Dia mengatakan seluruh hasil penelusuran terkait rekam jejak Zaenal Abidin dan calon lainnya akan diserahkan ke Panitia Seleksi (Pansel) Komnas HAM sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses seleksi. Hasil itu akan diserahkan pada Senin (3/7) besok.
Menurut Andi, tugas Pansel menelusuri lebih dalam rekam jejak petinggi FPI yang akrab disapa Zaenal Petir tersebut. Dia menyarankan Pansel tidak meloloskan Zaenal jika didapati memiliki rekam jejak sering melakukan tindakan kekerasan.
"Kalau ternyata dia anti terhadap keberagaman, kalau ternyata dia sering bubarkan diskusi yang justru itu adalah forum akademik misalnya, atau dia bahkan melakukan atau terlibat dalam kekerasan yang berbasis atas nama agama. Sebaiknya dia tidak diteruskan," katanya.
Apabila Zaenal Petir diloloskan oleh Pansel maka justru akan menyulitkan Komnas HAM periode selanjutnya. Dalam penilaiannya, tak mungkin Komnas HAM dipimpin seorang anggota yang justru bertolak belakang dengan semangat utama dari Komnas HAM dalam menjaga Hak Asasi Manusia di Tanah Air.
"Jadi enggak mungkin dia mengerjakan hal yang bertolak belakang dengan nuraninya sendiri," tegasnya.
Zaenal Abidin merupakan Lulusan Magister Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Dia mengaku ingin menjadi anggota Komnas HAM untuk membantu masyarakat.
"Saya tertarik masuk di Komnas HAM ingin berkecimpung secara langsung, bagaimana melakukan advokasi masyarakat yang tersingkirkan dari hak-haknya. Setelah tes tertulis lolos 60 besar, besok Kamis (18/5) saya akan mengikuti seleksi berupa dialog publik," kata Zaenal kepada merdeka.com di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/5).
Saat mendaftar seleksi komisioner Komnas HAM, pria yang akrab disapa Zaenal Petir mengaku rekan-rekan sesama anggota maupun pengurus FPI tidak tahu. Setelah berhasil lolos tahap awal, Zaenal baru akan melapor ke pengurus daerah.
"Saat saya mau mendaftar masuk Komnas HAM teman-teman FPI sebelumnya tidak mengetahui. Tapi hari ini saya tadi telepon beliau Pak Kyai Sihab (Ketua FPI Jateng Sihabuddin), untuk memberitahu bahwa saya besok akan seleksi kembali masuk Komnas HAM," ucapnya.
Menurutnya, siapa pun berhak mengikuti seleksi menjadi pejabat publik. Dia berpegang pada Undang-Undang. "Sesuai Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 setiap warga negara berhak untuk menjadi pejabat publik," terangnya.
Zaenal merasa menjadi korban, ketika orang mengaitkan pencalonannya sebagai komisioner Komnas HAM dengan aktivitasnya di FPI. Padahal, kata dia, pencalonannya atas nama pribadi bukan mewakili ormas. Apalagi FPI juga bukan ormas anti-Pancasila.
Meski mendapatkan pro kontra, Zaenal menyatakan tetap akan maju dan mengikuti tahapan seleksi untuk menjadi Komisioner Komnas HAM. [noe]
Komandan Kodim 0907 Tarakan Letkol Inf Pujud Sudarmanto saat dikonfirmasi membenarkan telah melakukan pengawasan tersebut beberapa tahun terakhir.
"Alasannya, diduga pihak pengelola Ponpes tersebut mengajarkan paham radikal," kata Pujud, Jumat (7/7). Dikutip dari Antara.
Akibat ajaran kekerasan itu, tidak semua warga di daerah itu mampu bergabung dalam Ponpes itu. Namun masyarakat Kota Tarakan telah mengetahui nama Ponpes ini, sehingga sangat intens diawasi pergerakan dan pelajaran maupun kegiatannya.
Pujud belum dapat memastikan apakah Ponpes ini ada kaitannya dengan Islamic State Iraq and Syria (ISIS) atau tidak.
Untuk mengetahui pergerakan di ponpes ini, Kodim 0907 Tarakan terus melakukan pengawasan dan penyelidikan secara intensif dengan berbagai cara dan metode intelijen.
Komandan Kodim 0907 Tarakan mengajak instansi terkait seperti kepolisian dan seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi melakukan pencegahan, agar santri dan pengajar di ponpes ini tidak terjerumus dengan paham ISIS. [cob]
👳
Merdeka.com - Koalisi Selamatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menelusuri rekam jejak 60 calon anggota Komnas HAM Periode 2017-2022. Hasil penelusuran disebutkan hanya 19 calon yang memiliki kompetensi baik.Nama Ketua Badan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah Zaenal Abidin masuk dalam 60 calon yang telah lolos seleksi tahap pertama. Hasil penelusuran Koalisi Selamatkan Komnas HAM menemukan bahwa Zaenal Abidin merupakan sosok yang mendeklarasikan berdirinya FPI di Jawa Tengah. Selan itu, Zaenal saat ini tercatat sebagai anggota Komisi Informasi Publik (KIP) Daerah Jawa Tengah.
"Dia (Zaenal Abidin) itu Komisioner KPI daerah. Dia pernah juga mendeklarasikan terbentuknya FPI Jawa Tengah," kata Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Andi Muttaqien di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (2/7).
Andi enggan mengungkap lebih jauh sosok Zaenal Abidin. Dia mengatakan seluruh hasil penelusuran terkait rekam jejak Zaenal Abidin dan calon lainnya akan diserahkan ke Panitia Seleksi (Pansel) Komnas HAM sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses seleksi. Hasil itu akan diserahkan pada Senin (3/7) besok.
Menurut Andi, tugas Pansel menelusuri lebih dalam rekam jejak petinggi FPI yang akrab disapa Zaenal Petir tersebut. Dia menyarankan Pansel tidak meloloskan Zaenal jika didapati memiliki rekam jejak sering melakukan tindakan kekerasan.
"Kalau ternyata dia anti terhadap keberagaman, kalau ternyata dia sering bubarkan diskusi yang justru itu adalah forum akademik misalnya, atau dia bahkan melakukan atau terlibat dalam kekerasan yang berbasis atas nama agama. Sebaiknya dia tidak diteruskan," katanya.
Apabila Zaenal Petir diloloskan oleh Pansel maka justru akan menyulitkan Komnas HAM periode selanjutnya. Dalam penilaiannya, tak mungkin Komnas HAM dipimpin seorang anggota yang justru bertolak belakang dengan semangat utama dari Komnas HAM dalam menjaga Hak Asasi Manusia di Tanah Air.
"Jadi enggak mungkin dia mengerjakan hal yang bertolak belakang dengan nuraninya sendiri," tegasnya.
Zaenal Abidin merupakan Lulusan Magister Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Dia mengaku ingin menjadi anggota Komnas HAM untuk membantu masyarakat.
"Saya tertarik masuk di Komnas HAM ingin berkecimpung secara langsung, bagaimana melakukan advokasi masyarakat yang tersingkirkan dari hak-haknya. Setelah tes tertulis lolos 60 besar, besok Kamis (18/5) saya akan mengikuti seleksi berupa dialog publik," kata Zaenal kepada merdeka.com di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/5).
Saat mendaftar seleksi komisioner Komnas HAM, pria yang akrab disapa Zaenal Petir mengaku rekan-rekan sesama anggota maupun pengurus FPI tidak tahu. Setelah berhasil lolos tahap awal, Zaenal baru akan melapor ke pengurus daerah.
"Saat saya mau mendaftar masuk Komnas HAM teman-teman FPI sebelumnya tidak mengetahui. Tapi hari ini saya tadi telepon beliau Pak Kyai Sihab (Ketua FPI Jateng Sihabuddin), untuk memberitahu bahwa saya besok akan seleksi kembali masuk Komnas HAM," ucapnya.
Menurutnya, siapa pun berhak mengikuti seleksi menjadi pejabat publik. Dia berpegang pada Undang-Undang. "Sesuai Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 setiap warga negara berhak untuk menjadi pejabat publik," terangnya.
Zaenal merasa menjadi korban, ketika orang mengaitkan pencalonannya sebagai komisioner Komnas HAM dengan aktivitasnya di FPI. Padahal, kata dia, pencalonannya atas nama pribadi bukan mewakili ormas. Apalagi FPI juga bukan ormas anti-Pancasila.
Meski mendapatkan pro kontra, Zaenal menyatakan tetap akan maju dan mengikuti tahapan seleksi untuk menjadi Komisioner Komnas HAM. [noe]
LONDON. Ibu dari pelaku serangan London Bridge, Inggris, merasa malu berduka untuk putranya Youssef Zaghba. Zaghba diketahui merupakan salah satu pelaku serangan London.
"Sangat mustahil bagi saya untuk mengatakan apa pun yang masuk akal," kata Valeria Collina Kadhija, ibu Zaghba.
Saat ditemui oleh BBC, Collina tengah duduk di lantai di depan pintu kamarnya.
Lampu-lampu dipadamkandan tirai penutup ruangan diturunkan. Di koridor, terlihat rak buku dengan hardcover, termasuk buku karya Hemingway dan George Bernard Shaw. Pada bagian dinding, ada sebuah sertifikat penghargaan seorang kerabat untuk jasanya pada Perang Dunia II melawan Nazi, Jerman. Tidak ada foto keluarga di dinding tersebut.
Valeria Collina merupakan orang yang masuk Islam. Dia mengenakan jilbab dan berbicara pelan kepada sekelompok wartawan yang datang.
"Dari 2016, ada masalah dengan putra saya. Ada fakta bahwa dia dihentikan di bandara Bologna saat berusaha untuk masuk ke Istanbul, lalu ke Suria. Dia kerap mengatakan kepada saya 'Ayo mama, mari pergi ke Suria. Di sana mereka menjalankan Islam murni'," ceritanya.
"Saya menjawab kepadanya, 'Apa kamu gila? Saya tidak berniat pergi ke Suriah denganmu atau dengan orang lain. Saya baik-baik saja di negara saya'," katanya.
Setelah dia dihentikan di bandara Bologna pada Maret 2016, polisi Italia mulai mengawasi putranya, langkah yang didukung oleh Valeria Collina. Polisi Italia berbagi informasi dengan badan intelijen negara lain, termasuk Inggris.
Namun, Youssef Zaghba yang berusia 22 tahun dan merupakan warga keturunan campuran Italia dan Maroko, masih diperbolehkan untuk bepergian ke luar negeri.
"Setelah seluruh insiden di bandara Bologna, saya mengatakan 'Kamu harus sempurna sekarang. Kamu tidak bisa berperilaku aneh di internet atau bertemu dengan orang asing.' Tapi kemudian dia kembali ke London..." katanya dengan suara bergetar.
Di London, lanjutnya, putranya mendapat kerja di kantor berita Islam. Namun dia khawatir karena putranya tampak sangat serius dan suram.
"Fotonya tampak serius. Jadi saya bergurau 'Bisakah kamu mengirimkan foto saat tengah tersenyum?'" jelasnya.
Mereka sempat berbicara untuk terakhir kalinya, dua hari sebelum dia melancarkan serangan.
"Telponnya sangat manis sekali. Kami bicara sangat normal," ceritanya lagi.
Setelah dia mendengar serangan London Bridge, Collina berusaha untuk menghubungi putranya. Namun tidak bisa.
"Kami mengirim seorang teman untuk melihatnya di rumah (di London). Pada titik itu, saya berpikir anak saya cemas bahwa polisi akan mencoba menghubungkannya dengan serangan yang terjadi. Saya pikir dia tengah bersembunyi," katanya lagi.
Namun, pada Selasa (6/6), polisi datang ke rumah untuk memberitahunya bahwa putranya merupakan salah satu penyerang London. Saat ini dia memikirkan seluruh keluarga yang menjadi korban dari aksi putranya.
"Saya bisa memahami dari tragedi pribadi yang saya alami. Namun saya bahkan tidak memiliki keberanian untuk membandingkan penderitaan saya dengan mereka. Ini seperti saya malu mengatakan 'Saya juga seorang Ibu, saya juga menderita'."
Dia juga mendukung keputusan para imam di Inggris yang tidak mau menyolatkan dan menguburkan jenazah anaknya.
"Saya mengerti bahwa merupakan hal yang benar dan sangat penting untuk memberikan sinyal kuat pada saat ini. Kita harus melakukannya. Karena media menuduh Muslim tidak melakukan apa-apa terkait hal ini. Tapi kita melakukannya," katanya.
Dia juga mengambil jarak dari aksi putranya.
"Ini merupakan hal yang sangat mengerikan. Hal ini seharusnya tidak terjadi dan tidak pernah terjadi lagi. Dan saya akan melakukan apapun yang saya bisa untuk mencegahnya. Kita membutuhkan lebih banyak edukasi bagi anak-anak muda," jelasnya.
👺
TEMPO.CO, Mumbai - Aamir Gazdar, asisten penceramah India, Zakir Naik, mengakui pernah menerima uang tunai 1,4 miliar rupee atau Rp 316,8 miliar.
Menurut Gazdar, ia diberi uang itu antara Agustus dan Oktober 2016 untuk disimpan di tempat aman, Zakir mengambilnya sedikit demi sedikit melalui seorang ajudan.
Seperti dilansir Times Of India, Senin, 1 Mei 2017, Gazdar ditangkap Direktorat Penegakan Hukum India atau DE pada awal Februari lalu dalam kasus dugaan pencucian uang Zakir Naik dan sejumlah entitasnya, termasuk yayasannya, Islamic Research Foundation atau IRF.
Gazdar mengatakan kepada National Investigation Agency atau NIA bahwa dia secara teratur menandatangani cek kosong dan pengembalian pajak penghasilan untuk perusahaan Naik.
Gazdar memegang 5 persen saham di perusahaan Naik, Longlast Constructions Pvt Ltd dan Harmony Media Pvt Ltd, dan merupakan pemegang separuh saham di dua perusahaan lainnya, Alpha Lubricants dan Majestic Perfumes.
Sisa saham di masing-masing perusahaan ini dipegang saudara perempuan Naik, Nailah Noorani.
Gazdar juga merupakan wali amanat dalam Islamic Research Foundation International dan direktur perusahaan Naik yang berbasis di Inggris, Universal Broadcasting Corporation Pvt Ltd Co dan Lord Production Pvt Ltd Co.
Menurut pernyataan Gazdar kepada NIA, modus operandi Naik adalah membentuk perusahaan bayangan dan menggunakannya untuk menghasilkan banyak uang.
Tidak jelas dari mana asal uang itu, tapi dikatakan bahwa Naik memanfaatkan keluarga serta pembantu yang tepercaya untuk terus mengembangkan usahanya.
Gazdar pertama kali bertemu Naik pada 2003 saat wawancara anaknya untuk masuk sekolah. Pada 2005, Naik mengundang Gazdar untuk menjadi mitra di Harmony Media, yang memproduksi konten untuk ditayangkan di Peace TV.
Sejak itu hubungan Zakir Naik dan Gazdar terus berkembang hingga dugaan pencucian uang itu muncul ke permukaan.
Zakir Naik saat ini masih menjadi buron otoritas India dalam kaitan dengan penyelidikan kasus terorisme. Organisasi yang dipimpin Zakir Naik, IRF, menjadi fokus penyelidikan terkait dengan terorisme di India. Organisasi itu telah dilarang di India.
Pada November 2016, media India melaporkan bahwa NIA telah menggerebek beberapa properti komersial dan residensial yang dimiliki Dr Zakir.
Pejabat NIA menyita beberapa dokumen yang diduga menunjukkan bahwa IRF telah mensponsori para calon milisi untuk melakukan perjalanan ke Suriah guna bergabung dengan kelompok radikal ISIS.
TIMES OF INDIA | YON DEMA
👳
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Panitia Tamasya Al Maidah, yang juga ketua dari kelompok Presidium Alumni 212, Ansufri ID Sambo mengklaim, ada 100 ribu peserta aksi yang telah mengonfirmasi datang ke Jakarta saat pencoblosan Pilkada DKI 2017 putaran kedua, Rabu, 19 April nanti. Mereka tergabung dari sejumlah daerah baik Jabodetabek, Medan, Madura, dan daerah lainnya.
"Sekitar 100 ribu orang sudah menyatakan siap sudah konfirmasi akan datang," tutur Ansufri saat konferensi pers di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/4/2017).
BACA JUGA
Ia menyebut, rencananya 100 orang akan diturunkan langsung memantau setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Jakarta. Dengan jumlah TPS yang diketahui sebanyak 13.034 lokasi, ia menambahkan, maka hitungannya akan ada sekitar 1,3 juta massa yang digerakkan dalam Tamasya Al Maidah itu.
"Kita harapkan nanti seperti itu," jelas dia.
Teknis Tamasya
Para peserta aksi yang datang dari luar daerah nantinya, ia menyampaikan, akan diterima masjid dan musala yang ada di Jakarta untuk menginap. Ia mengaku, pihaknya terus berkomunikasi menggandeng seluruh masjid dan musala di Ibu Kota untuk dapat menerima massa tersebut.
"Ini demi mengawal kemenangan umat Islam agar tidak dicederai oleh kecurangan-kecurangan. Walaupun sudah dilakukan oleh KPU dan lainnya, kami mensinyalir belum kuat. Ini supaya demokrasi tidak dicederai," tutur Ansufri.
Nantinya, para peserta Tamasya Al Maidah akan digerakkan ke sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang lokasinya berdekatan dengan masjid atau musala tempat mereka menginap. Jemaah akan memantau jalannya pemungutan suara di sana dari jauh.💣"Sekitar 20-30 meter. Datang, duduk, melihat saja. Kita tidak lakukan intimidatif. Kalau terjadi intimidasi di sana kita sorakin. Ini sudah banyak terjadi dan dibiarkan oleh aparat. Kita datang untuk mendukung petugas menegakkan kebenaran," jelas dia.
Peserta aksi pun tidak hanya diam saja. Akan ada yang melakukan dokumentasi baik melalui foto atau pun video hingga proses perhitungan suara di TPS selesai.
"Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran kita bawa ke ranah hukum," ucap Ansufri.
Setelah Tamasya Al Maidah berjalan sesuai rencana, massa akan dikumpulkan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat terlebih dahulu. Usai salat Maghrib berjamaah, mereka kemudian akan meninggalkan Jakarta dan kembali ke kota masing-masing.
"Kita sudah buktikan saat 212 kemarin kita damai. Sekitar 100 ribu orang sudah menyatakan siap. Nanti kita distribusikan ke TPS-TPS tempat sekitar mereka menginap," pungkas Ansufri.
💣
"Tidak ada kecurangan, tidak ada manipulasi, tidak ada pemilih siluman dan juga tidak ada provokasi-provokasi. Ini yang kita harapkan hasilnya besok betul-betul suara rakyat DKI bukan direkayasa, bukan dibuat-buat," harapnya saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/4).
Kabarnya, akan ada beberapa warga luar Jakarta yang ingin melakukan 'Tamasya Al-Maidah'. Mereka akan menjaga tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) agar tidak terjadi kecurangan ataupun intimidasi dari pihak tertentu.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini bilang itu merupakan hal yang biasa karena memang hal itu juga merupakan hak warga negara.
Menurut dia, rencana 'Tamasya Al-Maidah' oleh masyarakat karena adanya preseden buruk seperti yang terjadi Pilkada DKI Jakarta putaran pertama.
"Banyak sekali intimidasi terutama yang dilakukan oleh paslon lain dan disitu saya kira banyak contohnya. Salah satu yang kelihatan itu Iwan Bopeng, itu banyak sekali yang merasa ingin hadir untuk ikut mengawasi supaya ikut menjaga tidak terjadi kecurangan tidak terjadi intimidasi sebagainya," tukas Fadli Zon. [rus]
👹
Liputan6.com, Jakarta - Istri Pendiri Universitas Paramadina Nurcholis Madjid atau (Cak Nur), Ommy Komariah Madjid mengaku sedih melihat perkembangan Universitas Paramadina yang dinilai sudah kehilangan ruh perjuangan dan intelektualitas awalnya.
Hal ini disampaikan dalam diskusi publik Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa di Hotel Century, Jakarta, Rabu 12 April 2017. Pembicara diskusi terdiri dari Yenny Wahid, M Sobary, Abdul Muthi, dan Wahyuni Nafis.
BACA JUGA
Ommy mengatakan, kesedihannya muncul lantaran ada kelompok yang mematikan apa yang sudah dibangun Cak Nur di universitas tersebut, yakni pemikiran Islam yang plural dan demokratis.
Bahkan, belakangan oleh kelompok tersebut melarang menggelar dialog tentang pemikiran Gus Dur, Buya Syafii Maarif, dan Cak Nur.
"Saya sedih kemarin waktu dibatalkan dialog ini di kampus Paramadina dan tak boleh diskusi di kampus yang dibangun oleh Cak Nur. Nama Paramadina ciptaan beliau dan kampus juga memakai nama Nurcholis Madjid supaya semua nilai yang disampaikan Cak Nur bisa diteruskan. Tapi saya menjadi sedih ketika sekarang justru diskusi tentang pemikiran beliau di Paramadina malah dilarang," ujar dia.
Ommy menjelaskan, ketika Cak Nur sudah wafat, semestinya pemikiran beliau bisa terus dikaji, bukan malah nilai-nilai itu dimatikan. Apalagi pelarangan itu dilakukan di kampus yang ia dirikan.
Sekarang ini, lajut Ommy, di Paramadina nilai demokrasi dan keterbukaan sudah tidak ada lagi. Apalagi nilai-nilai pluralisme yang dirasa sudah hilang sama sekali.
"Bahkan sekarang banyak mahasiswa Paramadina yang mengeluh, kok kini tidak ini dan tidak boleh itu. Inilah yang membuat saya sedih," jelas dia.
Kendati demikian, Ommy menyampaikan terima kasih karena semangat dari sebagian kalangan dan anak muda yang masih membangun dialog dan diskusi keIslaman.
"Meski sedih tapi di sisi lain saya juga bergembira karena semangat intelektual anak-anak muda masih terus berkobar meskipun hawa di luar sana sangat panas. Mudah-mudahan diskusi di sini kita bisa merembugkan apa pemikiran tiga tokoh bangsa, yakni Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii Maarif," tandas Ommy.
👀
Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi menilai Tamasya Al Maidah dalam bentuk pengerahan massa ke TPS di seluruh DKI Jakarta adalah teror dan intimidasi politik. Menurut Hendardi, tamasya ini akan mempengaruhi pilihan warga yang bebas, jujur, dan adil.
"Sekalipun partisipasi pengawasan atas pelaksanaaan pilkada dijamin Undang-Undang, tetapi dalam konteks politik DKI Jakarta hal itu bermakna lain. Tamasya ini adalah teror dan intimidasi politik yang akan mempengaruhi pilihan bebas warga," ujar Hendardi di Jakarta, Sabtu (15/4).
Hendardi meminta semua pihak berhenti menebarkan kebencian dan intimidasi yang sudah banyak terjadi selama proses kampanye seperti terjadi sebelumnya. Saat 19 April 2017, kata dia adalah waktu bagi warga DKI menjadi wasit atas kontestasi politik lima tahunan itu.
"Tamasya Al Maidah jelas merupakan bentuk kampanye dan pemaksaan terbuka atas pilihan warga dalam pilkada, karena tamasya itu dipastikan berimplikasi pada ketakutan warga atas dampak pilihannya dalam pilkada," tandas dia.
Tamasya Al Maidah, lanjut dia, jika benar terjadi, masuk kategori pelanggaran serius yang terstruktur, sistematis dan massif, yang akan merusak integritas pilkada. Walaupun tidak secara terbuka tamasya itu dilakukan oleh pasangan calon tertentu, tetapi nalar publik telah mengaitkannya bahwa tamasya itu sebagai ajakan dan dorongan melarang pasangan yang dianggap menodai Al Maidah.
"Karena itu, Polri dan Bawaslu tidak bisa berdiam diri. Pengerahan massa itu harus dicegah karena merupakan pelanggaran pilkada dan tindak pidana pemilu," tegas Hendardi.
Yustinus Paat/YUD
BeritaSatu.com
Tamasya Al-Maidah (Al-Maidah Tour) organizer Ansufri Idrus Sambo said on Friday it expected 1.3 million people would join the program, in which they would be deployed to guard 13,032 polling stations across Jakarta during the runoff election slated for April 19.
One polling station would be observed by 100 people whose data had been gathered by the organizer through the Al Maidah Tour mobile application, he said.
“We target that each polling station could be monitored by 100 Muslims. Insya Allah [God willing], 1.3 million people will participate [in this program],” Ansufri said at Al Ittihaad Mosque on Jl. Tebet Mas Indah I, Tebet, South Jakarta.
Apart from monitoring the voting process to prevent any fraud, tour participants would move to encourage Muslim voters not to hesitate to exercise their voting rights.
Therefore, Ansufri said, it was expected this activity could lead to a fair and democratic election process in Jakarta.
Al Maidah Tour is named after a verse in the Al Quran that is often used by conservative Muslim political groups to urge Muslims not to vote for political candidates of different faiths.
The campaign team of Jakarta Governor Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, who is a Christian of Chinese descent, has voiced its concern about the program. It says the program may intimidate voters who want to vote for the incumbent and his running mate, Djarot Saiful Hidayat.
Ansufri said the organizer had requested all tour participants to maintain public order and to keep security and peace at polling stations. It would also coordinate with police personnel and polling station officers on Election Day. (ebf)
👎
Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi menilai Tamasya Al Maidah dalam bentuk pengerahan massa ke TPS di seluruh DKI Jakarta adalah teror dan intimidasi politik. Menurut Hendardi, tamasya ini akan mempengaruhi pilihan warga yang bebas, jujur, dan adil.
"Sekalipun partisipasi pengawasan atas pelaksanaaan pilkada dijamin Undang-Undang, tetapi dalam konteks politik DKI Jakarta hal itu bermakna lain. Tamasya ini adalah teror dan intimidasi politik yang akan mempengaruhi pilihan bebas warga," ujar Hendardi di Jakarta, Sabtu (15/4).
Hendardi meminta semua pihak berhenti menebarkan kebencian dan intimidasi yang sudah banyak terjadi selama proses kampanye seperti terjadi sebelumnya. Saat 19 April 2017, kata dia adalah waktu bagi warga DKI menjadi wasit atas kontestasi politik lima tahunan itu.
"Tamasya Al Maidah jelas merupakan bentuk kampanye dan pemaksaan terbuka atas pilihan warga dalam pilkada, karena tamasya itu dipastikan berimplikasi pada ketakutan warga atas dampak pilihannya dalam pilkada," tandas dia.
Tamasya Al Maidah, lanjut dia, jika benar terjadi, masuk kategori pelanggaran serius yang terstruktur, sistematis dan massif, yang akan merusak integritas pilkada. Walaupun tidak secara terbuka tamasya itu dilakukan oleh pasangan calon tertentu, tetapi nalar publik telah mengaitkannya bahwa tamasya itu sebagai ajakan dan dorongan melarang pasangan yang dianggap menodai Al Maidah.
"Karena itu, Polri dan Bawaslu tidak bisa berdiam diri. Pengerahan massa itu harus dicegah karena merupakan pelanggaran pilkada dan tindak pidana pemilu," tegas Hendardi.
Yustinus Paat/YUD
BeritaSatu.com
Tamasya Al-Maidah (Al-Maidah Tour) organizer Ansufri Idrus Sambo said on Friday it expected 1.3 million people would join the program, in which they would be deployed to guard 13,032 polling stations across Jakarta during the runoff election slated for April 19.COMMENTARY: Contemplating a sharia-influenced capital
- Ahmad Junaidi
The Jakarta Post
Some are hoping for a sharia-nuanced Jakarta, like Aceh’s capital Banda Aceh, the West Java town of Tasikmalaya or Tangerang on the outskirts of Jakarta, and some are not.
These contemplations have amplified after Aniejs was left as the only rival to incumbent Jakarta Governor Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama following last month’s first-round election. A recent exit poll by Indikator Politik finds that nearly 52.5 percent of voters favor Anies for the run-off election, versus 44 percent for Ahok.
Anies, a former culture and education minister, is known as a moderate Muslim intellectual and has denied accusations that he is sowing the seeds of conservative Islam in Jakarta, or allowing a culture of intolerance to build up against non-Muslims.
However, such expectations of a more sharia-nuanced city have come from his running mate, businessman Sandiaga Uno. Sandiaga said in January that he envisioned a sharia-inspired nightlife entertainment network in Jakarta. The American-educated Sandiaga sees current entertainment centers as places prone to drug and alcohol abuse and prostitution.
He said the nightlife entertainment programs, which he claimed would be modeled on the kind of night-life available in Dubai, would feature traditional dances, shalawat (salutation to Prophet Muhammad), religious studies and traditional music.
From a certain perspective, this could be a good thing. With such programs, vigilantes will not have as many opportunities to raid nightlife establishments and the firebrand Islam Defenders Front (FPI) could build up a better reputation by restraining it impulse to violence.
The possibility of a Muslim governor among those who want to see Ahok ousted and imprisoned for allegedly insulting Islam have led some to hope for the establishment of a moral police force like in Aceh, who can arrest gamblers, unmarried couples engaged in intimate contact (khalwat) and other such sinners.
Of course, the arrested people will not be whipped and caned by hooded figures like those in Aceh, since at present, Jakarta has no such bylaw regulating this kind of punishment.
However, the city council might think such a rule is needed for the good morals of Jakartans.
Some may think fears of the establishment of a moral police are groundless.
However, concerns about the expanding influence of sharia are fueled by Anies himself. In January, he turned up at the headquarters of the FPI, and passionately stated that he was neither a Shiite nor a liberal, as some conservative Muslims had claimed.
This statement might have been important for Anies, who holds a PhD in political science from the Northern Illinois University in the United States.
To lock in the Muslim vote, Anies might have calculated that securing the support of the “Islamic” base was a good deal more important that winning over the despised Shiite minority or the much-maligned “secular” people.
He has pledged to use next year’s budget to allocate some Rp 70 trillion (US$5.3 billion) to help all mass organizations (ormas) in the city, which would include Islamic groups.
Perhaps more importantly for voters, including many poor Muslims, he has pledged to use the budget to help residents buy houses or apartments through a long-term installment scheme without down payments.
In a meeting with FPI leaders, Anies has also said he had successfully extinguished a “fire” on his campus, the private Paramadina University where he was rector, a university that was founded by the progressive Muslim scholar Nurcholish Madjid, by rejecting proposals for classes on sexual minorities.
Anies’ objection to interfaith marriages reportedly ended the facilitation of such marriages by the Paramadina Foundation several years ago.
Perhaps Anies was also trying to convince the FPI that he shared their views on the “problem” of the “gays”.
Early last year, the FPI dispersed an event featuring lesbian, gay, bisexual and transgender Indonesians at a Central Jakarta hotel. Last November, the police reportedly broke up a gay party at an apartment in South Jakarta after receiving a tip-off from the FPI.
Many Western educated liberals have expressed dismay over Anies’ apparent shift, as they thought he was someone who generally supported liberal philosophy. In an article titled “Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik!” (It’s all about weaving nationalism. Period!) that he wrote in Kompas on Sept. 11, 2012, Anies decried attacks conducted by intolerant groups who were “tearing up the fabric of the nation.”
Roughly five years on, some observers might say Anies himself has helped to tear down the fabric of the nation by playing the religious card.
With his cool style, Anies has repeatedly denied that he is engaging in such fundamentally sectarian politics and denies his team was behind the controversial declaration of some mosques, through banners, that they would refuse to perform prayers for deceased Muslims who were suspected of supporting or voting for Ahok.
Criticism toward Anies is possibly exaggerated and merely an expression of a fear of Islam. What’s wrong with being religious, after all?
Anies, the founder of the nationwide Indonesia Mengajar (Indonesia teaches) movement, has pledged that if he wins the election, he will establish Islamic study groups in government offices as an example to other cities across the country, and will encourage mass prayers, which are recommended in Islam.
Under governor Anies, we would therefore witness supposedly lazy and corrupt civil servants become more religious.
Mosques in the offices of the administration will be full. People, including me, will again conduct our prayers in public, not just in front of my wife.
I will start showing my ability to read and memorize the Quran like I used to at a pesantren (Islamic boarding school) in East Java. All thanks to Anies.
Playing identity politics in this current wave of populism may indeed propel Anies to the governorship. He may make us all into devout civil servants.
But there are dramatic costs to playing the identity politics card. It is an extremely dangerous turn of affairs for those of us who cherish Indonesia’s peaceful diversity.
💣
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menyerukan untuk menggelar Aksi 114, yang merupakan aksi kelanjutan dari 411, 212, 313, yakni menuntut penegakan hukum atas terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
kedekatan itu, dekat antara tokoh dan "tokoh teroris"
Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya yang dilakukan di kawasan Monas, Aksi 114 akan bertempat di lokasi sidang Ahok, Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan.
Menurut Habib Rizieq, aksi yang rencananya dilangsungkan pada Selasa (11/4/2017) ini bertujuan untuk memastikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok dengan hukuman maksimal, yakni 5 tahun penjara.
Berikut seruan Habib Rizieq lewat akun Twitter-nya, Minggu (9/4/2017).
Aksi Bela Islam 114
11 April 2017
Ayo... Datangi Pengadilan di Gedung Kementerian Pertanian Jl. RM Harsono, Jakarta Selatan.
Selasa 11 April 2017
Jam 7 pagi s/d selesai
Ikut Sidang Penista Agama
Agenda Tuntutan Jaksa.
Ayo... Bersama Laskar FPI
Pastikan Tuntutan Jaksa Harus Maksimal 5 Tahun Penjara.
Tidak Boleh Kurang Walau Sehari.
Sebagai informasi, sidang ke-18 akan digelar pada Selasa (11/4/2017) besok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, dengan agenda sidang mendengarkan pembacaan tuntutan oleh JPU.
Ahok didakwa menistakan agama terkait pidatonya di Kepulauan Seribu pada September 2016 lalu yang menyinggung soal Surat Al Maidah ayat 51. Ia dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Reporter : Adiel Manafe
Editor : Y.C Kurniantoro
Sumber berita: http://www.netralnews.com/news/megap...gelar.aksi.114
kedekatan itu, dekat antara tokoh dan "tokoh teroris"
Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya yang dilakukan di kawasan Monas, Aksi 114 akan bertempat di lokasi sidang Ahok, Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan.
Menurut Habib Rizieq, aksi yang rencananya dilangsungkan pada Selasa (11/4/2017) ini bertujuan untuk memastikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok dengan hukuman maksimal, yakni 5 tahun penjara.
Berikut seruan Habib Rizieq lewat akun Twitter-nya, Minggu (9/4/2017).
Aksi Bela Islam 114
11 April 2017
Ayo... Datangi Pengadilan di Gedung Kementerian Pertanian Jl. RM Harsono, Jakarta Selatan.
Selasa 11 April 2017
Jam 7 pagi s/d selesai
Ikut Sidang Penista Agama
Agenda Tuntutan Jaksa.
Ayo... Bersama Laskar FPI
Pastikan Tuntutan Jaksa Harus Maksimal 5 Tahun Penjara.
Tidak Boleh Kurang Walau Sehari.
Sebagai informasi, sidang ke-18 akan digelar pada Selasa (11/4/2017) besok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, dengan agenda sidang mendengarkan pembacaan tuntutan oleh JPU.
Ahok didakwa menistakan agama terkait pidatonya di Kepulauan Seribu pada September 2016 lalu yang menyinggung soal Surat Al Maidah ayat 51. Ia dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Reporter : Adiel Manafe
Editor : Y.C Kurniantoro
Sumber berita: http://www.netralnews.com/news/megap...gelar.aksi.114
INTERVENSI LANGSUNG dan DAHSYAT terhadap PENGADILAN NEGERI 💣
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima Gerakan Nasional (GN) Komando Kawal Al Maidah (Kokam), Mashuri Masyhuda mengatakan, organisasinya akan fokus pada proses hukum penista agama.
Ia pun menilai wacana penundaan sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang digulirkan Kapolda patut diduga sebagai upaya intervensi proses hukum.
"Kami tegaskan bahwa umat Islam sudah cukup bersabar dengan proses hukum penistaan agama ini," kata Mashuri kepada Republika.co.id melalui keterangan tertulisnya, Senin (10/4).
Menurutnya, akan lebih berisiko jika proses hukum ini diundur. Jutaan umat Islam yang merasa dihinakan kitab sucinya bisa kembali melakukan tuntutan atas ketidak adilan yang semakin norak dipertontonkan rezim hari ini.
"GN Kokam siap menurunkan jutaan eksponen warga dan simpatisan Muhammadiyah jika terbukti pemerintah bermain-main dengan kasus penistaan agama ini," ujarnya.
Ia menegaskan, ini persoalan aqidah Islam yang diusik. Jika persoalan aqidah, siapapun yang beriman terhadap kitab suci Alquran pasti akan bersikap tegas.
👀
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ustadz Tengku Zulkarnain menilai video kampanye pasangan Cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Cawagub Djarot Saiful Hidayat, memojokan umat Islam. Ia pun meminta KPU da Bawaslu menarik iklan tersebut.
Dalam video kampanye tersebut, terlihat dua orang wanita, satunya masih remaja dan satunya seorang ibu. Keduanya terlihat panik karena mobil mereka dirusak massa. Kemudian sekumpulan pria dengan baju putih dan peci digambarkan berteriak-teriak melakukan aksi demo yang menimbulkan kerusuhan.
"Apa maksud video tersebut. Apakah orang Islam digambarkan sebagai orang jahat?," katanya, Ahad (9/4).
Ustadz Tengku menilai, iklan tersebut justru jauh dari nilai Kebinekaan yang digaungkan oleh pasangan Ahok-Djarot. Ia melanjutkan, perlu digarisbawahi dalam UUD 45 Pasal 28 E Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ustadz Tengku menegaskan berdasarkan undang-undang tersebut, maka setiap WNI berhak menjalankan hidup sesuai agamanya. Termasuk dalam memilih pemimpinnya.
"Dalam Islam di Alquran dan hadis disebutkan umat Islam harus memilih pemimpin sesuai dengan agamanya. Makanya bahaya sekali kalau menafsirkan Bineka itu berarti membuang agamanya," ujarnya.
Ia melanjutkan, oleh karena itu iklan kampanye ini berbahaya sekali. Ustadz Tengku mencontohkan, apakah jika warga Manado yang mayoritas Nasrani kemudian memilih pemimpin Nasrani berarti tidak Bineka.
"Apakah kalau warga NTT yang mayoritas Nasrani memilih pemimpin Nasrani berarti tak Bineka. Makanya kampanye ini menyesatkan makna Bineka. Oleh karena itu saya meminta agar KPU dan Bawaslu menarik iklan kampanye ini," tegasnya.
KPU dan Bawaslu, lanjutnya, harus segera mencabut iklan kampanye pilkada tersebut. "Sebab iklan kampanye tersebut menyesatkan dan berbahaya," ucapnya.
👮
Jakarta - Jamaah Pengajian Pendukung Ahok Djarot (Jampe2aja) yang tersebar di wilayah DKI Jakarta dalam waktu dekat akan membentuk satgas anti intimidasi untuk mengantisipasi kecurangan dan upaya pemaksaan yang dilakukan di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
“Dalam waktu dekat kita akan bentuk satgas anti intimidasi. Nantinya jika terjadi upaya kecurangan dan pemaksaan maupun intimidasi laporkan dan saat di TPS nanti yang perlu diwaspadai, banyak intimidasi bertebaran,” tegas Ketua Forum Komunikasi Ulama dan Masyarakat (Forkum) Gus Sholeh Mz dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (30/3).
Lebih lanjut, Gus Sholeh juga mengajak basis majelis taklimnya mulai dari Jakarta Utara, Jakarta Selatan, maupun Jakarta Timur untuk berjuang memenangkan Basuki Djarot saat pencoblosan Pilkada DKI nanti pada 19 April 2017 dan diminta untuk tidak takut kedatangan orang luar daerah yang ikut campur dalam pesta demokrasi di Jakarta nanti dengan kemasan Tamasya Al Maidah.
“Insya Allah Basuki Djarot pasti menang sebagai Gubernur & Wagub, asal tidak ada intimidasi dan kecurangan,” tutur dia.
Gus Sholeh juga menyayangkan kuatnya isu SARA yang semakin memanas dan meruncing di masyarakat. Disisi lain, Anies baru mengeluarkan himbauan untuk menurunkan spanduk dan memerintahkan relawan menshalatkan jenazah yang ditolak setelah kasus penolakan menshalatkan jenazah pendukung Basuki Tjahaya Purnama viral di media sosial.
“Banyak yang mengatakan himbauan Anies ini tidak ada gunanya lagi. Masyarakat sudah terkotak-kotak dan konflik horizontal tinggal menunggu percikan saja untuk terjadinya kontak fisik. Belum jadi Gubernur saja sudah mengkotak-kotakkan apalagi nanti kalau sudah jadi,” terang Gus Sholeh.
Lebih jauh, Gus Sholeh menyindir kubu sebelah yang saat orasi-orasi kampanyenya bertolak belakang dengan para pendukung dan akar rumputnya. Saat pimpin kampanye, membawa persatuan tidak boleh mengkotak kotakkan tapi para pendukung dan akar rumputnya justru melakukan pengkotak-kotakan dan memancing perpecahan.
Gus Sholeh juga menyebutkan bahwa dalam Alquran, ada tiga ciri orang munafik. Pertama, orang munafik cenderung berkata tidak jujur di mana tidak pernah konsisten dengan apa yang dikatakannya. Bahkan ada dikotomi yang tajam antara apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat.
”Terima kebenaran, walaupun itu datang dari orang kafir atau anak kecil. Kita tidak boleh menafikan kebenaran hanya karena kebencian atau perasaan tidak suka terhadap seseorang. Kita harus berlaku adil. Adil itu dekat dengan ketakwaan. Jadi, dalam Islam tidak boleh bertindak tidak adil karena kebencian atau karena tidak suka,” kata dia.
Ciri kedua, kata dia orang munafik mudah memberi janji, tetapi kemudian tanpa beban mengingkarinya. Orang munafik, menurut dia, biasanya pandai merangkai kata dan santun dalam tutur kata maupun perilaku, sehingga membuat orang terbuai dan terjebak dalam kemunafikannya.
”Kita tidak bisa menggantungkan harapan atau menggadaikan masa depan kita pada janji-janji yang tidak realistis, apalagi diucapkan oleh tipe orang yang munafik dan memiliki rekam jejak yang tidak teruji,” ungkapnya.
Ciri ketiga, tambah dia, orang munafik jika diberi amanah pasti akan mengkianati amanah tersebut. Orang munafik memanfaatkan amanah yang diterimanya bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan diri atau kelompoknya. Hal itu terlihat dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah menyengsarakan rakyat.
“Karena itu, kami mengimbau masyarakat untuk cerdas memilih. Kita butuh pemimpin dunia yang kompeten dan memiliki integritas teruji, memiliki rekam jejak yang baik dan telah memberi bukti kerja nyata, bukan sekedar janji. Kota Jakarta membutuhkan pemimpin yang jujur, tegas dan visioner. Sejauh ini, pemimpin ideal yang didambakan ada dalam diri pasangan Ahok – Djarot. Pasangan petahana ini telah memberi bukti nyata bagi rakyat Jakarta melalui program-program,” pungkas dia.
Imam Suhartadi/IS
Investor Daily
👀
Merdeka.com - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin mengomentari insiden jenazah yang tidak disalatkan karena pilihannya di Pilgub DKI 2017. Menurutnya, jika masih ada orang yang menyalatkan, maka itu tidak menyalahi aturan agama.
"Kalau menurut ajaran Islam kan untuk menyalatkan jenazah itu fardhu kifayah, jadi kalau sudah ada yang menyalatkan, yang lain sudah bebas," kata Ma'ruf, di Hotel Crowne Plaza, Senin (27/3).
Ma'ruf menjelaskan, untuk menyalatkan jenazah memang tidak diwajibkan hukumnya, sehingga sah-sah saja jika ada yang enggan untuk ikut menyalatkan.
"Kalau orang tidak mau menyalatkan ya itu haknya dia untuk tidak menyalatkan ya kan? Kalau jenazah harus disalati itu fardhu kifayah, gitu saya kira," ujar Ma'ruf.
Lain halnya jika sama sekali tidak ada yang menyalatkan, maka semua orang di daerah tersebut akan berdosa hukumnya.
"Ya dosa semua kalau enggak nyalatkan, dosa semua. Harus ada yang menyalatkan," tandas Ma'ruf. [rnd]
💣
Merdeka.com - Rakyat DKI Jakarta tengah disuguhkan adu ide dan gagasan oleh para kandidat calon gubernur dan wakil gubernur Ahok- Djarot vs Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017. Tak sedikit, momen saling serang dan sindir satu sama lain dilakukan baik oleh sang calon, ataupun para tim pemenangannya.
Sayang, adu visi dan misi yang harusnya mencerdaskan pemilih Jakarta justru dibumbui dengan aroma SARA. Tak cuma menimpa Ahok dengan penistaan agama, pribadi Anies juga diserang yang disebutkan tak pernah menunaikan ibadah haji.
Isu agama yang meramaikan Pilgub DKI ini pun disayangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi meminta, agar dipisahkan antara politik dan agama.
"Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena Pilkada. Benar nggak? Karena pilgub, pilihan bupati, pilihan walikota, inilah yang harus kita hindarkan," kata Presiden saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, seperti dilansir Antara, Jumat (24/3).
Kepala Negara meminta tidak mencampuradukkan antara politik dan agama yang saat ini berujung pada konflik di masyarakat. "Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," katanya.
Jokowi meminta pemuka agama mengingatkan umatnya tentang keragaman ini harus dirawat agar tidak menimbulkan perpecahan.
"Para ulama agar disebarkan, diingatkan, dipahamkan pada kita semua, bahwa kita ini memang beragam, anugerah yang diberikan Allah bahwa kita beragam," kata Jokowi.
Namun pernyataan Jokowi ini tidak sejalan dengan Ketua MUI KH Ma'ruf Amin. Menurut dia, politik dan agama justru tak bisa dipisahkan.
Dalam pandangannya, politik dan agama seharusnya bisa saling menopang agar kehidupan berbangsa menjadi kuat.
"Agama dan politik itu kan saling mempengaruhi, kehidupan politik kebangsaan itu juga harus memperoleh pembenaran dari agama, kalau enggak ya bagaimana?," kata Ma'ruf, di Hotel Crowne Plaza, Jakarta Pusat, Senin (27/3).
Dia mencoba menafsirkan maksud pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu yang menyatakan bahwa kehidupan agama dan politik tidak boleh dicampuradukkan.
"Itu harus saling menguatkan tapi bukan dalam arti agama yang radikal. Ya mungkin yang dimaksud oleh Presiden itu paham-paham yang bertabrakan sehingga menimbulkan masalah," ujarnya.
Rais Aam PBNU ini mengatakan, agama berfungsi mencari pembenaran. Sehingga tidak mungkin jika keduanya yakni agama dan politik dipisahkan.
💥
Liputan6.com, Melbourne - Pihak kepolisian memastikan seorang pria di Melbourne, Australia, membunuh istrinya. Ia kemudian memotong-motong tubuh sang istri di depan ketiga anak mereka.
Hal itu dilakukan karena sang istri tidak mengizinkan suaminya bergabung dengan kelompok teroris ISIS. Insiden itu terjadi pada 2016 lalu.
BACA JUGA
Pria berusia 35 tahun itu kini tengah menjalani sidang pembunuhan terkait kematian sang istri. Keluarga itu tinggal di daerah Broadmeadows di pinggiran Melbourne.
Pelaku juga dituduh memukul kepala kedua anaknya yang berusia di bawah 6 tahun. Dokumen pengadilan mengungkap, yang bersangkutan didakwa pula telah menyiram balita perempuannya dengan air panas.
Identitas pria tersebut tidak bisa diungkap guna melindungi identitas anak-anaknya. Demikian dikutip dari Australia Plus, Senin (27/3/2017).
Menurut dokumen yang diajukan polisi ke pengadilan, pria itu ditahan dengan dakwaan pembunuhan terhadap istrinya ketika polisi mendatangi rumah mereka bulan Juli 2016 dan mendapati anak-anak mereka juga mengalami cedera di kepala.
Ketiga anak tersebut dibawa ke RS Royal Children Hospital di Melbourne. Anak-anak itu mengatakan kepada polisi bahwa mereka menyaksikan ayah mereka memotong tubuh ibunya dengan pisau di ruang tamu.
Salah seorang anak mereka mengatakan bahwa tubuh ibu mereka penuh dengan darah.
Mereka mengatakan kepada polisi bahwa ayah mereka kemudian membungkus jasad istrinya yang berusia 27 tahun, dengan plastik serta selimut, sebelum memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Pria tersebut kemudian membawa jasad istrinya ke semak-semak di dekat sebuah lapangan tenis dan membuangnya di sana. Ia kemudian membawa anak-anaknya yang berada di dalam mobil, ke toko roti untuk membeli penganan.
Jasad perempuan malang itu ditemukan dengan tubuh penuh sayatan tajam termasuk di wajah, kaki dan punggung bagian bawah.
Menurut dokumen pengadilan, pria tersebut memberitahu iparnya bahwa dia bertengkar dengan istrinya, terkait dengan keinginannya ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Enam bulan sebelumnya dalam sebuah pertengkaran, pria ini pernah melukai tangan istrinya.
Beberapa bulan sebelum kematiannya, polisi mengatakan bahwa sang istri tidak diizinkan meninggalkan rumah, berbicara dengan sanak keluarganya atau menonton televisi.
Suaminya juga memasang terpal besar di pagar belakang rumah mereka guna mencegah tetangga melihat rumah mereka, dan memasang jendela depan rumah dengan penutup.
Anak-anak mereka tidak pernah bersekolah dan tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik.
"Pria ini hanya ingin anak-anak mereka berbicara dalam bahasa Lebanon, dan belajar Alquran," demikian disebutkan dalam berkas tuntutan tersebut.
"Dia ingin mengajarkan mereka mengenai senjata, pedang, perang dan jihad."
Sidang praperadilan kasus ini sedang dilangsungkan dan akan berakhir hari Senin 27 Maret di mana Magistrat akan memutuskan apakah terdapat cukup bukti untuk mengadili pria tersebut.
👮
POPULI Center menyoroti kondisi intoleransi yang terjadi di DKI Jakarta. Lembaga itu mendapati, sekitar 71% warga Ibu Kota menilai intoleransi sudah dalam taraf mengkhawatirkan.
Peneliti Populi Center, Usep S Ahyar mengatakan penyumbang mencuatnya intoleransi salah satunya adalah masa kampanye Pilkada DKI. Menurut dia, masa kampanye yang terlalu panjang justru minim kontribusi dalam pendidikan politik.
"Yang ada malah masyarakat makin memainkan isu SARA yang mengkhawatirkan," kata Usep dalam diskusi di Kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Kamis (23/3).
Selama masa kampanye, kata dia, banyak berita bohong alias hoax yang beredar. Selain itu, muncul juga dominasi simbolik yang bisa diartikan sebagai tekanan politik.
Dominasi simbolik, lanjutnya, terjadi ketika ada sebuah pendapat yang boleh jadi berasal dari seseorang yang punya kepentingan atau kekuasaan, sampai kemudoan diamini oleh awam.
Karena itu, Usep mengaku pernah mengkritik soal masa kampanye Pilkada DKI yang terlalu panjang ini. Menurutnya kampanye di DKI tak ubahnya ajang 'tawuran' antar warga. 'Memperpanjang kampanye, sama dengan memperpanjang tawuran," katanya.
Faktor lain, menurut Usep, menguatnya politik identitas selama Pilkada DKI. Misalnya, politik yang mengacu pada identitas tentu seperti agama. "Padahal kan dalam bernegara agama tertentu tidak ada hirarki, datanya nominal kalau dalam bahasa statistik," lanjut Usep.
Menurut peneliti Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, temuan itu menunjukkan ada pergeseran sosial di Jakarta. Warga DKI khususnya, kata dia, mulai tidak sadar dengan keberagaman yang ada. Fenomena ini, menurut dia, terjadi sejak rezim Orde Baru runtuh. (MTVN/X-12)
- See more at: http://mediaindonesia.com/news/read/97860/intoleransi-di-jakarta-dinilai-mengkhawatirkan/2017-03-23#sthash.9etFcHzg.dpuf
👮
The Jakarta Police have warned people not to take part in the so-called Al-Maidah Tour, which is being facilitated through an Android application that encourages Indonesians to come to Jakarta to guard polling stations during the April 19 Jakarta gubernatorial election runoff.
The Tamasya Almaidah app is named after a verse in the Quran that is often used by certain Muslim conservative political groups to urge Muslims to only vote for political candidates of the same faith as themselves.
Jakarta Police deputy police Brig. Gen. Suntana said on Tuesday that guarding voting stations was part of the police’s job. “We have been given the authority of preventing foul play during the runoff as well as guarding polling stations from potential threats.”
However, the police say they will allow citizens to participate in safeguarding the election as long as they have no intention of intimidating voters from choosing a certain candidate. “But if they want to provoke voters in any way, we will restrict them,” Suntana said.
He also said that the police would investigate the origin of the movement.
At the time of writing, the app was still available for download despite having been protested and reported by Android users. The app has received mostly five-star ratings.
Whether the app stays online or not, Jakartans set to witness a divisive political contest between incumbent candidate Basuki Tjahaja Purnama, who is a Christian of Chinese ethnicity, and his rival Anies Baswedan, who is supported by some conservative and radical Muslim groups, in the lead up to the runoff. (dea)
👃
Sebuah foto yang menampilkan secarik kertas dengan judul "Akad Kontrak - 'AQD AL ITTIFAQ" beredar di media sosial. Di situ, terdapat tandatangan yang mengatasnamakan Anies, juga pasangannya, Sandiaga Uno. Juga tandatangan perwakilan Hizbut Tahrir Indonesia, Kiai Haji Ismail Yusanto; Forum Umat Isam, Kiai Haji Muhammad Al Khaththath; dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Muhammad Sidik.
Baca: Lift Blok M Square Jatuh dan Cerita Anies yang Lolos dari Maut
Kontrak yang diteken pada 7 Februari 2017 itu tertulis, "Dengan memohon rahmat Allah SWT dan syafaat Rasullulah Muhammad SAW, SAYA ANIES BASWEDAN dan SAYA SANDIAGA UNO MENYATAKAN SIAP MEMIMPIN DKI JAKARTA dengan nilai-nilai SYARIAT ISLAM dan mendengarkan nasihat para Musafir dan Ulama."
Melalui pesan WhatsApp, Anies menegaskan bahwa tandatangan di kontrak tersebut bukan miliknya dan menyertakan foto tandatangan aslinya. Ia juga menyatakan tidak pernah meneken akad kontrak tersebut, dan curiga ada seseorang yang sengaja memfitnahnya. "Apakah mereka sudah sepanik itu hingga membuat fitnah-fitnah?" kata dia tanpa menjelaskan lebih lanjut soal pihak yang dicurigainya.
Menurut Anies, ada beberapa versi akad kontrak yang beredar dan dianggap aneh. Salah satunya ialah dengan tulisan, "Dengan memohon keridhoan Allah SWT dan syafaat Rasulullah Muhammad SAW, Saya Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menyatakan siap memimpin Jakarta dengan adil dan asyik, dengan berpihak pada yang kecil tetapi akrab dengan yang besar, dengan tegas tetapi penuh welas asih."
FRISKI RIANA
Kontrak yang diteken pada 7 Februari 2017 itu tertulis, "Dengan memohon rahmat Allah SWT dan syafaat Rasullulah Muhammad SAW, SAYA ANIES BASWEDAN dan SAYA SANDIAGA UNO MENYATAKAN SIAP MEMIMPIN DKI JAKARTA dengan nilai-nilai SYARIAT ISLAM dan mendengarkan nasihat para Musafir dan Ulama."
Melalui pesan WhatsApp, Anies menegaskan bahwa tandatangan di kontrak tersebut bukan miliknya dan menyertakan foto tandatangan aslinya. Ia juga menyatakan tidak pernah meneken akad kontrak tersebut, dan curiga ada seseorang yang sengaja memfitnahnya. "Apakah mereka sudah sepanik itu hingga membuat fitnah-fitnah?" kata dia tanpa menjelaskan lebih lanjut soal pihak yang dicurigainya.
Menurut Anies, ada beberapa versi akad kontrak yang beredar dan dianggap aneh. Salah satunya ialah dengan tulisan, "Dengan memohon keridhoan Allah SWT dan syafaat Rasulullah Muhammad SAW, Saya Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menyatakan siap memimpin Jakarta dengan adil dan asyik, dengan berpihak pada yang kecil tetapi akrab dengan yang besar, dengan tegas tetapi penuh welas asih."
FRISKI RIANA
JAKARTA - Calon wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menanggapi santai perihal beredarnya kontrak politik yang berisi kesediannya menggunakan syariat Islam bila terpilih bersama Anies Baswedan memimpin Ibu Kota selama lima tahun ke depan.
Pria yang karib disapa Sandi itu, menilai orang yang berani memalsukan tanda tangannya itu kurang mahir. Menurutnya, tanda tangan dirinya tak seperti yang tertuang dalam surat yang beredar di media sosial itu.
BERITA REKOMENDASI
"Ya itu enggak bener. Mirip aja enggak itu tanda tangan saya," ucap Sandi saat ditemui ketika menyapa warga Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).
Lebih lanjut, Sandi menjelaskan bahwa penyebaran surat tersebut merupakan sebuah fitnah yang sangat keji pada putaran kedua Pilgub DKI 2017.
Ia menduga, penyebaran surat ini dilakukan oleh oknum untuk menganggu kerukunan antar umat di Jakarta dan menyebarkan opini yang menyesatkan tentang dirinya dan Anies.
"By the way on the way busway, itu sangat keji. Digunakan oknum yang tidak bertanggung jawab dan oknum yang tidak menginginkan Jakarta itu rukun," tandasnya.
(Baca Juga: PKS: Pilkada DKI Telah Dicemari Limbah Fitnah!)
Sebelumnya, sebuah surat yang berisi kontrak politik beredar hingga menjadi viral di dunia maya. Dalam surat tersebut tertera nama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Disebutkan salah satu poin dalam surat itu, Anies-Sandi sepakat untuk menerapkan syariat Islam jika terpilih sebagai gubernur-wakil gubernur DKI untuk lima tahun ke depan. Surat tersebut juga dibubuhi tanda tangan Anies-Sandi dan perwakilan Forum Umat Islam (FUI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
👅
Liputan6.com, Jakarta - Aksi pengerahan massa di Pilkada DKI 2017 belum juga usai. Pengerahan massa rencananya kembali dilakukan saat Pilkada DKI putaran kedua 19 April 2017. Aksi ini diberi nama 'Tamasya Al Maidah'.
Calon Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat pun mempertanyakan penyelenggaraan aksi tersebut. Terlebih, pengerahan massa untuk mengawasi jalannya pilkada.
BACA JUGA
"Kemarin pas di lapangan, saya diberitahu media, ada Tamasya Al-Maidah, opo maneh iki (Apalagi ini)? Seluruh warga diminta datang ke Jakarta untuk mengawal masing-masing TPS, ngapain?" kata Djarot, di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Menurut Djarot, pengawasan penyelengaraan Pilkada di Jakarta sudah cukup baik, KPUD dan Bawaslu sudah menyiapkan segala infrastruktur yang diperlukan termasuk pengawas. Untuk pengamanan, sudah ada personel dari TNI, Polri maupun Satpol PP.
"Saksinya sudah banyak, enggak perlu undang (warga) seluruh Indonesia, apalagi pakai (alasan menegakkan) Al-Maidah. Ketawa sendiri saya, lucu," imbuh Djarot.
Djarot ingin pelaksanaan Pilkada putaran kedua juga berjalan baik. Masyarakat tidak perlu ditekan dengan berbagai intimidasi bersifat SARA.
"Mari sama-sama berdoa ke Allah supaya diberikan kejernihan hati, betul-betul punya kekuatan mental dalam menentukan pilihan. Soal masuk neraka atau surga, hanya Allah yang tahu," pungkas Djarot.
👮
Kabar24.com, BEKASI - Proses perizinan pembangunan tempat ibadah di Kota Bekasi bakal dipermudah.
Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat terus berupaya untuk mempermudah proses perizinan tempat ibadah di wilayahnya guna meredam potensi konflik antarumat beragama.
BACA JUGA :
"Pemberian izin tempat ibadah di Kota Bekasi saat ini relatif tidak menyulitkan para pemohon karena adanya sejumlah kebijakan yang saya rasa lebih ringan dari sebelumnya," kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di Bekasi, Sabtu (18/3/20170).
Menurut dia, aturan tersebut saat ini sudah tidak lagi merujuk pada Surat Keputusan Bersama Nomor 1 Tahun 1969 di mana izin baru diberikan bila sudah ada minimal 100 kepala keluarga yang mendukung izin pemanfaatan tempat.
"Tapi sekarang, cukup 65 KK dengan minimal 65 warga sekitar yang menyetujui dan 95 jemaatnya," katanya.
Menurut dia, syarat izin pemanfaatan tempat itu tidak hanya terbatas pada lingkungan sekitar tempat ibadah, namun diperluas hingga tataran kelurahan, bahkan kecamatan.
"Izin pemanfaatan lahan itu tidak hanya datang dari warga penganut agama yang sama. Umat lainnya yang juga diakui agamanya oleh negara berhak atas pemberian izin tersebut," katanya.
Dikatakan Rahmat, komitmen itu merupakan bagian dari implementasi diraihnya penghargaan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia oleh Pemkot Bekasi pada Kamis (16/3).
Penghargaan diberikan atas semangat dan konsistensi Pemkot Bekasi dalam menjamin kebebasan hak warganya untuk beragama dan berkeyakinan.
"Dengan penghargaan itu, secara otomatis label intoleran yang melekat di Kota Bekasi sejak 2015, otomatis telah lepas," katanya.
Rahmat menambahkan, komposisi warga Kota Bekasi berdasarkan agama tercatat, Islam sebanyak 2 juta jiwa, Kristen Protestan 195 ribu jiwa, Katolik 65 ribu jiwa, Hindu 4.700 jiwa, Budha 12 ribu jiwa, aliran kepercayaan 1.500 jiwa, dan Konghucu 196 jiwa.
"Sementara keberadaan tempat ibadah yang tersebar di 56 kelurahan dan 12 kecamatan di wilayah Kota Bekasi saat ini relatif belum sebanding dengan jumlah pemeluk masing-masing agama dan kepercayaan," ujarnya.
Pihaknya mencatat, data olahan hasil pemutakhiran rumah ibadah yang resmi se-Kota Bekasi tahun 2016 diketahui jumlah masjid sebanyak 1.142 unit, mushola 1.786 unit, gereja 120 unit, pura satu unit, vihara 11 unit, klenteng satu unit, dan pasewakan tiga unit.
Sumber : Antara
👀
TEMPO.CO, Martapura- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj, menyatakan rencana standarisasi khatib seharusnya cukup diganti lewat upaya pembinaan dan pencerahan para khatib. Said Aqil mengakui banyak menemukan khatib salat Jumat yang sejatinya belum layak sebagai khatib.
“Belum saatnya jadi khatib, masih jauh ilmunya. Sehingga untuk memenuhi undangan khotbah, diisi dengan semaunya, caci maki lah. Menurut kitab kuning, enggak sah khotbahnya kalau ada caci maki,” ujar Said Aqil setelah menghadiri peringatan hari lahir NU ke-91 dan haul KH. Abdul Qadir Hasan (Guru Tuha) ke-40 di Universitas Nahdlatul Ulama, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sabtu 11 Februari 2017.
Menurut dia, khatib-khatib semacam ini sebaiknya mencaci-maki di luar khotbah. Sebab, kata Said, materi ceramah keagamaan yang dicampuri caci-maki justru membuat salat Jumat tidak barokah. “Malah enggak sah salatnya,” ujar dia.
Itu sebabnya, Said Aqil mendorong Kementerian Agama gencar memberikan penyuluhan, pengkaderan, dan memperkuat peran lewat Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam). Ketimbang ulama, menurut Said, pemerintah sebaiknya lebih berperan meningkatkan mutu khatib. “Tapi selama ini Depag (Kemenag) kurang menangani itu. Lahir lah khatib-khatib yang radikal,” Said Aqil melanjutkan.
Di luar urusan khatib, Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama berkomitmen menjaga prinsip-prinsip moderat dan toleran demi mewujudkan ukuwah islamiyah, ukuwah wathaniah, dan ukuwah insaniah. “Dulu, sekarang, dan seterusnya Insyallah (NU) tidak bergeser satu mili pun,” ujarnya.
Dia sempat menyinggung gelombang aksi demontrasi 411 dan 212 yang diikuti ribuan umat Islam di DKI Jakarta pada tahun lalu. Said juga menolak menghadiri aksi damai 112 yang dikemas dalam doa bersama di Masjid Istiqlal pada hari ini.
Simak juga:Rekening Dipinjam GNPF-MUI, Ustad Adnin: Dasarnya Pertemanan
Ketua PBNU Tahu Siapa Penggerak dan Tujuan Aksi 112
“Saya menolak demontrasi, bukannya saya membela Ahok. Saya enggak kenal dengan Ahok.Silahkan demo, tapi saya tidak. Saya tahu siapa orang yang mengerahkan demo dan tujuannya apa, saya tahu,’ kata Said Aqil.
Ia tegas menyatakan aksi demontrasi itu sejatinya bukan bertujuan menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus penistaan agama. Tapi, Said Aqil mengatakan ada kepentingan yang ingin membenturkan ideologi Islam moderat dan Islam radikal.
“Bukan masalah Ahok, tapi membenturkan Islam moderat dan Islam radikal. Ini perang ideologi. NU sebagai organisasi yang Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) memegang dua amanat yang utama, ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah,” kata Said mengingatkan.
DIANANTA P. SUMEDI
Di luar urusan khatib, Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama berkomitmen menjaga prinsip-prinsip moderat dan toleran demi mewujudkan ukuwah islamiyah, ukuwah wathaniah, dan ukuwah insaniah. “Dulu, sekarang, dan seterusnya Insyallah (NU) tidak bergeser satu mili pun,” ujarnya.
Dia sempat menyinggung gelombang aksi demontrasi 411 dan 212 yang diikuti ribuan umat Islam di DKI Jakarta pada tahun lalu. Said juga menolak menghadiri aksi damai 112 yang dikemas dalam doa bersama di Masjid Istiqlal pada hari ini.
Simak juga:Rekening Dipinjam GNPF-MUI, Ustad Adnin: Dasarnya Pertemanan
Ketua PBNU Tahu Siapa Penggerak dan Tujuan Aksi 112
“Saya menolak demontrasi, bukannya saya membela Ahok. Saya enggak kenal dengan Ahok.Silahkan demo, tapi saya tidak. Saya tahu siapa orang yang mengerahkan demo dan tujuannya apa, saya tahu,’ kata Said Aqil.
Ia tegas menyatakan aksi demontrasi itu sejatinya bukan bertujuan menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus penistaan agama. Tapi, Said Aqil mengatakan ada kepentingan yang ingin membenturkan ideologi Islam moderat dan Islam radikal.
“Bukan masalah Ahok, tapi membenturkan Islam moderat dan Islam radikal. Ini perang ideologi. NU sebagai organisasi yang Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) memegang dua amanat yang utama, ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah,” kata Said mengingatkan.
DIANANTA P. SUMEDI
👃
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Nahdlatul Ulama Syafiq Alielha menduga rencana aksi yang akan dilakukan 11 Februari 2017 oleh kelompok-kelompok mengatasnamakan umat Islam, merupakan sebuah upaya memelihara sentimen sektarian.
"Saya mencurigai aksi ini untuk memelihara sentimen. Ada banyak kelompok dalam aksi ini yang mengidap sentimen sektarian," ujar Syafiq dalam diskusi publik bertajuk Merawat Keindonesiaan dengan subtema Aksi 112 dan Kuda Troya Demokrasi, yang diselenggarakan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta, Rabu 8 Februari 2017.
Baca juga:Terancam Dibubarkan, Novel FPI: Aksi 112 Tetap Jalan
Ini Imbauan PP Muhammadiyah Soal Aksi 112
Masa Tenang Pilkada DKI, Kapolda Minta Aksi 112 Dibatalkan
Ini Imbauan PP Muhammadiyah Soal Aksi 112
Masa Tenang Pilkada DKI, Kapolda Minta Aksi 112 Dibatalkan
Sebelumnya ada kelompok yang berencana menggelar aksi damai kembali pada 11 Februari 2017 atau sehari menjelang masa tenang Pilkada serentak 2017. Syafiq menekankan kelompok-kelompok yang berencana menyelenggarakan aksi ini, sebelumnya menuntut dilakukan proses peradilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dituding menistakan agama melalui aksi besar di Monas. Namun ketika proses peradilan telah dilakukan, aksi tetap terus dilakukan.
"Jadi, saya menduga ini upaya memelihara sentimen sektarian. Karena kelompok-kelompok seperti ini eksistensi politiknya hanya akan menguat apabila sentimen sektarian juga menguat," tutur dia.
Syafiq mengatakan apabila tujuan kelompok tersebut melakukan aksi guna mempengaruhi proses pengadilan, maka hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan. "Ini tantangan kita, bagaimana menghadapi kelompok-kelompok ini yang sejak awal era reformasi marak," kata dia.
ANTARA
Syafiq mengatakan apabila tujuan kelompok tersebut melakukan aksi guna mempengaruhi proses pengadilan, maka hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan. "Ini tantangan kita, bagaimana menghadapi kelompok-kelompok ini yang sejak awal era reformasi marak," kata dia.
ANTARA
👀
, KOMPAS.com — Majelis hakim beberapa kali mengingatkan anggota Komisi Fatwa MUI, Hamdan Rasyid, yang dihadirkan sebagai ahli, pada sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/2/2017).
Hamdan dihadirkan sebagai ahli oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian di Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan.
Pertama, Hamdan diingatkan saat selesai disumpah sebagai saksi ahli. Ketika ditanya mengenai keilmuannya, Hamdan menyampaikan salam pembuka terlebih dahulu di hadapan majelis hakim.
"Assalamualaikum. Sebelum saya memberi keterangan, saya mau berterima kasih karena dihadirkan sebagai saksi ahli. Bagi saya, angka sembilan adalah angka sakral karena Wali Songo juga ada sembilan. Begitu juga dengan angka tujuh, tanggal hari ini, ada tujuh langit...," kata Hamdan.
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto lalu memotong pembicaraan Hamdan sembari mengingatkan supaya Hamdan menjawab pertanyaan majelis langsung ke intinya guna mempersingkat waktu.
"Maaf ahli, to the point saja ya," kata Dwiarso.
Persidangan pun dilanjutkan. Saat majelis bertanya, Hamdan diingatkan lagi karena tidak menjawab pertanyaan. Majelis menanyakan apa terjemahan kata aulia pada Surat Al-Maidah ayat 51.
"Terjemahan aulia ada macam-macam, tolong ahli jelaskan," kata hakim.
"Aulia itu pemimpin. Bisa dicek. Tidak pernah dalam sejarah umat Islam mengangkat pemimpin kafir," kata Hamdan.
Pernyataan itu membuat majelis mengingatkan Hamdan agar menjawab saja pertanyaan yang diajukan tanpa melebar ke hal lain.
Kali ketiga Hamdan diingatkan oleh majelis adalah ketika ia ditanya apakah siapa pun yang menyampaikan Al Quran berarti menyampaikan kebenaran. Hamdan menjawab pertanyaan itu dengan kembali menyinggung Ahok.
"Pasti kebenaran karena Quran dari Allah. Namun, kalau bilang dibohongi pakai Surat Al-Maidah, itu penistaan," ucap Hamdan.
"Saya tidak tanya itu," kata hakim.
Pada awal persidangan, kuasa hukum Ahok menolak Hamdan sebagai ahli karena dianggap tidak obyektif. Hamdan dinilai punya kepentingan dengan saksi sebelumnya, Ketua MUI Ma'ruf Amin.
Namun, majelis hakim tetap ingin mendengar keterangan Hamdan. Soal apakah keterangannya akan digunakan atau tidak, itu akan menjadi kewenangan hakim.
Saat tiba giliran tim pengacara Ahok untuk bertanya kepada Hamdan, mereka memutuskan untuk tidak mengajukan pertanyaan sama sekali.
👮
TEMPO.CO, Jakarta - Heriyanto, buruh bangunan dan pencari emas di Gunung Pongkor, mengaku tak pernah absen ikut unjuk rasa terkait dengan dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Setiap kasus Ahok digelar Pengadilan Jakarta Utara yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Heriyanto selalu ada di sana. Termasuk saat sidang Ahok pada Selasa, 17 Januari 2017.
Dengan mengenakan baju dan celana putih lengkap dengan sorban dan atribut, anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) ini merasa nyaman ketika bertemu sesama anggota laskar. Semua urusan ditinggalkan, termasuk mencari emas di aliran sungai Gunung Pongkor di Bogor, Jawa Barat. "Demi bela agama, saya tidak lelah demo," kata Heriyanto kepada Tempo di depan gedung Kementerian Pertanian.
Baca: Tuntutan FPI ke Polri, dari Ancaman PKI hingga Insiden GMBISemangat Heriyanto ikut unjuk rasa bersama FPI diniatkan sebagai panggilan Tuhan. Tekatnya bulat dan ikhlas bergabung dengan FPI. "Semua manusia akan mati," ujar pria 23 tahun yang mengaku sering tidak bekerja di bangunan. "Bos tidak mempermasalahkan."
Heriyanto juga mengaku tak mendapatkan uang jajan dari pengurus FPI daerah. Berangkat ke Jakarta untuk unjuk rasa, sudah ada mobil yang siap mengangkutnya bersama anggota laskar lain. "Kebutuhan pribadi dari uang sendiri, untuk transpor disediakan pengurus (FPI) daerah," ucap Heriyanto.
Rombongan laskar sesekali menginap ketika demo di Jakarta. Heriyanto sempat bermalam di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, pada Senin, 16 Januari. Para laskar menginap karena pagi-pagi harus ikut demo ke Markas Besar Polri dan esoknya demo sidang Ahok di Ragunan.
Simak:
Demo FPI, Polisi Siapkan Barracuda dan Kawat BerduriHeriyanto tidak sendiri. Satu mobil yang disediakan pengurus FPI diisi 8 orang laskar. Menurut Heriyanto, "FPI itu indah. Dengan FPI, umat Islam dari seluruh Indonesia bisa bersatu."
Selain Heriyanto, Tempo menemui bocah 15 tahun bernama Muhammad Bahrum yang belum lama bergabung dengan organisasi itu. "Saya juga ingin bela Islam," ujar siswa madrasah tsanawiyah ini. Saat unjuk rasa di sidang Ahok, Bahrum mengaku sudah izin ke gurunya.
Namun Bahrum tidak berterus terang kepada gurunya bahwa izinnya untuk bergabung dengan laskar FPI. "Saya tidak tahu (kalau terus terang) boleh atau tidak," kata Bahrum yang mengaku sekolah di MTS Sabilil Muttaqin. "Karena saya melihat agama Islam diinjak-injak kelompok tertentu, makanya saya mau ikut bela," kata Bahrum yang tinggal di Parakan Muncang, Nanggung, Bogor itu.
Ketika ditanyakan bahwa tidak semua umat Islam setuju dengan cara FPI yang dianggap lebih mengedepankan kekerasan dan intoleran, baik Heriyanto maupun Bahrum berdoa, "Semoga umat Islam lain yang membela Ahok diampuni dosanya."
Heriyanto mengatakan jumlah umat Islam yang membela agamanya sangat sedikit. "Di seluruh dunia, kurang dari 3 juta orang yang membela," katanya tanpa menyebut sumber informasi angka itu. Entah sampai kapan Heriyanto meninggalkan pekerjaan dan Bahrum bolos sekolah untuk terus bersama laskar FPI.
BRIAN HIKARI | KUKUH WIBOWO
Dengan mengenakan baju dan celana putih lengkap dengan sorban dan atribut, anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) ini merasa nyaman ketika bertemu sesama anggota laskar. Semua urusan ditinggalkan, termasuk mencari emas di aliran sungai Gunung Pongkor di Bogor, Jawa Barat. "Demi bela agama, saya tidak lelah demo," kata Heriyanto kepada Tempo di depan gedung Kementerian Pertanian.
Baca: Tuntutan FPI ke Polri, dari Ancaman PKI hingga Insiden GMBISemangat Heriyanto ikut unjuk rasa bersama FPI diniatkan sebagai panggilan Tuhan. Tekatnya bulat dan ikhlas bergabung dengan FPI. "Semua manusia akan mati," ujar pria 23 tahun yang mengaku sering tidak bekerja di bangunan. "Bos tidak mempermasalahkan."
Heriyanto juga mengaku tak mendapatkan uang jajan dari pengurus FPI daerah. Berangkat ke Jakarta untuk unjuk rasa, sudah ada mobil yang siap mengangkutnya bersama anggota laskar lain. "Kebutuhan pribadi dari uang sendiri, untuk transpor disediakan pengurus (FPI) daerah," ucap Heriyanto.
Rombongan laskar sesekali menginap ketika demo di Jakarta. Heriyanto sempat bermalam di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, pada Senin, 16 Januari. Para laskar menginap karena pagi-pagi harus ikut demo ke Markas Besar Polri dan esoknya demo sidang Ahok di Ragunan.
Simak:
Demo FPI, Polisi Siapkan Barracuda dan Kawat BerduriHeriyanto tidak sendiri. Satu mobil yang disediakan pengurus FPI diisi 8 orang laskar. Menurut Heriyanto, "FPI itu indah. Dengan FPI, umat Islam dari seluruh Indonesia bisa bersatu."
Selain Heriyanto, Tempo menemui bocah 15 tahun bernama Muhammad Bahrum yang belum lama bergabung dengan organisasi itu. "Saya juga ingin bela Islam," ujar siswa madrasah tsanawiyah ini. Saat unjuk rasa di sidang Ahok, Bahrum mengaku sudah izin ke gurunya.
Namun Bahrum tidak berterus terang kepada gurunya bahwa izinnya untuk bergabung dengan laskar FPI. "Saya tidak tahu (kalau terus terang) boleh atau tidak," kata Bahrum yang mengaku sekolah di MTS Sabilil Muttaqin. "Karena saya melihat agama Islam diinjak-injak kelompok tertentu, makanya saya mau ikut bela," kata Bahrum yang tinggal di Parakan Muncang, Nanggung, Bogor itu.
Ketika ditanyakan bahwa tidak semua umat Islam setuju dengan cara FPI yang dianggap lebih mengedepankan kekerasan dan intoleran, baik Heriyanto maupun Bahrum berdoa, "Semoga umat Islam lain yang membela Ahok diampuni dosanya."
Heriyanto mengatakan jumlah umat Islam yang membela agamanya sangat sedikit. "Di seluruh dunia, kurang dari 3 juta orang yang membela," katanya tanpa menyebut sumber informasi angka itu. Entah sampai kapan Heriyanto meninggalkan pekerjaan dan Bahrum bolos sekolah untuk terus bersama laskar FPI.
BRIAN HIKARI | KUKUH WIBOWO
💩
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai pendukung Agus Yudhoyono - Sylviana Murni mengaku terganggu adanya spanduk bertuliskan 'Mari jihad bersama FPI dukung Agus-Sylvi'.
Spanduk tersebut terpasang di jembatan penyeberangan orang (JPO) Cawang.
"Pasti menganggu, makanya tim harus menjawab dengan fakta," kata Wasekjen PKB Daniel Johan ketika dikonfirmasi, Rabu (4/1/2017).
Daniel meminta masyarakat lebih cerdas sehingga tidak difitnah dan diadu domba. Ia mengingatkan masyarakat menjaga agar persaudaraan tidak rusak karena Pilkada.
"Sekarang ini terlalu banyak fitnah dan adu domba, sebagai tim koalisi saya mengimbau semua tim harus sabar, jangan membalas dengan cara-cara jahat, jawab saja dengan fakta yang sesungguhnya," katanya.
Daniel meminta tim pemenangan tetap bekerja keras dan berdoa agar pilgub berlangsung baik dan tidak membuat sesama warga menjadi bermusuhan.
"Setelah Pilkada semua warga harus tetap bersatu dan bersaudara membangun jakarta untuk semua," kata Daniel.
Diketahui, spanduk bertuliskan 'Mari jihad bersama FPI dukung Agus-Sylvi' dipasang di JPO Cawang Soetoyo, Jakarta Timur, Rabu (4/1/2017) pagi.
Akun twitter resmi Front Pembela Islam @DPP_FPI menyebut bahwa hal itu merupakan propaganda yang dilakukan tim pasangan calon lain.
"Kubu Ahok main kotor, sebar spanduk foto Habib Rizieq & FPI untuk dukung Agus Sylvi. Tujuannya untuk opini kasus Ahok krn rivalitas politik," cuit akun tersebut.
💩
Sragen detik - Ada yang menarik perhatian saat Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso mencegah massa Ormas Front Pembela Islam (FPI) yang hendak masuk ke dalam swalayan terkait pemeriksaan atribut Natal, Rabu (21/12) kemarin. Seorang anak buahnya tidak kalah tegas mendebat Ketua DPC FPI Sragen Mala Kunaifi. Siapa dia?
Peristiwa ini terjadi di depan swalayan Mitra Sragen, Jalan Raya Sukowati No 156c, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (21/12) kemarin. Videonya diunggah akun Sukowati Channel di Youtube, Kamis (22/12/2016).
Di video nampak Ketua DPC FPI Sragen Mala Kunaifi dan sejumlah anggotanya hendak masuk ke dalam swalayan. Mereka berencana melakukan pemeriksaan atribut Natal terkait Fatwa MUI Nomor 56 tahun 2016 yang mengharamkan umat Islam menggunakan atribut keagamaan nonmuslim.
Namun aksi Mala dan para anggotanya dicegah belasan anggota Polres Sragen yang berjaga di depan pintu masuk swalayan. Tidak lama berselang, datang Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso yang langsung menghampiri Mala. Dia secara persuasif meminta agar Mala dan anggotanya segera membubarkan diri dari lokasi.
Mala bergeming. Dia dan anggotanya keukeuh ingin masuk ke dalam swalayan untuk memeriksa ada tidaknya umat Islam memakai atribut Natal. Dia meminta agar polisi tidak melarang, namun ikut mengawal aksi mereka. Nala mengatakan hanya ingin melihat keadaan di dalam.
"Enggak ada saya bilang!" hardik AKBP Cahyo tegas. Dia kemudian terlibat perdebatan dengan Mala yang mempertanyakan alasan polisi melarang mereka masuk ke dalam swalayan.
"Enggak ada saya bilang!" hardik AKBP Cahyo tegas. Dia kemudian terlibat perdebatan dengan Mala yang mempertanyakan alasan polisi melarang mereka masuk ke dalam swalayan.
"Tidak ada ormas yang bisa menggeledah dan merazia," ujar AKBP Cahyo yang nampak mengenakan seragam lengkap dan tongkat komando. "Lho bukan menggeledah, tidak razia ini. Kita Bukan razia, bukan geledah," sahut Mala.
"Enggak ada saya bilang!" hardik AKBP Cahyo. Dia menegaskan bahwa ormas tidak punya kewenangan melakukan razia. "Lho bukan wewenang seperti itu. Saya hanya ingin saudara saya di dalam tidak memakai atribut itu (Natal)," ujar Mala.
Baca juga: Kisah Viral Polres Sragen Cegah Ormas Masuk Swalayan Terkait Atribut Natal
Karena perdebatan seperti tidak berujung, anak buah AKBP Cahyo bernama Ali ikut angkat suara. Sosok berpangkat iptu itu tidak kalah tegasnya mendebat Mala yang tidak mau meninggalkan lokasi.
Ali mengatakan, Mala dan anggotanya tidak bisa bertindak melakukan pemeriksaan ke setiap toko di swalayan itu. Begini perdebatan mereka:
Ali: Itu nafsi-nafsi. Itu nafsi-nafsi. Antum enggak bisa ngelarang ranahnya pemilik toko. Antum itu gimana sih.
Mala: Sebentar pak...
Ali: Rahmatan lil alaminnya di mana, hah? Rahmatan lil alaminnya di mana! (Suara Ali meninggi-red)
Mala: Sebentar Pak Ali, sebentar (menepuk pundak Ali-red). Saudara, Pak Ali Islam?
Ali: Iya!
Mala: Terus mau dikafirkan?
Ali: Lho enggak ada itu perannya jenengan!
Kapolres Sragen: Itu perannya ulama.
Mala: Lho ini kan saya berperan, mau berperan ini saya menyampaikan ke bapak.
Ali: Enggak bisa!
Mala: Lah bapak sudah kayak gini, gimana kita mau berperan?
Ali: Lakum dinukum waliyadin itu ayat Allah. Kamu jangan macem-macem!
Mala: Sebentar Pak Ali, yang memakai bukan mereka, yang memakai orang kita.
Ali: Orang kita kerja di sini (swalayan) cari nafkah.
AKBP Cahyo nampak tersenyum melihat aksi anak buahnya itu berdebat dengan Mala. Ali masih saja terus memperingatkan Mala agar tidak memaksakan kehendak dengan cara melakukan pemeriksaan atribut Natal di dalam swalayan.
"Nabi turun ke dunia untuk membuat manusia akhlakul karimah," ujarnya.
AKBP Cahyo sendiri sejak awal nampak tenang menghadapi situasi itu dan konsisten dengan ketegasannya meminta Ormas FPI membubarkan diri. Mala dan massa di belakangnya kemudian diantar pergi meninggalkan swalayan itu.
Pihak Polres Sragen maupun FPI Sragen belum berkomentar lebih lanjut mengenai peristiwa tersebut.
✋
Merdeka.com - Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia (Forkapri) melaporkan Dwi Estiningsih ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Dwi dilaporkan berdasarkan laporan polisi bernomor LP/6252/XII/2016/PMJ/Ditreskrimsus dengan pihak pelapor Achmad Zaenal Efendi.
Ketua Forkapri Birgaldo Sinaga mengaku laporan dilakukan karena tersinggung dan tidak terima dengan isi twit Dwi yang menyebut 5 pahlawan dalam pecahan uang rupiah baru adalah kafir. Dia menganggap isi twit Dwi bernuansa ujaran kebencian.
"Yang pertama masalah pahlawan kafir yang berisi ada lima uang yang dikeluarkan RI, 5 dari 11 pahlawan adalah kafir," kata Birgaldo di Polda Metro, Jakarta, Rabu (21/12).
Dwi yang disebut-sebut sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dianggap ingin mengadu domba dan memecah belah NKRI.
"Kami sebagai anak bangsa kebetulan ayah kami pejuang merasa sangat terluka dan ini bagian dari upaya mengadu domba dan memecah belah seluruh anak bangsa dari sabang sampai merauke dengan ujaran kebencian dan SARA," ujar dia.
Dijelaskan dia, dalam laporan itu Dwi diduga telah melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-undang (UU) ITE Tahun 2008 dengan ancaman 6 tahun penjara.
Birgaldo berharap polisi bisa segera mengusut dan menindak tegas pelaku. Sebab, dinilai dia jika hal seperti ini terus dibiarkan dikhawatirkan Dwi bisa memecah belah Indonesia.
"Tidak boleh lagi ada anak bangsa yg mencaci maki dan menghina para pahlawan bangsa yang telah berjuang kemerdekaan bangsa dan menghadiahkannya bagi kita semua," pungkas dia.
👻
detik: Jakarta - Dwi Estiningsih, yang dilaporkan oleh Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia (Forkapri) ke polisi, disebut sebagai kader PKS. PKS menegaskan bahwa cuitan Dwi di media sosial adalah tanggung jawab pribadinya.
"Saya kira itu pendapat pribadi ya. Kan dia nulisnya di akunnya sendiri. Sama sekali tidak mewakili pendapat partai," kata Ketua DPP Bidang Humas PKS, Dedi Supriadi melalui pesan singkat, Rabu (21/12/2016).
Dwi diketahui pernah menjadi caleg PKS untuk DPRD DIY di Pemilu 2014 lalu, namun gagal. Mengenai apakah Dwi masih kader atau tidak, Dedi tidak mengetahuinya secara pasti.
"Yang lebih tahu tentang status keanggotaan DPW PKS DIY," ungkapnya.
Pelapor Dwi Estiningsih adalah Ahmad Zaenal Effendi yang mengaku sebagai anak pejuang. Kuasa hukum Ahmad Zaenal Effendi, Birgaldo mempersoalkan dua cuitan Dwi pada akun Twitter @estiningsihdwi pada tanggal 19 Desember lalu. Pertama adalah cuitan "Iya sebagian kecil dari non muslim berjuang, mayoritas pengkhianat. Untung sy belajar #sejarah 😅". Cuitan kedua yaitu 'Luar biasa negeri yg mayoritas Islam ini. Dari ratusan pahlawan, terpilih 5 dari 11 adalah pahlawan kafir. #lelah."
"Forkapri melaporkan Dwi Estiningsih atas twit berisi ujaran kebencian bernuansa SARA di akun Twitter-nya," ujar Birgaldo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya.
Brigaldo berharap agar polisi segera memproses hukum Dwi. Dia mengatakan tidak mengharapkan permintaan maaf dari Dwi, karena menurutnya pernyataan itu sudah keterlaluan.
"Terlapor Dwi Estiningaih berdasar rekam jejak kita pantau adalah seorang kader PKS, pernah nyaleg di Jogja dan dia master psikologi UGM," lanjutnya.
Dalam laporan bernomor LP/6252/XII/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus, Dwi dilaporkan atas tuduhan Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(imk/tor)👺
JAKARTA kontan. Presiden Joko Widodo memanggil Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian terkait ada kepala satuan wilayah (kasatwil) Polri yang menjadikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai dasar cara bertindak di lapangan. Pemanggilan itu dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (19/12) sore.
"Presiden sekarang memanggil Kapolri dalam rangka itu," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin sore.
BACA JUGA :
Presiden Jokowi, lanjut Pramono, ingin agar kasatwil tetap berpegang teguh pada hukum positif yang berlaku di Indonesia terkait penerapan suatu kebijakan, bukan bersandar pada fatwa MUI.
Pramono menyayangkan kebijakan Kapolres Bekasi Kota dan Kapolres Kulon Progo yang menjadikan fatwa MUI sebagai dasar kebijakan. Menurut Pramono, hal itu berlebihan.
Arahan itu, menurut Pramono, bukan hanya ditujukan kepada Kapolri semata. Pada Senin pagi, Presiden sempat memanggil sejumlah perwira tinggi Polri bintang satu dan bintang dua terkait instruksi itu. "Hukum positif kita itu ada UU, PP, Perpres, Kepmen, dan seterusnya, termasuk Keputusan Kapolri sendiri. Sehingga, itu menjadi pegangan," ujar Pramono.
Sebelumnya, Kapolri mengaku sudah menegur Kapolres Metro Bekasi Kota dan Kapolres Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait surat edaran penggunaan atribut keagamaan yang merujuk pada fatwa MUI.
"Saya sudah tegur keras pada Polres Metro Bekasi Kota dan Polres Kulon Progo Yogyakarta. Saya tegur keras mereka karena tidak boleh keluarkan surat edaran yang mereferensikan pada fatwa MUI," ujar Tito di Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Senin (19/12).
Tito menjelaskan, fatwa yang dikeluarkan MUI itu sedianya menjadi rujukan kepolisian dari tingkat pusat hingga ke daerah untuk berkoordinasi, bukan serta-merta ditetapkan menjadi aturan di setiap daerah.
"Fatwa MUI bukan rujukan hukum positif, (tapi) itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan kemudian ditegakkan. Jadi langkah-langkahnya koordinasi, bukan mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi produk hukum bagi semua pihak," kata Tito.
Tito menambahkan, Kapolres di kedua daerah tersebut juga sudah diminta mencabut surat edaran yang dikeluarkan. "Saya suruh cabut," ujar mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tersebut.
Seperti diketahui, Polres Metro Bekasi Kota telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: B/4240/XII/2016/Restro Bks Kota tanggal 15 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas. Surat yang diteken Kapolres itu sebetulnya merupakan penjabaran dari fatwa MUI No 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi umat Islam.
Surat tersebut juga merujuk pada UU RI No 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Kirsus Sqt Intelkam Polres Metro Bekasi Kota bernomor R09/Kirsus/XII/2016/SIK tanggal 14 Desember 2016 tentang Pengamanan Natal dan Tahun Baru 2016/2017.
Sementara, Polres Kulon Progo DIY mengeluarkan surat edaran dengan Nomor:B/4001/XII/2016/Intelkam tertanggal 17 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas yang ditujukan kepada para pemimpin perusahaan. Dalam surat itu ditulis untuk mencegah timbulnya gangguan kamtibmas yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Surat edaran itu mengimbau agar pimpinan perusahaan menjamin hak beragama umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan/karyawati.
Adapun, di Surabaya, Kapolrestabes Surabaya Kombes M Iqbal ikut mengawal aksi Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur ke mal-mal dan tempat perbelanjaan di Kota Pahlawan, Minggu (18/12). M Iqbal bilang, aksi yang dilakukan FPI bukanlah sweeping. Massa FPI menggelar pawai guna menyosialisasikan fatwa MUI No 56/2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non-Muslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan, terutama atribut Natal.
Aksi FPI Jatim ini mendapat pengawalan ketat dari polisi. Sedikitnya 200 polisi dari Satbara, Dalmas, dan Brimob Polda Jatim diterjunkan untuk mengawal aksi tersebut. Sejumlah lokasi yang didatangi FPI yakni Pasar Atum, Tong Market Jalan Jaksa Agung Suprapto, Grand City, Delta, WTC, Galaxy Mall, Excelso Tunjungan Plaza, dan Ciputra World Jalan Mayjen Sungkono.
(Fabian Januarius Kuwado)
💢
Kabar24.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, bahwa fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia, sehingga organisasi masyarakat (ormas) tidak bisa melakukan penegakan sewenang-wenang.
"Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri, sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan sweeping," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).
Pernyataan Wapres tersebut ditegaskan untuk menanggapi aksi ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping atau razia dengan dalih menegakkan fatwa MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal.
"Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi," kata dia.
Wapres menambahkan, ormas harus mengerti bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam, karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya.
"Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka," kata dia.
Oleh karena itu, Wapres mengimbau agar aparat penegak hukum yang sah, yakni Polri, untuk menindak ormas yang melakukan razia sewenang-wenang.
Pada Senin (19/12/2016), Kapolri Jendral Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI.
Pernyataan Tito Karnavian itu disampaikan setelah muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/12/2016).
Sumber : Antara
☺
TEMPO.CO, Tasikmalaya - Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri hanya membawa TS ke Markas Brimob Kelapa Dua. TS dibawa setelah menjalani pemeriksaan di ruang Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tasikmalaya Kota selama tiga jam.
Salah seorang anggota Densus 88 yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, dari tiga orang yang diamankan, yang dibawa hanya satu orang. "Langsung dibawa ke Kelapa Dua, tapi hanya yang perempuan (TS)," katanya, Kamis, 15 Desember 2016. Adapun suami TS, HG, dan anak laki-lakinya dikembalikan kepada keluarganya.
Berdasarkan pantauan Tempo, TS keluar dari ruang Satuan Reserse Kriminal Polresta Tasikmalaya pukul 11.05. Dia didampingi dua polisi wanita Polresta Tasikmalaya.
Baca:
Polisi Tangkap Tiga Jaringan Bahrum Naim Terduga Bom BekasiPenangkapan di Tasikmalaya, Ayah HG Tak Percaya Anaknya TerorisPola Rekrutmen Teroris Jadikan Perempuan sebagai `Pengantin`
Saat dibawa, TS berpakaian serba hitam plus cadar. Ketika hendak menuruni tangga, dia meminta polisi berhenti sejenak. "Sebentar," ujarnya. TS kemudian mengacungkan jari telunjuk kanan. Dia dengan lantang mengucapkan takbir tiga kali, "Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar."
TS kemudian dibawa menggunakan mobil Toyota Innova warna hitam. Pukul 11.15, mobil meninggalkan Polresta Tasikmalaya.
Pada Kamis, sekitar pukul 05.00, tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap satu keluarga di Kampung Padasuka, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka adalah HG, suami, 39 tahun; TS, istri (37); dan putra mereka (7).
Tim Densus 88 menyita sejumlah barang bukti, antara lain baju rompi yang dilengkapi dua kabel berwarna hitam; beberapa dokumen, seperti buku-buku tebal; dan sepeda motor.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Tasikmalaya Kota Komisaris Polisi Zainal Abidin mengatakan penangkapan itu terkait dengan pengembangan untuk mengungkap kasus terorisme di Jakarta.
Ayah HG, Nana Amin, tidak mempercayai anaknya terlibat terorisme. Menurut dia, pergaulan anaknya biasa-biasa saja. "Biasa-biasa saja. Bukan ngebelain anak saya, ya," tuturnya saat ditemui tak jauh dari kontrakan HG, Kamis, 15 Desember 2016.
Ihwal keseharian menantunya, TS, Nana mengatakan tidak mengetahuinya. HG juga belum pernah berbicara tentang istrinya kepada Nana. Nana mengatakan TS tidak dekat dengan keluarganya.
Adik HG, Herman Suherman, mengatakan kakaknya orang baik. Pergaulannya pun biasa saja. Herman mengakui jarang berkomunikasi dengan HG setelah kakaknya itu keluar dari pabrik kayu. "Jarang ngobrol, jarang ketemu," ucapnya.
Awal HG dan TS menikah, kata Herman, rumah tangga kakaknya biasa saja. Hanya, TS tidak dekat dengan keluarga HG. Namun Herman tidak mengetahui alasannya. "Enggak tahu. Istrinya rada fanatik soal agama," tutur Herman.
CANDRA NUGRAHA
💣
sindonews: TASIKMALAYA - Satu keluarga yakni Tutin Sugiarti (37), suaminya Hendra Gunawan (39) serta anaknya Abza Algifari Putra (11) yang tinggal di kontrakan Kp Padasuka Rt 03 Rw 05 Kelurahan Sukamajukaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, ditangkap Densus 88 Mabes Polri, Kamis pagi (15/12/2016). Pasalnya, kuat dugaan mereka terkait terduga teroris Dian Novi Yuliani yang diamankan di Bekasi beberapa hari lalu.
Menurut keterangan Ketua Rt 03 Aan Suryana, keluarga tersebut telah mengontrak di wilayahnya selama kurang lebih 2,5 tahun karena sang suaminya Hendra bekerja di pabrik pengolahan kayu BKL yang tidak jauh dari sana.
Meski berpindah-pindah tempat kontrakan, namun selalu tidak jauh dari daerah tersebut dan kini menempati kontrakan milik Didi Cahyadi (45) seorang kepala sekolah.
"Suaminya sempat bekerja di BKL namun pada bulan Juli 2016 keluar entah saya sendiri juga kurang tahu, tapi memang sehari-harinya selalu pindah kontrakan meski masih di daerah yang sama atau tidak jauh dari kampung ini. Kami sendiri tidak menaruh curiga, karena kehidupannya berjalan seperti biasanya saja," ungkap Aan.
Tutin, kata dia, sehari-hari bekerja dengan menjual jasa terapi bekam sekaligus menjual obat-obatan herbal. Keganjilan baru dirasakan warga sekitar tahun 2015 lalu, dimana Tutin berubah jadi mengenakan hijab tertutup cadar dan kalau berbicara tentang keagamaan selalu ada yang aneh.
"Setelah itu memang ada rasa curiga juga, apalagi memang keluarga tersebut jarang bergaul. Seperlunya saja kadang kalau berbincang dengan warga disini juga, saya sendiri kurang tahu aslinya keluarga itu darimana. Tapi yang jelas kaget saja ketika ternyata ditangkap Densus 88 karena diduga terkait jaringan teroris," kata Aan.
Sementara itu, meski belum bisa memberikan keterangan lebih jauh, Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Arif Fajarudin membenarkan adanya penangkapan terduga teroris tersebut. "Iya memang benar, Densus 88 yang melakukan penangkapan dan kami membantu mengamankan wilayah," ujar Arif.SaveSave
(sms)
Meski berpindah-pindah tempat kontrakan, namun selalu tidak jauh dari daerah tersebut dan kini menempati kontrakan milik Didi Cahyadi (45) seorang kepala sekolah.
"Suaminya sempat bekerja di BKL namun pada bulan Juli 2016 keluar entah saya sendiri juga kurang tahu, tapi memang sehari-harinya selalu pindah kontrakan meski masih di daerah yang sama atau tidak jauh dari kampung ini. Kami sendiri tidak menaruh curiga, karena kehidupannya berjalan seperti biasanya saja," ungkap Aan.
Tutin, kata dia, sehari-hari bekerja dengan menjual jasa terapi bekam sekaligus menjual obat-obatan herbal. Keganjilan baru dirasakan warga sekitar tahun 2015 lalu, dimana Tutin berubah jadi mengenakan hijab tertutup cadar dan kalau berbicara tentang keagamaan selalu ada yang aneh.
"Setelah itu memang ada rasa curiga juga, apalagi memang keluarga tersebut jarang bergaul. Seperlunya saja kadang kalau berbincang dengan warga disini juga, saya sendiri kurang tahu aslinya keluarga itu darimana. Tapi yang jelas kaget saja ketika ternyata ditangkap Densus 88 karena diduga terkait jaringan teroris," kata Aan.
Sementara itu, meski belum bisa memberikan keterangan lebih jauh, Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Arif Fajarudin membenarkan adanya penangkapan terduga teroris tersebut. "Iya memang benar, Densus 88 yang melakukan penangkapan dan kami membantu mengamankan wilayah," ujar Arif.SaveSave
(sms)
💣
VIVA.co.id – Pihak berwenang di Spanyol, Jerman dan Belgia telah menangkap lima orang yang diduga membentuk kelompok ISIS yang "aktif dan berbahaya", dan berupaya mempromosikan militansi Islam di negara-negara tersebut.
Seperti diberitakan Reuters, Rabu, 28 September 2016, pihak berwenang menyebutkan mereka yang ditangkap diantaranya berasal dari Spanyol dan Maroko. Dua diantara mereka ditahan di Barcelona, satu di Melilla, satu di Brussels dan satu di Wuppertal, Jerman.
Kementerian Dalam Negeri Spanyol menyebutkan, pihak kepolisian setempat telah bekerja sama dengan penegak hukum federal Jerman dan Belgia untuk meringkus aksi ini.
Berdasarkan investigasi, diketahui bahwa kelompok ini menggunakan media sosial, khususnya laman Facebook bernama "Islam en Espanol" atau Islam di Spanyol, yang memiliki lebih dari 32 ribu pengikut. Mereka acap kali mengunggah informasi mengenai ISIS dan menyebarkan pesan kepada kelompok militan yang beroperasi di Suriah dan Irak.
Selain beroperasi di Spanyol, mereka diduga melakukan serangan, radikalisasi, mempromosikan militansi Islam dan bertindak sebagai perantara untuk kelompok di Eropa.
Sejak Spanyol meningkatkan level siaga pada tahun 2015, polisi telah menahan 143 militan Islam, di mana 113 diantaranya berada di Spanyol dan 30 lainnya di luar negeri.
(ren)
💣
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka terorisme di Bekasi, Dian Yulia Novi, menceritakan awal perkenalannya dengan aliran Islam radikal sehingga membuat dirinya rela menjadi "pengantin" dan siap melakukan aksi bom bunuh diri. Dalam wawancara dengan stasiun televisi TV One di program Kabar Khusus yang disiarkan Selasa malam, 13 Desember 2016, Dian mengaku pertama kali mengenal ajaran radikal lewat media sosial facebook.
Dian adalah tersangka teroris yang ditangkap Densus 88 di Bintara Jaya, Bekasi, Sabtu, 10 Desember 2016. Menurut polisi, sebuah bom yang dikemas dalam panci, siap diledakkan pada hari Minggu, 11 Desember 2016, saat upacara pergantian penjaga Paspampres di SItana Presiden.
Dian mengatakan, dirinya masih menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura saat mulai tertarik ajaran radikal itu. Dian mengaku telah mengenakan hijab, namun belum bercadar. Lewat media sosial, Dian mempelajari paham radikal dengan membaca status yang berbau jihadis lewat facebook.
“Kurang lebih selama satu tahun saya aktif facebook. Tetapi, saya tidak ikut grup apapun. Saya hanya menyimak dan semakin penasaran. Makanya saya beranikan untuk bertanya,” ujar Dian.
Selain membaca status, Dian juga rajin membaca artikel-artikel yang disebar di facebook. Dian mengaku selama setahun ini telah mengoleksi banyak artikel-artikel tersebut. Selain soal jihadis, Dian juga mengaku juga belajar seputar muamalah, fiqih, aqidah, dan sejarah Islam.
“Semua saya terapkan. Semua itu bukan dalam bentuk buku. Tetapi dalam bentuk artikel dan audio voice. Kalau video tidak ada,” ujar Dian.
Lewat media sosial, Dian berkenalan dengan Nur Solihin. Pria yang juga jadi tersangka terorisme itu menikahi Dian tiga bulan lalu, tepatnya pada Oktober. Dian mengaku hubungannya berlanjut lewat telegram setelah dikenalkan oleh seseorang. Nur Solihin dan Agus Suproyadi ikut ditangkap dalam kasus bom panci ini.
“Kami tidak ta’aruf, kami juga tidak bertukar foto. Saya niatnya ikhlas, berniat untuk mencari ridho Allah. Saya juga belum tahu wajah ‘Aa (panggilan Solihin) sebelumnya. Saya yakin saja,” ujar Dian.
Meski begitu, Dian mengetahui Solihin sudah beristri dan memiliki anak. Pernikahan pun tetap dilangsungkan tanpa wali. Bahkan, Dian tidak hadir dalam prosesi pernikahannya, sosoknya hanya diwakilkan.
“Saya serahkan semuanya kepada ‘Aa. Saya diwakilkan. Saya tidak tahu siapa yang wakilkan. Sebelum nikah, ‘Aa bilang, ‘Neng, sebentar lagi pernihakan akan dilaksanakan’,” ujar Dian.
Sabtu lalu, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap seorang perempuan terduga teroris di sebuah rumah kos di Jalan Bintara Jaya VIII, Kota Bekasi, pada Sabtu, 10 Desember 2016. Menurut identifikasi polisi, pelaku ialah Dian Yulia Novi. Selain meringkus Dian, polisi menangkap dua laki-laki, yakni Nur Solihin dan Agus Supriyandi, di sekitar Kalimalang.
LARISSA HUDA
Dian adalah tersangka teroris yang ditangkap Densus 88 di Bintara Jaya, Bekasi, Sabtu, 10 Desember 2016. Menurut polisi, sebuah bom yang dikemas dalam panci, siap diledakkan pada hari Minggu, 11 Desember 2016, saat upacara pergantian penjaga Paspampres di SItana Presiden.
Dian mengatakan, dirinya masih menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura saat mulai tertarik ajaran radikal itu. Dian mengaku telah mengenakan hijab, namun belum bercadar. Lewat media sosial, Dian mempelajari paham radikal dengan membaca status yang berbau jihadis lewat facebook.
“Kurang lebih selama satu tahun saya aktif facebook. Tetapi, saya tidak ikut grup apapun. Saya hanya menyimak dan semakin penasaran. Makanya saya beranikan untuk bertanya,” ujar Dian.
Selain membaca status, Dian juga rajin membaca artikel-artikel yang disebar di facebook. Dian mengaku selama setahun ini telah mengoleksi banyak artikel-artikel tersebut. Selain soal jihadis, Dian juga mengaku juga belajar seputar muamalah, fiqih, aqidah, dan sejarah Islam.
“Semua saya terapkan. Semua itu bukan dalam bentuk buku. Tetapi dalam bentuk artikel dan audio voice. Kalau video tidak ada,” ujar Dian.
Lewat media sosial, Dian berkenalan dengan Nur Solihin. Pria yang juga jadi tersangka terorisme itu menikahi Dian tiga bulan lalu, tepatnya pada Oktober. Dian mengaku hubungannya berlanjut lewat telegram setelah dikenalkan oleh seseorang. Nur Solihin dan Agus Suproyadi ikut ditangkap dalam kasus bom panci ini.
“Kami tidak ta’aruf, kami juga tidak bertukar foto. Saya niatnya ikhlas, berniat untuk mencari ridho Allah. Saya juga belum tahu wajah ‘Aa (panggilan Solihin) sebelumnya. Saya yakin saja,” ujar Dian.
Meski begitu, Dian mengetahui Solihin sudah beristri dan memiliki anak. Pernikahan pun tetap dilangsungkan tanpa wali. Bahkan, Dian tidak hadir dalam prosesi pernikahannya, sosoknya hanya diwakilkan.
“Saya serahkan semuanya kepada ‘Aa. Saya diwakilkan. Saya tidak tahu siapa yang wakilkan. Sebelum nikah, ‘Aa bilang, ‘Neng, sebentar lagi pernihakan akan dilaksanakan’,” ujar Dian.
Sabtu lalu, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap seorang perempuan terduga teroris di sebuah rumah kos di Jalan Bintara Jaya VIII, Kota Bekasi, pada Sabtu, 10 Desember 2016. Menurut identifikasi polisi, pelaku ialah Dian Yulia Novi. Selain meringkus Dian, polisi menangkap dua laki-laki, yakni Nur Solihin dan Agus Supriyandi, di sekitar Kalimalang.
LARISSA HUDA
ðŸ˜
Yaqut Cholil Qoumas: Akar Radikalisme Agama Bukan Cuma Kemiskinan
Oleh Arie Widiarto
Radikalisme keberagamaan mencuat, menyerang sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimana seyogianya menyikapi persoalan itu? Berikut perbincangan dengan ketua Pimpinan Pusat GPAnsor (2011-2016) dan anggota DPR, Yaqut Cholil Qoumas.
Belakangan ini, isu radikalisasi agama menyeruak. Seperti apa sih radikalisasi agama, terutama di Indonesia?
Radikalisme Islam secara garis besar menolak semua orang Islam di luar kelompoknya. Kita di mata mereka kafir, maka wajib diperangi. Dalam konteks Indonesia, radikalisme Islam memiliki agenda mengambil alih kekuasaan negara dan mengubah jadi negara Islam. Itu soal sangat serius. Mereka tak merasa sebagai orang Indonesia beragama Islam, tetapi orang Islam yang tinggal di Indonesia.
Apakah radikalisasi itu akan terus berkembang, tumbuh subur, di Indonesia seiring perkembangan radikalisasi di tingkat global?
Tidak, selama kita memiliki pemahaman yang sama tentang Indonesia berikut keragamannya. Namun jika sebaliknya, radikalisasi agama akan terus berkembang seiring kemajuan teknologi informasi yang menciptakan kondisi borderless world; arus informasi bisa melintas batas antarnegara secara bebas tanpa hambatan berarti. Apalagi Indonesia kini telah menjadi “pasar” gemuk bagi aliran- aliran radikal agama karena jumlah umat Islam terbesar di dunia. Setiap kelompok radikal pasti tertarik memperluas “pasar” di Indonesia, baik untuk merekrut kader maupun sekadar mobilisasi dana.
Apa akar radikalisme agama di Indonesia? Apakah radikalisme agama itu jadi penyebab kemunculan terorisme di Indonesia?
Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi akar paham radikal berkembang. Pertama, perkembangan di tingkat global. Kelompok- kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror. Apa yang terjadi di Afghanistan, Palestina, Tunisia, Irak, Yaman, Syiria, dan seterusnya dipandang sebagai campur tangan Amerika, Israel, dan sekutunya. Aksi teror mereka anggap sebagai pembalasan atas campur tangan Amerika dan sekutunya, termasuk di Indonesia.
Itu sejalan dengan faktor kedua, yaitu ambisi Saudi yang kaya raya menjadi kekuatan berpengaruh di dunia Islam. Lihat sekarang betapa kelompok-kelompok radikal itu bergaya arabisme dan menyebarkan paham wahabi, yang jadi mainstreamdi Saudi.
Wahabisme bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan mentalitas. Ciri mental itu antara lain gemar membuat batas kelompok yang rigid dan sempit dari kaum muslimin, sehingga dengan mudah mereka mengatakan di luar kelompok mereka adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi. Mereka mengampanyekan teologi ketauhidan yang berpandangan orang maksiat saja sudah dianggap keluar dari Islam.
Ciri berikutnya, mereka gemar berkonfrontasi dengan kelompok di luar mereka. Bagi mereka, bukan Islam berarti musuh. Musuh berarti sesat. Sesat wajib disikat. Selain itu, mereka menghalalkan segala cara dengan kekerasan, memakai dalih nahi munkar sampai ke hal kecil dan remeh temeh.
Ketiga, kemiskinan, meski tak berpengaruh langsung. Orang miskin terasing dari lingkungan sekitar, minder, dan tak punya harapan. Situasi itu jadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme. Bukan rahasia lagi, kelompok radikal menawarkan bayaran materi lumayan untuk merekrut anggota. Itu jadi daya tarik. Aksi teror mereka maknai sebagai jihad; jika mati, mereka mati sahid. Tak ada balasan bagi kematian sahid selain surga.
Bagaimana bahaya terorisme di Tanah Air?
Saat ini aksi terorisme menurun dari 2000-an. Namun akar terorisme, yaitu radikalisme agama, tetap tumbuh subur dan beroleh tempat di sebagian masyarakat. Ideologi khilafah, misalnya, tetap eksis dan negara berkesan tak peduli terhadap penyebaran ideologi itu. Padahal, ideologi khilafah jelas ideologi keagamaan sangat radikal karena mencitacitakan pendirian negara Islam.
Seberapa jauh pengaruh penyebaran bahaya terorisme terhadap ketenteraman dan keamanan masyarakat?
Tentu sangat merusak ketenteraman. Kita ingat, misalnya, pada era Presiden Gus Dur, para teroris meledakkan gereja dan bahkan ada anggota Banser sahid karena ledakan itu. Ketenteraman di masyarakat langsung terusik dan muncul saling tak percaya di antara umat beragama. Ketika kini teroris mengincar aparat negara seperti kasus peledakan bom saat salat jumat di Masjid Cirebon, rasa aman pun mencapai titik nadir. Bayangkan, masjid di markas polisi pun bisa dibom. Bagaimana di tempat lain?
Kini, muncul ISIS sebagai momok. Pemerintah menyatakan ISIS sebagai musuh bersama dan harus dibasmi. Bagaimana Anda mencermati fenomena itu?
Fenomena ISIS mempertegas anggapan Islam adalah agama yang identik dengan kemarahan, kebencian, dan permusuhan. Padahal, tak ada ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan. Lebih berbahaya lagi klaim mereka yang menyatakan berhak memonopoli penafsiran dan penerapan hukum Islam. Gagasan menyatukan agama dan negara juga lahir dari klaim itu. Mereka menolak demokrasi dan menawarkan teokrasi atau khilafah.
Kenapa ISIS bisa jadi momok?
ISIS jadi menakutkan karena bersifat transnasional, melampaui batas negara dan leaderless terrorism, terorisme tanpa kepemimpinan. Bayangkan, kelompok radikal di Indonesia yang tak berkait langsung dengan ISIS, tiba-tiba sukarela berbaiat pada ISIS. ISIS kini jadi idola baru bagi segenap gerakan radikal di dunia. Nah, kelompok radikal di Indonesia yang berbaiat ke ISIS itu semacam fans club ISIS yang tak berkait langsung ke ISIS, tetapi terpesona dan mengidolakan ISIS.
Secara konkret apa ancaman ISIS bagi Indonesia, terutama bagi kaum muslim?
Jelas ISIS mengancam trilogi kerukunan beragama, yaitu sesama umat Islam, antarumat beragama, dan antara umat Islam dan pemerintah. ISIS menimbulkan ketidakpercayaan sosial, yang sulit dipulihkan. ISIS mengalihkan fokus umat Islam yang saat ini punyai agenda besar memberantas kemiskinan dan kebodohan bersama pemerintah. Umat Islam harus menoleh kembali ke belakang untuk mendakwahkan Islam rahmatan lil alamiin yang seharusnya sudah selesai.
Masyarakat sudah menolak bibit terorisme, termasuk ISIS, dengan berbagai spanduk dan ikrar penolakan bersama.
Belum cukup. Ingat, ISIS menampilkan diri sebagai idola dengan segala atribut dan perilaku atraktif dan menarik bagi kaum muda yang masih mengalami krisis identitas. Masyarakat, organisasi kemasyarakatan agama, dan pemerintah harus fokus mencegah ideologi radikal masuk ke kalangan muda, khususnya pelajar dan mahasiswa di sekolah/kampus umum yang dangkal pengetahuan agamanya, sehingga mudah tertipu bujuk rayu ISIS.
Apa langkah masyarakat dan pemerintah agar efektif memerangi terorisme?
Ada sedikit salah pandang pemerintah yang menganggap terorisme disebabkan oleh kemiskinan. Itu keliru. Terorisme disebabkan oleh radikalisme agama; radikalisme agama disebabkan oleh kedangkalan pengetahuan agama di masyarakat, khususnya generasi muda. Pemerintah harus memfasilitasi organisasi kemasyarakatan pelajar, mahasiswa, dan pemuda moderat seperti IPNU-IPPNU, PMII dan Ansor-Fatayat untuk berkiprah lebih luas di masyarakat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mungkin bisa mencabut larangan bagi organisasi pelajar dan mahasiswa seperti IPNU dan PMII untuk beraktivitas di kampus. Ketentuan yang berlaku sejak Orde Baru itu menghambat penyebaran gagasan moderat di kalangan pelajar-mahasiswa, dan sebaliknya menyuburkan ideologi radikal di kalangan pelajarmahasiswa. (51)
👀Memahami Gejala Fundamentalisme
Radikalisme keberagamaan mencuat, menyerang sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimana seyogianya menyikapi persoalan itu? Berikut perbincangan dengan ketua Pimpinan Pusat GPAnsor (2011-2016) dan anggota DPR, Yaqut Cholil Qoumas.
Belakangan ini, isu radikalisasi agama menyeruak. Seperti apa sih radikalisasi agama, terutama di Indonesia?
Radikalisme Islam secara garis besar menolak semua orang Islam di luar kelompoknya. Kita di mata mereka kafir, maka wajib diperangi. Dalam konteks Indonesia, radikalisme Islam memiliki agenda mengambil alih kekuasaan negara dan mengubah jadi negara Islam. Itu soal sangat serius. Mereka tak merasa sebagai orang Indonesia beragama Islam, tetapi orang Islam yang tinggal di Indonesia.
Apakah radikalisasi itu akan terus berkembang, tumbuh subur, di Indonesia seiring perkembangan radikalisasi di tingkat global?
Tidak, selama kita memiliki pemahaman yang sama tentang Indonesia berikut keragamannya. Namun jika sebaliknya, radikalisasi agama akan terus berkembang seiring kemajuan teknologi informasi yang menciptakan kondisi borderless world; arus informasi bisa melintas batas antarnegara secara bebas tanpa hambatan berarti. Apalagi Indonesia kini telah menjadi “pasar” gemuk bagi aliran- aliran radikal agama karena jumlah umat Islam terbesar di dunia. Setiap kelompok radikal pasti tertarik memperluas “pasar” di Indonesia, baik untuk merekrut kader maupun sekadar mobilisasi dana.
Apa akar radikalisme agama di Indonesia? Apakah radikalisme agama itu jadi penyebab kemunculan terorisme di Indonesia?
Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi akar paham radikal berkembang. Pertama, perkembangan di tingkat global. Kelompok- kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror. Apa yang terjadi di Afghanistan, Palestina, Tunisia, Irak, Yaman, Syiria, dan seterusnya dipandang sebagai campur tangan Amerika, Israel, dan sekutunya. Aksi teror mereka anggap sebagai pembalasan atas campur tangan Amerika dan sekutunya, termasuk di Indonesia.
Itu sejalan dengan faktor kedua, yaitu ambisi Saudi yang kaya raya menjadi kekuatan berpengaruh di dunia Islam. Lihat sekarang betapa kelompok-kelompok radikal itu bergaya arabisme dan menyebarkan paham wahabi, yang jadi mainstreamdi Saudi.
Wahabisme bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan mentalitas. Ciri mental itu antara lain gemar membuat batas kelompok yang rigid dan sempit dari kaum muslimin, sehingga dengan mudah mereka mengatakan di luar kelompok mereka adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi. Mereka mengampanyekan teologi ketauhidan yang berpandangan orang maksiat saja sudah dianggap keluar dari Islam.
Ciri berikutnya, mereka gemar berkonfrontasi dengan kelompok di luar mereka. Bagi mereka, bukan Islam berarti musuh. Musuh berarti sesat. Sesat wajib disikat. Selain itu, mereka menghalalkan segala cara dengan kekerasan, memakai dalih nahi munkar sampai ke hal kecil dan remeh temeh.
Ketiga, kemiskinan, meski tak berpengaruh langsung. Orang miskin terasing dari lingkungan sekitar, minder, dan tak punya harapan. Situasi itu jadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme. Bukan rahasia lagi, kelompok radikal menawarkan bayaran materi lumayan untuk merekrut anggota. Itu jadi daya tarik. Aksi teror mereka maknai sebagai jihad; jika mati, mereka mati sahid. Tak ada balasan bagi kematian sahid selain surga.
Bagaimana bahaya terorisme di Tanah Air?
Saat ini aksi terorisme menurun dari 2000-an. Namun akar terorisme, yaitu radikalisme agama, tetap tumbuh subur dan beroleh tempat di sebagian masyarakat. Ideologi khilafah, misalnya, tetap eksis dan negara berkesan tak peduli terhadap penyebaran ideologi itu. Padahal, ideologi khilafah jelas ideologi keagamaan sangat radikal karena mencitacitakan pendirian negara Islam.
Seberapa jauh pengaruh penyebaran bahaya terorisme terhadap ketenteraman dan keamanan masyarakat?
Tentu sangat merusak ketenteraman. Kita ingat, misalnya, pada era Presiden Gus Dur, para teroris meledakkan gereja dan bahkan ada anggota Banser sahid karena ledakan itu. Ketenteraman di masyarakat langsung terusik dan muncul saling tak percaya di antara umat beragama. Ketika kini teroris mengincar aparat negara seperti kasus peledakan bom saat salat jumat di Masjid Cirebon, rasa aman pun mencapai titik nadir. Bayangkan, masjid di markas polisi pun bisa dibom. Bagaimana di tempat lain?
Kini, muncul ISIS sebagai momok. Pemerintah menyatakan ISIS sebagai musuh bersama dan harus dibasmi. Bagaimana Anda mencermati fenomena itu?
Fenomena ISIS mempertegas anggapan Islam adalah agama yang identik dengan kemarahan, kebencian, dan permusuhan. Padahal, tak ada ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan. Lebih berbahaya lagi klaim mereka yang menyatakan berhak memonopoli penafsiran dan penerapan hukum Islam. Gagasan menyatukan agama dan negara juga lahir dari klaim itu. Mereka menolak demokrasi dan menawarkan teokrasi atau khilafah.
Kenapa ISIS bisa jadi momok?
ISIS jadi menakutkan karena bersifat transnasional, melampaui batas negara dan leaderless terrorism, terorisme tanpa kepemimpinan. Bayangkan, kelompok radikal di Indonesia yang tak berkait langsung dengan ISIS, tiba-tiba sukarela berbaiat pada ISIS. ISIS kini jadi idola baru bagi segenap gerakan radikal di dunia. Nah, kelompok radikal di Indonesia yang berbaiat ke ISIS itu semacam fans club ISIS yang tak berkait langsung ke ISIS, tetapi terpesona dan mengidolakan ISIS.
Secara konkret apa ancaman ISIS bagi Indonesia, terutama bagi kaum muslim?
Jelas ISIS mengancam trilogi kerukunan beragama, yaitu sesama umat Islam, antarumat beragama, dan antara umat Islam dan pemerintah. ISIS menimbulkan ketidakpercayaan sosial, yang sulit dipulihkan. ISIS mengalihkan fokus umat Islam yang saat ini punyai agenda besar memberantas kemiskinan dan kebodohan bersama pemerintah. Umat Islam harus menoleh kembali ke belakang untuk mendakwahkan Islam rahmatan lil alamiin yang seharusnya sudah selesai.
Masyarakat sudah menolak bibit terorisme, termasuk ISIS, dengan berbagai spanduk dan ikrar penolakan bersama.
Belum cukup. Ingat, ISIS menampilkan diri sebagai idola dengan segala atribut dan perilaku atraktif dan menarik bagi kaum muda yang masih mengalami krisis identitas. Masyarakat, organisasi kemasyarakatan agama, dan pemerintah harus fokus mencegah ideologi radikal masuk ke kalangan muda, khususnya pelajar dan mahasiswa di sekolah/kampus umum yang dangkal pengetahuan agamanya, sehingga mudah tertipu bujuk rayu ISIS.
Apa langkah masyarakat dan pemerintah agar efektif memerangi terorisme?
Ada sedikit salah pandang pemerintah yang menganggap terorisme disebabkan oleh kemiskinan. Itu keliru. Terorisme disebabkan oleh radikalisme agama; radikalisme agama disebabkan oleh kedangkalan pengetahuan agama di masyarakat, khususnya generasi muda. Pemerintah harus memfasilitasi organisasi kemasyarakatan pelajar, mahasiswa, dan pemuda moderat seperti IPNU-IPPNU, PMII dan Ansor-Fatayat untuk berkiprah lebih luas di masyarakat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mungkin bisa mencabut larangan bagi organisasi pelajar dan mahasiswa seperti IPNU dan PMII untuk beraktivitas di kampus. Ketentuan yang berlaku sejak Orde Baru itu menghambat penyebaran gagasan moderat di kalangan pelajar-mahasiswa, dan sebaliknya menyuburkan ideologi radikal di kalangan pelajarmahasiswa. (51)
oleh:
Azyumardi Azra
Fundamentalisme sering mempunyai citra negatif. Peristiwa bunuh diri massal David Koresh dan pengikutnya, yang dikenal sebagai kelompok fundamentalis Kristen "Davidian Branch," pada pertengahan April lalu, hanya memperkuat citra bahwa kaum fundamentalis adalah orang-orang sesat. Di tempat kelahirannya, Amerika Serikat, fundamentalisme punya makna pejoratif seperti fanatik, anti intelektualisme, eksklusif yang sering membentuk cult yang menyimpang dari praktek keagamaan mainstream.
Mempertimbangkan perkembangan historis dan fenomena fundamentalisme Kristen, sementara orang menolak penggunaan istilah "fundamentalisme" untuk menyebut gejala keagamaan semacam di kalangan Muslim. Tapi terlepas dari keberatan-keberatan yang bisa dipahami itu, ide dasar yang terkandung dalam istilah fundamentalisme Islam ada kesamaannya dengan fundamentalisme Kristen; yakni kembali kepada "fundamentals" (dasar-dasar) agama secara "penuh" dan "literal", bebas dari kompromi, penjinakan, dan reinterpretasi.
Dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik dasar itu, maka fundamentalisme Islam bukanlah sepenuhnya gejala baru. Muhammad bin 'Abd al-Wahhab dengan kaum Wahhabiyyah bisa dikatakan sebagai gerakan fundamentalisme Islam pertama yang berdampak panjang dan luas. Gerakan Wahhabi muncul sebagai reaksi terhadap kondisi internal umat Islam sendiri; tidak disebabkan faktor-faktor luar seperti penetrasi Barat.
Banyak ahli dan pengamat menilai di masa kontemporer fundamentalisme menggejala jauh lebih kuat di kalangan kaum Muslim dibandingkan di kalangan penganut agama-agama lain. Hal ini tentu saja kontras dengan kenyataan bahwa masyarakat-masyarakat Muslim, yang termasuk ke dalam Dunia Ketiga, dalam beberapa dasawarsa terakhir telah dan sedang menggenjot proses modernisasi. Modernisasi, menurut banyak sosiolog, pada gilirannya menimbulkan sekularisasi. Dengan kata lain, dalam masyarakat modern yang bersifat saintifik-industrial, kepercayaan, komitmen dan pengamalan keagamaan mengalami kemerosotan.
Teori modernisasi-sekularisasi ini nampaknya semakin kehilangan relevansinya. Harvey Cox misalnya belum lama ini dalam bukunya Religion in the Secular City: Toward a Postmodern Theology (1984) terpaksa "merevisi" teori modernisasi-sekularisasinya seperti yang dikemukakannya dalam The Secular City (1965). Sejauh menyangkut Islam, Ernest Gellner berpendapat, "menyatakan sekularisasi berlaku dalam Islam tidak hanya bisa diperdebatkan. Pandangan seperti itu jelas keliru. Islam sekarang tetap kuat seperti seabad lampau. Bahkan dalam segi-segi tertentu, semakin kuat." (Postmodernism and Religion, 1992).
Mengapa Islam begitu secularization-resistant? Menurut Gellner, hal itu disebabkan watak dasar "High Islam" --sebagai kontras "Folk Islam"-- yang luarbiasa monotheistik, nomokratik, dan pada umumnya sangat berorientasi puritanisme dan skripturalisme. Dalam beberapa dasawarsa terakhir terjadi pergeseran besar dari "Folk Islam" kepada "High Islam". Basis-basis sosial "Folk Islam" sebagian besarnya mengalami erosi, sementara "High Islam" terus semakin kuat. Seperti bisa diduga, "High Islam" menyerukan kepada pengalaman ketat Islam, sebagaimana dipraktekkan di masa-masa awal Islam. Dengan demikian, Gellner menyimpulkan, Islam yang puritan dan skripturalis kelihatannya tidak harus punah dalam kondisi modern. Dunia modern, sebaliknya malah merangsang kebangkitannya.
Dalam segi-segi tertentu orang bisa mempertanyakan keabsahan teori Gellner. Untuk kasus Indonesia, misalnya, pergeseran dari "Folk Islam" kepada "High Islam" dapat diartikan sebagai terjadinya proses "santrinisasi" kaum Muslim. Tetapi penting dicatat, tidak seluruh mereka yang mengalami proses "santrinisasi" ini kemudian menjadi fundamentalis. Bahkan bisa dikatakan, hanya sebagian kecil saja yang bisa dimasukkan ke dalam tipologi fundamentalis; karena itulah mereka disebut sebagai kelompok sempalan belaka. Wajah kaum santri yang ramah dan teduh tetap lebih dominan. Gejala seperti ini agaknya juga dominan di tempat-tempat lain di Dunia Muslim.
Poin ini penting ditegaskan. Pengamat Barat khususnya, sering keliru--apakah sengaja atau tidak--dengan mengidentikkan gejala "kebangkitan" Islam (atau tepatnya intensifikasi keagamaan) di kalangan kaum Muslim sebagai fundamentalisme Islam. Dalam kerangka inilah maka pengamat Barat secara tidak bertanggungjawab menganggap Islam sebagai "ancaman" vis-a-vis Dunia Barat. Pandangan Barat seperti itu jelas tidak hanya naif tetapi juga sangat distortif. Kajian-kajian yang lebih obyektif, adil dan jujur diperlukan berbagai pihak untuk memahami gejala fundamentalisme Islam secara lebih baik.
Diambil dari Jurnal Ulumul Qur'an.
👅
Istilah Fundamentalisme Lahir dari Tradisi Kristen
Oleh:
Syafiq Syeirozi
Fundamentalisme, selama sekian tahun terakhir selalu diidentikkan dengan radikalisme, ekstremisme, bahkan terorisme. Ironisnya, selama beberapa tahun mutakhir bahkan lebih sering dilekatkan pada Islam ketimbang agama lain, setidaknya sejak kasus terbunuhnya Presiden Mesir, Anwar Sadat, pada Oktober 1981, saat melakukan apel militer.
Namun dewasa ini, seperti pernah ditulis oleh Syafiq Hasyim dalam Jurnal Tashwirul Afkar edisi No. 13 tahun 2002, “Terasa hambar membincang fundamentalisme Islam jika tidak dipertautkan dengan peristiwa serangan bunuh diri penabrakan dua pesawat ke gedung WTC dan Pentagon (pusat pertahanan Amerika).” Atau dalam konteks Indonesia, diskursus fundamentalisme Islam senantiasa dihubungkan dengan peristiwa bom Bali I, Oktober 2002.
Fundamentalisme kerap dituduh sebagai akar ideologis yang melahirkan terorisme. Wataknya yang eksklusif, mengklaim paling benar, tekstual dalam memahami teks suci, totalistik, dan menempatkan masa lalu sebagai kebenaran, aktif bergerak, hanya perlu sedikit “bumbu” legitimasi kekerasan agar penganutnya bersedia melakukan aksi anarkistis.
Namun secara akademis, sesungguhnya istilah fundamentalisme tidaklah lahir dari tradisi Islam melainkan dari gerakan protestanisme di Amerika. Istilah fundamentalisme populer pertama kali untuk menjelaskan gerakan militan dan konservatif Kristen pada tahun 1920 dalam usahanya melawan pengaruh modernisme.
Fundamentalisme protestan, seperti ditulis oleh Richard T Antoun, dalam buku Understanding Fundamentalism: Christian, Islamic and Jewish Movements (2001), memiliki beberapa karakter di antaranya; Pertama, percaya akan ajaran-ajaran pokok iman Kristen yang pada dasarnya mencakup otoritas kitab suci, kelahiran Yesus dari perawan bunda Maria, kembalinya Yesus secara fisik ke Dunia; Kedua, selalu berupaya menjaga kemurnian ajaran pokok tersebut dari pengaruh ajaran lain dan bersedia mengorbankan diri mereka demi keyakinannya.
Pada awal abad kedua puluh, mereka menyatakan perang terhadap kaum modernis terutama terhadap pikiran-pikirannya mengenai bible dan ajaran evolusi Darwin. Serangan kelompok fundamentalis terpusat pada dua bagian yang sangat penting. Di kalangan denominasi (umat) besar seperti Babtis dan Presbyterian, usaha terpenting diarahkan untuk membersihkan pengaruh modernisme dan berusaha keras untuk melarang ajaran evolusi Darwin diajarkan di sekolah-sekolah umum.
Dalam upayanya ini, kaum fundamentalis mengalami kegagalan dan sejak itu menjadi kelompok terkucil. Namun kemudian mereka bisa menyusun kembali kekuatan pada akhir dekade tahun 1920-an sebagai kekuatan moral yang dominan.
Dalam pandangan Dr. Robert Setio, pengajar Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, dalam makalah bertajuk Fundamentalisme Kristen (Protestan), sejarah fundamentalisme yang terpapar di atas merupakan fundamentalisme fase pertama. Menurut dia, pada fase pertama, fundamentalisme kerap dipandang sebagai sebagai reaksi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan studi Alkitab.
Dalam studi Alkitab memang sudah dikenal adanya upaya menafsir secara historis-kritis sejak abad 17-an. Semakin lama studi semacam ini menguat dan seiring dengan itu menimbulkan krisis kepercayaaan terhadap otoritas Alkitab. Alkitab seolah dijadikan sebagai obyek penelitian belaka yang bisa dibedah tanpa memedulikan otoritasnya.
Sementara kemajuan ilmu pengetahuan juga berkontribusi pada melemahnya masyarakat dalam memercayai agama (masyarakat menjadi sekuler). Kedua gejala ini memicu reaksi yang kemudian disebut sebagai fundamentalisme. Reaksi yang bertujuan mengembalikan posisi yang semula dinikmati agama.
Sementara, fundamentalisme protestan fase kedua menurut Robert Setyo, adalah fenomena politik di Amerika Serikat pada 2004 berupa dukungan terhadap George W Bush untuk menduduki kursi Presiden AS kedua kalinya. Tatkala pemerintahan Bush mengalami banyak guncangan terutama akibat kebohongan adanya proyek senjata pemusnah masal di Irak yang menjadi alasan bagi AS menyerang negeri seribu satu malam itu, sebenarnya banyak orang menduga Bush mustahil terpilih lagi. Tetapi ternyata Bush kembali memenangkan pemilihan Presiden secara mutlak.
Lalu mengapa hal ini disebut sebagaai gejala fundamentalisme? Ternyata alasan yang dikemukakan para pemilih Bush adalah karena Bush dianggap sebagai figur paling tepat untuk menjaga moralitas bangsa. Sikapnya yang anti aborsi, homoseksual, percobaan stem cell, telah meyakinkan para pemilihnya bahwa dia lah sosok yang dapat membawa AS keluar dari berbagai tragedi yang banyak dialami bangsa AS. Tak sedikit orang yang mengaitkan tragedi 9 September (pengeboman WTC dan Pentagon) dengan kebobrokan moral bangsa AS. Tragedi itu adalah semacam hukuman Tuhan terhadap bangsa yang sudah kehilangan kendali moral. Sehingga untuk mencegah tragedi semacam itu terulang, AS perlu dipimpin oleh sosok dengan moralitas yang benar dan tegas terhadap orang yang moralnya keliru seperti kaum homoseksual.
Karakter fundamentalisme sebenarnya bisa mengidap pemeluk agama mana pun. Yang menjadi masalah, jika klaim kebenaran mutlak itu lantas “dibumbui” dengan doktrin penghalalan darah kelompok lain yang dianggap salah. Dalam kasus mutakhir, aksi pembantaian masal yang dilakukan Anders Behring Breivik, pemuda Kristen fundamentalis di Norwegia pada pertengahan 2011, adalah contoh fundamentalisme yang melahirkan terorisme.
Breivik mengidap ketakutan pada kelompok Islam hingga kemudian melakukan aksi teror. Dan di persidangan ia tidak pernah merasa bersalah atas aksinya itu. Sebaliknya ia percaya bahwa aksinya dibenarkan oleh Tuhan.
👎
Suarakita.org- Khelmy Pribadi, Aktivis Ma’arif Institute, melontarkan tesis bahwa partai Islam akan turun pamor namun kelompok semacam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau Front Pembela Islam (FPI) semakin naik daun. Artinya fundamentalisme di Indonesia semakin menguat.
Di daulat sebagai narasumber Nonton Bareng dan Diskusi Film Mata Tertutup, Minggu 16 Desember 2013 di sekretariat Our Voice, Khelmy mengungkapkan tiga indikator menguatnya fundamentalisme di Indonesia. Indikator pertama adalah semakin banyak peraturan daerah (Perda) bernuansa agama. Kedua, agamaisasi di ruang publik. Dan ketiga adalah banyaknya aksi intoleransi.
Khelmy pun menuturkan bahwa fundamentalisme bukan cuma khas agama melainkan juga ada ditiap ruang pemikiran,”Contohnya fundamentalisme pasar” ungkapnya.
Khelmy pun menuturkan bahwa fundamentalisme bukan cuma khas agama melainkan juga ada ditiap ruang pemikiran,”Contohnya fundamentalisme pasar” ungkapnya.
Tren 2011 terkait dengan fundamentalisme, berdasarkan penuturan Khelmy, bahwasannya fundamentalisme tidak lagi menyasar pondok pesantren tetapi mulai menjaring di sekolah sekolah publik. “SMA Negeri jadi ruang pertarungan dan pertaruhan” ujarnya. Sehingga menurut Khelmy kelompok rohani di sekolah negeri rentan terhadap pemikiran fundamentalisme.
Bagi Khelmy, fundamentalisme-radikalisme berbeda dengan terorisme. Fundamentalisme dan radikalisme masih di ranah pemikiran, gagasan dan nilai sedangkan terorisme sudah nyata praktiknya. Sehingga terorisme bisa diadili karena ada perbuatannya, yakni menghilangkan nyawa orang lain, merusak hak milik orang lain dan semacamnya.
Terorisme tidak sekadar karena agama. terorisme mengkooptasi agama dan menjadikannya sebagai trigger (pemantik). “Soal utama karena mereka (teroris-red) miskin” ungkap Khelmy.
Sehingga pendekatan dalam memerangi terorisme tidak hanya mengubah cara pikir pelaku terorisme, namun juga melalui pendekatan kesejahteraan. “siapa yang memikirkan kesejahteraan istri dan anak amrozi?” ungkap khelmy.
Khelmy pun meng-kritik polisi Indonesia yang main langsung tembak orang yang diduga teroris. Khelmy menceritakan bahwa di suatu pengrebekan, polisi langsung menembak orang yang diduga teroris di depan istri dan anaknya, “Jangan heran bila si anak menganggap bahwa ‘polisi membunuh bapak saya’”. (Gusti Bayu)
❤
Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) masih menguasai sejumlah wilayah penting di Irak dan Suriah. Dengan segala kekejaman mereka terhadap warga di sekitar, anggota militan ISIS kerap membunuh, memperkosa, dan menyiksa siapa pun yang menurut mereka salah.
Selama ini ISIS juga menyebarkan berita kekejian mereka lewat segala media propaganda, baik cetak maupun elektronik. ISIS juga tidak segan-segan menunjukkan kekejian mereka dengan alasan ajaran agama. Tidak tanggung-tanggung, mereka bahkan beralasan kitab suci Alquran membenarkan perbuatan keji mereka.
Apa saja ajaran-ajaran sesat ISIS yang jelas menyesatkan dan bikin geram dunia internasional itu? Simak ulasannya berikut ini.
1.ISIS hapus pelajaran seni, musik, dan sejarah di sekolah Irak
– Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyusun kurikulum pelajaran baru bagi sekolah-sekolah di Kota Mosul, Irak.
Dalam susunan kurikulum baru ini ISIS menghapus pelajaran seni, musik, sejarah sastra, dan Kristen, seperti dilansir stasiun televisi CBSNews, Selasa (16/9/2014).
Di kota terbesar kedua di Irak itu ISIS menyatakan tahun ajaran baru dimulai pada 9 September namun menurut warga setempat tidak ada anak-anak sekolah yang masuk kelas. Orangtua beralasan mereka tidak ingin anak-anaknya merasa takut.
“Yang terpenting bagi kami sekarang anak-anak tetap bisa mendapat pelajaran sekolah meski mereka harus meninggalkan tahun ajaran setahun penuh dan tidak dapat ijazah,” ujar seorang warga Mosul bernama Abu Hassan kepada kantor berita AP. Dia dan istrinya memutuskan anak mereka menjalani proses belajar di rumah.
“Mereka akan mencuci otak anak-anak kami dan mengotori pikiran mereka,” kata Abu Hassan.
2.Militan ISIS hancurkan makam Nabi Yunus di Irak
Para militan dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dikabarkan menghancurkan batu nisan dari beberapa makam bersejarah di Irak dengan palu hingga berkeping-keping.
Para miltan itu, yang tergabung dalam kelompok teror Negara Islam (sebelumnya ISIS), terekam tengah menyerang kuburan berusia berabad-abad di Kota Mosul, Provinsi Niniwe, sebelah utara Irak, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Kamis (10/7/2014).
Sambil mengenakan penutup kepala dan pakaian serba hitam, mereka mengayunkan palu godam ke arah makam, hingga menghasilkan kepulan debu dan pecahan batu beterbangan di udara.
Salah satu batu nisan yang hancur dikatakan milik Nabi Yunus, seorang nabi yang dihormati baik oleh umat Islam maupun Kristen, menurut pihak berwenang Irak.
Nabi Yunus, yang merupakan tokoh sentral dalam Kitab Yunus di Alkitab Perjanjian Lama (Ibrani), dikenal dengan kisahnya yang ditelan oleh ikan atau ikan paus, tergantung pada terjemahan.
Serangan itu adalah kekerasan terbaru dilakukan ISIS di seluruh Irak.
Awal pekan ini, serangkaian gambar muncul memperlihatkan aksi penghancuran hampir lusinan masjid Syiah dan Sunni di Mosul, kota terbesar kedua di Irak, dan Kota Tal Afar, saat ini juga berada di bawah kendali ISIS.
Militan ISIS percaya bahwa memberikan penghormatan khusus kepada makam dan peninggalan-peninggalan bertentangan dengan ajaran Islam.
Ketika berbicara tentang serangan terbaru ini, pejabat Niniwe, Zuhair al-Chalabi, mengatakan kepada situs IraqiNews.com bahwa militan ISIS (telah) menguasai masjid Nabi Yunus di Kota Mosul sejak mereka menginvasi kota itu.
“Mereka terlibat dalam proses perusakan isi masjid. Masjid itu masih dikuasi oleh mereka sampai sekarang,” ujar
Kuil Nabi Set juga dikatakan dihancurkan oleh para militan, menurut laporan itu.
3.ISIS haramkan pelajaran filsafat dan kimia
Kelompok Islam Irak dan Syam (ISIS) melarang filsafat dan kimia diajarkan di sekolah-sekolah di Kota Raqqa, utara Suriah.
“Kedua pelajaran itu tidak sesuai dengan syariat Islam,” kata Pemantau Hak Asasi Suriah (SOHR) kemarin, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Sabtu (16/8/2014).
ISIS telah memanggil semua guru dan kepala sekolah di provinsi Raqqa dan Dair az-Zur – dua wilayah dalam kekuasaan mereka – untuk mempersiapkan sistem pendidikan Islam. Mereka menjanjikan gaji besar bagi para guru.
Kelompok Islam barbar ini telah menutup sejumlah sekolah di Raqqa lantaran memakai kurikulum pemerintah Suriah.
ISIS Juni lalu menyatakan telah membentuk kekhalifahan dengan Abu Bakar al-Baghdadi sebagai khalifah, memang menerapkan syariat Islam di wilayah kontrol mereka. Daerahnya mulai dari utara Suriah hingga utara Irak.
4.Ajaran sesat, ISIS sebut perempuan beda agama boleh diperkosa
Bocah Yazidi berusia 12 tahun yang diperkosa oleh anggota kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengatakan pemerkosanya mengaku perbuatan dia memperkosa itu bukan dosa karena menurut dia kitab suci Alquran membolehkan perempuan non muslim diserang.
Sekitar 5.000 perempuan dan gadis dari sekte minoritas seperti Yazidi diculik oleh ISIS tahun lalu. Kelompok militan itu menjalankan sistem perbudakan seks dan perdagangan manusia yang didukung oleh pengadilan versi mereka, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Jumat (14/8).
Gadis 12 tahun itu berhasil kabur dari sekapan dan lari ke pengungsian setelah ditangkap selama 11 bulan. Dia kemudian menceritakan pengalaman buruknya kepada wartawan the New York Times Rukmini Callimach. Wartawati itu sudah mewawancarai 21 perempuan dan gadis yang belum lama ini berhasil kabur.
“Saya minta dia (militan ISIS) berhenti. Tapi dia bilang menurut Islam dia boleh memperkosa perempuan kafir. Kata dia, dengan memperkosa saya dia semakin dekat dengan Tuhan,” ujar bocah malang itu.
Bocah lain berusia 15 tahun yang disekap selama sembilan bulan dan berhasil kabur empat bulan lalu mengatakan kepada the New York TImes: “Tiap kali dia akan memperkosa saya, dia selalu berdoa.”
“Saya bilang perbuatanmu itu salah dan tidak akan mendekatkanmu kepada Tuhan. Tapi dia bilang,’Tidak, ini halal'”
Banyak kaum perempuan Yazidi disekap di Mosul, Irak, selama beberapa pekan atau bulan, untuk kemudian dipindahkan lagi ke sejumlah kelompok kecil pasukan mereka di Suriah atau Irak, Mereka dipertukarkan sebagai budak seks.
👳
Tidak ada komentar:
Posting Komentar