moment of truth: TANPA KESEJAHTERAAN atau WAJIB SEJAHTERA
Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada keterkaitan tak langsung antara pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan vonis 2 tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penodaan agama.
"Ini dilakukan dalam waktu berdekatan, kami melihat ini ada indikasi semacam kompromi politik, indikatornya adalah representasi kelompok kanan, hal ini HTI dibubarkan. Maka, untuk meredam itu Ahok sebagai representasi kelompok liberal juga divonis," kata Kordinator Kontras, Yati Andriyani di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Mei 2017.
BACA JUGA
Setara Institute: Hakim Vonis Ahok dengan Standar Ganda
Setara Institute: Vonis Ahok di Luar Kelaziman
Setara Institute: Majelis Hakim Ahok di Bawah Tekanan Massa
Kedua peristiwa tersebut, ia mengungkapkan, tidak sesuai dengan terapan hukum berkeadilan. Apalagi, ia melihat, vonis 2 tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk Ahok dipaksakan karena desakan massa. Sedangkan pembubaran HTI adalah pernyataan sepihak pemerintah.
"Dalam kasus ini kita tidak melihat ada intensi sengaja penodaan. Kita melihat hakim terpengaruh tekanan massa. Pada HTI, harusnya pembubaran harus ada pengujian ketat pemerintah, kalau hanya dibilang HTI melawan Pancasila-NKRI itu masih secara umum, harus dibuktikan (mendalam) dulu," imbuh Yati.
Ia menjelaskan, 2 peristiwa tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Kontras. Di mana ada ongkos mahal yang dikorbankan, yakni HAM dan nilai demokrasi.
"Kami khawatirkan ini (pembubaran HTI dan vonis Ahok) bentuk kompromi pemerintah untuk meredakan situasi. Tapi sesungguhnya, ini mengorbankan banyak hal, ada ongkos yang mahal, HAM dan nilai demokrasi dan serta aturan hukum," tandas Yati.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menjelaskan, pemerintah punya alasan khusus sampai akhirnya mengambil keputusan tersebut. Salah satunya, kegiatan HTI dinilai dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Aktivitas yang dilakukan HTI nyata-nyata telah menimbulkan benturan di tengah masyarakat yang pada gilirannya mengancam keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI," ujar Wiranto di kantornya, Senin, 8 Mei 2017.
Sementara Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Dwiarso.
Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan๐ bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa (Ahok) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.
๐
Liputan6.com, Jakarta - Paranormal kondang Ki Gendeng Pamungkas ditangkap penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Dia ditangkap di rumahnya atas tudingan melakukan diskriminasi terhadap ras dan etnis tertentu atau rasis, Selasa 9 Mei 2017 malam.
"Ditangkap di Jalan Tanah Merdeka, Perumahan Bogor Baru, Blok D IV, No 45, RT 07 RW 01, Tegal Lega, Kota Bogor, semalam sekitar pukul 23.00 WIB," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (10/5/2017).
Pria berusia 69 tahun itu dijerat dengan Pasal 4 huruf b jo Pasal 16 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP tentang Perbuatan Menunjukkan Kebencian karena Perbedaan Ras dan Etnis.
Dalam penangkapan itu, polisi juga menyita barang bukti berupa 1 unit ponsel, jaket jeans dengan tulisan "Fight Againts Cina", 67 kaus atau baju dengan tulisan anti-China, 1 topi Front Pribumi warna hitam, 1 bangku, 4 pisau sangkur, 2 air softgun, sejumlah stiker dan badge dengan tulisan anti-China, recorder CCTV, dan kartu identitas tersangka.
"Sekarang tersangka masih ditahan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya untuk diperiksa intensif," ucap Argo.
❤
Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras langkah Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia Hary Tanoesoedibjo alias HT yang melaporkan media online Tirto.id. dengan tuduhan pencemaran nama baik ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Selasa 25 April 2107.
AJI mendesak Polda Metro Jaya segera melimpahkan laporan ini ke Dewan Pers.
Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada keterkaitan tak langsung antara pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan vonis 2 tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penodaan agama.
"Ini dilakukan dalam waktu berdekatan, kami melihat ini ada indikasi semacam kompromi politik, indikatornya adalah representasi kelompok kanan, hal ini HTI dibubarkan. Maka, untuk meredam itu Ahok sebagai representasi kelompok liberal juga divonis," kata Kordinator Kontras, Yati Andriyani di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Mei 2017.
BACA JUGA
Setara Institute: Hakim Vonis Ahok dengan Standar Ganda
Setara Institute: Vonis Ahok di Luar Kelaziman
Setara Institute: Majelis Hakim Ahok di Bawah Tekanan Massa
Kedua peristiwa tersebut, ia mengungkapkan, tidak sesuai dengan terapan hukum berkeadilan. Apalagi, ia melihat, vonis 2 tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk Ahok dipaksakan karena desakan massa. Sedangkan pembubaran HTI adalah pernyataan sepihak pemerintah.
"Dalam kasus ini kita tidak melihat ada intensi sengaja penodaan. Kita melihat hakim terpengaruh tekanan massa. Pada HTI, harusnya pembubaran harus ada pengujian ketat pemerintah, kalau hanya dibilang HTI melawan Pancasila-NKRI itu masih secara umum, harus dibuktikan (mendalam) dulu," imbuh Yati.
Ia menjelaskan, 2 peristiwa tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Kontras. Di mana ada ongkos mahal yang dikorbankan, yakni HAM dan nilai demokrasi.
"Kami khawatirkan ini (pembubaran HTI dan vonis Ahok) bentuk kompromi pemerintah untuk meredakan situasi. Tapi sesungguhnya, ini mengorbankan banyak hal, ada ongkos yang mahal, HAM dan nilai demokrasi dan serta aturan hukum," tandas Yati.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menjelaskan, pemerintah punya alasan khusus sampai akhirnya mengambil keputusan tersebut. Salah satunya, kegiatan HTI dinilai dapat membahayakan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Aktivitas yang dilakukan HTI nyata-nyata telah menimbulkan benturan di tengah masyarakat yang pada gilirannya mengancam keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI," ujar Wiranto di kantornya, Senin, 8 Mei 2017.
Sementara Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Dwiarso.
Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan๐ bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa (Ahok) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.
๐
"Ditangkap di Jalan Tanah Merdeka, Perumahan Bogor Baru, Blok D IV, No 45, RT 07 RW 01, Tegal Lega, Kota Bogor, semalam sekitar pukul 23.00 WIB," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (10/5/2017).
Pria berusia 69 tahun itu dijerat dengan Pasal 4 huruf b jo Pasal 16 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP tentang Perbuatan Menunjukkan Kebencian karena Perbedaan Ras dan Etnis.
Dalam penangkapan itu, polisi juga menyita barang bukti berupa 1 unit ponsel, jaket jeans dengan tulisan "Fight Againts Cina", 67 kaus atau baju dengan tulisan anti-China, 1 topi Front Pribumi warna hitam, 1 bangku, 4 pisau sangkur, 2 air softgun, sejumlah stiker dan badge dengan tulisan anti-China, recorder CCTV, dan kartu identitas tersangka.
"Sekarang tersangka masih ditahan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya untuk diperiksa intensif," ucap Argo.
❤
Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras langkah Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia Hary Tanoesoedibjo alias HT yang melaporkan media online Tirto.id. dengan tuduhan pencemaran nama baik ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Selasa 25 April 2107.
AJI mendesak Polda Metro Jaya segera melimpahkan laporan ini ke Dewan Pers.
BACA JUGA :
Hary, bos perusahaan media di bawah MNC Group, melalui pengacaranya melaporkan media Tirto.id karena tulisan jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, berjudul "Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar" yang dipublikasikan Tirto.id.
Dalam tulisan Nairn, Hary disebut sebagai salah satu pendukung utama gerakan makar dan disebut sebagai penyandang dana.
Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim mengatakan langkah Hary melapor ke polisi itu mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Menurut AJI, pelaporan produk jurnalistik ke polisi ini menunjukkan Hary tidak memahami semangat kebebasan pers dan Undang-Undang Pers.
"Jika Hary Tanoe merasa dirugikan oleh pemberitaan Tirto.id, seharusnya dia menggunakan cara yang diatur UU Pers yakni hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers, bukan justru melapor ke polisi," kata Ahmad Nurhasim, Kamis (27/4/2017).
Laporan Hary diterima Polda Metro Jaya dengan nomor berkas LP/2000/IV/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Pengacara Hary melaporkan kasus tersebut dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 27 ayat 3 Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Nurhasim mengatakan, Hary, pengusaha yang memiliki dan hidup dari media, mestinya memberikan contoh yang benar dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan media.
Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 menjelaskan bila sengketa pemberitaan tidak bisa selesai dengan mekanisme hak jawab, maka diselesaikan melalui mediasi di Dewan Pers.
AJI Jakarta menilai tindakan Hary yang menempuh jalur pidana dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan tersebut justru merusak prinsip-prinsip demokrasi dan menunjukkan dia antikebebasan pers.
“Langkah Hary mempidanakan Tirto.id benar-benar mengancam kebebasan pers," ujar Nurhasim.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mendesak Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti laporan tersebut.
“Polisi harus segera melimpahkan laporan itu ke Dewan Pers. Biarkan Dewan Pers yang menilai apakah berita tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau tidak,” kata Erick.
Dewan Pers adalah institusi yang punya wewenang menilai pelanggaran kode etik jurnalistik suatu berita. Erick juga meminta Hary mencabut laporannya ke polisi.
Kasus berita Tirto.id ini juga mendorong Markas Besar Tentara Nasional Indonesia berniat melaporkan media ini ke Kepolisian. Belakangan, sikap TNI melunak dan hanya akan melaporkan media ini ke Dewan Pers.
AJI Jakarta mengingatkan jurnalis untuk selalu bekerja dengan menaati 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik. Sejumlah pasal itu, antara lain, Pasal 1 menyatakan jurnalis Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 3 juga menyatakan jurnalis Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
๐ฎ
Kabar24.com, JAKARTA - Polri menilai ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, karena mengajak untuk mewujudkan pemerintahan berdasarkan khilafah.
"Bukan terindikasi lagi. Sudah banyak videonya beredar untuk mengajak pada khilafah," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
"Negara ini berdasarkan Pancasila. Bukan negara agama. Jadi jangan coba-coba ada perkumpulan, ada ormas apapun yang mencoba mengganti dasar negara dari Pancasila ke ideologi lainnya," katanya.
Rikwanto mengatakan, pendapat pemerintah terhadap ide khilafah yang diusung HTI, kini masih dikaji di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
"Mudah-mudahan segera diterbitkan pernyataan resmi pemerintah terhadap HTI," katanya.
Tidak hanya terhadap HTI, pihaknya pun mengimbau ormas keagamaan lainnya agar tidak mengusung ide-ide untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Polri pun kini tengah berupaya memetakan berbagai wilayah yang digunakan oleh ormas HTI dalam melakukan kaderisasi anggota baru.
"Kami memetakan dia kaderisasinya di mana saja," katanya.
Sebelumnya, sejumlah acara HTI di berbagai daerah batal dilaksanakan termasuk rencana digelarnya International Khilafah Forum (IKF) pada 23 April di Balai Sudirman, Jakarta, karena tidak mendapatkan izin dari kepolisian setempat.
Sumber : Antara
๐
Jakarta - Sajak Sang Penista karya Fadli Zon dinyanyikan Ahmad Dhani dan video klipnya jadi kontroversi. Fadli Zon menilai nyanyian yang jadi kontroversi itu tak melanggar aturan masa tenang Pilgub DKI, karena tak memuat kampanye.
"Ya sajak saya itu kan 'Sajak Sang Penista' itu dibuat bulan Februari tapi baru dibuat lagunya sama Mas Ahmad Dhani beberapa waktu lalu sebagai kolaborasi. Setelah ngobrol-ngobrol kemudian Mas Dhani membuat sajak jadi lagu kemudian dilaunching kemarin pukul 17.00 WIB ya lumayan responsnya sih bagus belum 24 jam sudah lebih dari 40 ribu yang nonton," kata Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR RI, kepada wartawan, Senin (18/4/2017).
Fadli lantas bicara sedikit soal isi sajak yang kini jadi lagu itu. "Ini justru bagian dari edukasi ya supaya masyarakat tahu bahwa ketegangan ini sebenarnya oleh satu orang, makanya judulnya ya itu sang penista," kata Fadli.
Soal tudingan Golkar bahwa Fadli dan Ahmad Dhani tak tahu aturan masa tenang Pilgub DKI, Wakil Ketua Umum Gerindra itu menampik. Menurutnya sajak dan lagu itu bagian dari karya seni dan sama sekali tak ada hubungannya dengan kampanye.
"Kan kita tidak bicara tentang mengkampanyekan siapa. Kita hanya menjelaskan duduk soal dari masalah aktual yang sedang terjadi. Jadi ekspresi seni itu bebas-bebas saja," kata Fadli.
"Yang harus dikritik oleh Golkar itu pembagian-pembagian sembako yang brutal jadi bukan masif tapi masif, sistematis, terstruktur dan brutal. Kalau ekspresi seni budaya apalagi tidak menyebut calon dan tidak mengajak kampanye saya kira tidak ada masalah," pungkasnya.
(van/try)
๐๐
Merdeka.com - Dorongan menegakkan syariat Islam di Jakarta dianggap sebagai sesuatu mubazir. Kondisi ini menyusul masih adanya kelompok ormas menginginkan Jakarta Bersyariah dengan memanfaatkan momentum Pilgub DKI Jakarta.
Intelektual muslim, Mohammad Monib, mengatakan banyak alasan rasional dorongan syariat Islam menjadi mubazir. Sebab, dalam ajaran Islam diminta untuk meninggalkan banyak hal meragukan. "Bahasa Nabi Muhammad SAW 'da ma yuribuka ila ma la yuribuka', tinggalkan hal-hal yang meragukan kepada hal-hal yang penuh kepastian," kata Monib dalam keterangannya, Selasa (18/4).
Banyak hal sia-sia bila usulan ini terus diupayakan. Bekas pengajar Universitas Paramadina ini menuturkan, syariat merupakan proses dan esensi keislaman. Ini terutama untuk menegakkan keadilan, keamanan, kesejahteraan, kebersamaan, ketenteraman, keharmonisan dan nondiskriminatif.
Bahkan dalam syariat juga tidak dikenal sebutan warga negara kelas dua. "Semua warga setara dalam hukum keadaban dan beradab," ungkapnya.
Adanya pengusung Jakarta Bersyariah, Monib mengibaratkan mereka memakai kaca mata kuda. Ini dikarenakan banyak negara bersyariah justru lambat dalam kemajuan teknologi. Sehingga diharapkan DKI Jakarta tidak terlibat dalam wacana syariah tengah digemborkan sekelompok orang.
"Tolong sebutkan mana negara bersyariah yang kreatif-inovatif teknologi dan ipteknya maju? Afghanistan, Pakistan, Arab Saudi? Tolong tengok kondisi keamanan dan ketenteraman di negara itu. Jauh masih kalah dalam semua bidang dari negara-negara sekuler," terang Monib. "Mengusung Jakarta Bersyariah itu kemunduran nalar dan tidak realistik melihat peradaban modern.Jangan jadikan Jakarta model Kabul dan Karachi. Mengerikan dan memalukan." [ang]
๐ช
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sikap sebagian jemaah salat Jumat yang mengusir Djarot Saiful Hidayat di Masjid Jami Al Atiq, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/2017), menuai kritik.
Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Timses Basuki - Djarot (BaDja), Ace Hasan Sadzily menyesalkan pernyataan Sandiaga Uno, terkait peristiwa pengusiran calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Masjid Masjid Jami' Al'Atiq, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 14 April 2017.
"Masak Pak Sandi menuduh penolakan itu setting-an dan strategi Tim kami? Seharusnya beliau sama-sama menyesalkan peristiwa pengusiran Pak Djarot dari masjid. Masjid kan tempat ibadah. Pak Djarot merupakan muslim yang taat. Masa untuk beribadah salat Jumat diusir," kata Ace di Jakarta, Jumat malam, 14 April 2017.
BACA JUGA
Politikus Partai Golkar ini mengaku heran kalau ada pernyataan Sandi yang menganggap bahwa peristiwa itu strategi yang dilakukan Tim BaDja. Bahkan ia mempersilakan Sandiaga mengecek langsung ke masjid tempat Djarot disoraki sebagian warga tersebut.
"Silakan cek sendiri ke masjidnya, tabayyun dulu. Jangan gampang menuduh seperti itu," ujar Ace.
Ace mengatakan, seharusnya semua komponen menjaga kondusivitas menjelang pemilihan putaran kedua. Jangan menuduh yang bukan-bukan.
Sandiaga Uno yang merupakan lawan Djarot di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 207 sebelumnya ikut mengomentari peristiwa tersebut. Sandi mengatakan, penolakan dari warga itu seharusnya tidak terjadi selama calon selalu berkomunikasi dengan warga yang akan didatangi.
"Jadi saya percaya sih semua warga masyarakat menerima, kecuali itu bagian dari strategi kampanye mereka (Djarot) untuk hal seperti itu terlihat ada penolakan," kata Sandiaga di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat.
Sandiaga menyebutkan, selama 18 bulan berkampanye, dia tidak pernah mengalami penolakan. Setiap kali datang ke lokasi kampanye, warga selalu menerima dengan baik.
"Padahal sih hampir semua acara saya selama 18 bulan karena terjadwal dan terkomunikasikan dengan baik, alhamdulilah selalu diterima," imbuh dia.
Karena pengalaman itu, Sandiaga yakin seharusnya Djarot tidak mengalami penolakan. Mengingat setiap kampanye pasti sudah dikomunikasikan dengan warga sekitar.
"Mestinya juga begitu Pak Djarot selalu diterima selama terkomunikasi yang baik, dan sosialisasi yang baik," ujar Sandiaga Uno.
Pengusiran ini merupakan yang ke sekian kali dialami pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini selama masa kampanye. Sebelumnya Djarot pernah mengalami penolakan saat datang ke Masjid At Tin di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur.
Saat itu, Sabtu 11 Maret 2017 malam, Djarot Saiful Hidayat diusir saat menghadiri haul mantan Presiden Soeharto yang diselenggarakan di masjid tersebut.
๐ณ
Ketua Relawan Matahari Jakarta (RMJ) Supriadi Djae menilai pengusiran Djarot yang maju sebagai calon urut dua wakil gubernur DKI Jakarta merupakan kejahatan yang harus dilawan.
"Hal semacam ini harus dilawan. Masjid merupakan tempat ibadah yang harus steril dari segala bentuk politisasi," tegas Supriadi saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta.
Menurut dia pengusiran ini tidak lepas dari ulah oknum tertentu yang mendukung pasangan lain di Pilgub DKI 2017. Ia menduga ada oknum tidak siap menerima kemenangan Basuki-Djarot.
"Cara ini sudah najis dan membabi buta, menghalalkan segala cara untuk menang. Bukti mereka tidak siap menerima kekalahan," Supriadi menegaskan.
Mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kejadian ini. Jika dibiarkan akan menimbulkan efek domino.
"RMJ mengutuk keras insiden ini. Jangan dibiarkan, kita harus lawan," kata Supriadi.
Djarot yang diusir sebagian jemaah memaklumi tindakan mereka. Padahal sebelumnya sebagian jemaah lainnya sempat menerima Djarot dan menyalaminya.
Menurut Djarot mungkin saja mereka yang menolaknya memiliki pemahaman yang berbeda dari dirinya dan pasangan cagubnya petahana Basuki atau Ahok.
"Saya berdoa supaya diberikan betul hidayah dalam dirinya, pencerahan dalam dirinya, sehingga pola pikirnya tidak sempit, tidak picik," kata Djarot.
๐
Jakarta - Gerakan kaum intoleran dan radikal sudah menguasai pemikiran sebagian besar masyarakat Indonesia. Kelompok intoleran dan radikal menyebarkan kebencian dengan berkedok agama secara masif, intensif dan berlanjut.
Istri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Abdurahman Wahid, mengingatkan, saat ini gerakan radikal sudah masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Gerakan radikal dan intoleransi sudah masuk ke dalam kehidupan bernegara. Hanya berapa belas persen saja yang tidak setuju Indonesia menjadi negara Islam," kata Shinta Nuriyah, dalam talkshow Perempuan dan Kebinekaan, Senin (10/4) di Jakarta.
Dari hasil survei yang dilakukan Wahid Foundation diketahui, dari total 1.255 responden, 59 persen memiliki rasa benci terhadap non muslim, etnis Tionghoa, dan lain-lain.
"Dampak rasa benci itu membuat mereka tidak setuju anggota kelompok itu (non muslim) menjadi pejabat di Indonesia," ucap Shinta, mengingatkan.
Selain menolak menjadi pejabat, bahkan sebanyak 82 persen responden tidak setuju kelompok-kelompok tersebut menjadi tetangga mereka.
"Kondisi ini sudah sampai di kehidupan bertetangga. Hanya sebagian kecil yang bersifat netral dan mau menghargai perbedaan," ujarnya.
Semua kondisi ini merupakan potensi yang cukup mengkhawatirkan. Dari survei yang dilakukan pun, sedikitnya ada 11,5 juta orang yang berpotensi melakukan tindakan-tindakan radikal.
"Angka-angka ini merupakan warning bagi bangsa indonesia untuk menghadapi radikalisme agama. Semakin tinggi menerapkan syariah, semakin tinggi keinginan untuk melakukan gerakan radikal," ungkapnya.
Jika dibiarkan, menurut Shinta, gerakan radikal dan intoleran merupakan ancaman yang nyata bagi keberagaman yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dicontohkan kelompok-kelompok radikal saat ini juga secara intens masuk ke dalam lembaga -lembaga pendidikan. Karena berbalut kegiatan agama, kebanyakan pengelola kampus tidak curiga.
"Sehingga mereka bebas melakukan doktrin kepada mahasiswa sehingga hanyut ke dalam sisi gerakan radikal. Ini juga patut diwaspadai," ungkapnya.
Seharusnya, untuk saat ini sudah ada kontrol yang ketat terkait isi-isi ceramah yang ada di kalangan mahasiswa. Selain para pembimbing dan penceramah, yang harus dikontrol juga pengurus-pengurus lembaga dakwah di lembaga pendidikan.
"Pendampingan kalangan mahasiswa dan pelajar tentunya sangat penting dilakukan untuk menghadapi ajaran-ajaran radikal dan fundamentalis," ujar Shinta.
Menurut Shinta, seluruh masyarakat Indonesia merupakan saudara sebangsa dan setanah air. Sudah sepatutnya untuk tetap mengedepankan sikap saling menghormati, menghargai dan tolong menolong.
"Kaum muslimin yang mayoritas harus bisa hidup berdampingan dengan minoritas. Semua harus saling menghormati, menghargai dan tolong menolong," ucapnya.
Omi Komariah Madjid, istri Alm Nurcholis Madjid atau yang dulu akrab disapa Cak Nur, menuturkan, perbedaan tidak boleh dijadikan ajang untuk mengejek, mengolok maupun merendahkan kelompok lain yang berbeda. Baik itu berbeda secara agama, etnis, latar belakang dan lain sebagainya.
"Kebhinekaan harus menjadi penyatu bagi kita semua. Perbedaan tidak boleh dijadikan ajang mengejek atau mengolok satu sama lain," kata Omi.
Diingatkan, untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi harus sudah dibiasakan sejak kecil. Oleh sebab itu, peran orangtua sangat dibutuhkan untuk terus memupuk rasa kebhinekaan dan toleransi tersebut.
"Dari kecil harus sudah dibiasakan. Tanamkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi yang dimulai dari keluarga sejak kecil. Upaya ini harus terus dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," ucapnya.
Yeremia Sukoyo/FMB
Suara Pembaruan
๐ฎ
Liputan6.com, Jakarta Kondisi umat Muslim di Indonesia yang belakangan mulai terpecah dan saling menghujat, membuat cendekiawan Muslim Syafii Maarif prihatin.
Dia mengingatkan untuk mewaspadai keberadaan pandangan atau pemikiran yang bisa disebut teologi maut.
Teologi maut ini, kata mantan Ketua PP Muhammadiyah itu, sudah muncul dalam periode akhir-akhir ini.
Menurut pria yang disapa Buya Syafii itu, teologi tersebut berbahaya dan berpotensi membawa negara ke jurang kehancuran.
"Kenapa negara yang sehebat dan sebesar ini muslimnya terpecah belah, saling menghujat. Ini teologi maut mengajarkan berani mati, tapi tidak berani hidup," kata Buya Syafii dalam sebuah Seminar dan Lokakarya di Hotel Aryaduta, Jakarta, Sabtu (7/4/2017).
Menyedihkannya lagi, kata Buya Syafii, pandangan atau teologi maut itu justru tumbuh subur di kalangan pemuda bangsa.
Menurut dia, para penganut teologi maut biasanya berkarakter anti-toleransi. Teologi maut juga memiliki sifat atau kecenderungan paling merasa benar, juga selalu berpikir menuju kematian yang syahid, tanpa menjalani kehidupan yang baik.
"Mereka (penganut paham teologi maut) itu menderita, lalu diajak Tuhan untuk melindungi. Dalam perkembangan, teologi ini juga (berpandangan) yang di luar salah dan halal darahnya," ujar Buya Syafii.
Dia pun berharap agar pemerintah dan aparat bisa jeli melihat persoalan-persoalan anti-toleran yang menyangkut paham teologi maut.
"Saya berharap aparat negara jeli melihat-lihat. Jangan sampai tenggelam dengan perbuatan anak-anak bangsa yang berkhianat kepada bangsa," dia menandaskan.
Buya Syafii menambahkan, "Pendukung segala sempalan yang ingin ganti Pancasila bersuara lantang karena yang mayoritas diam. Aparat harus peka. Negara Anda, negara saya, jangan biarkan tenggelam."
✋
Khilafah adalah salah satu issu yang marak disuarakan ditubuh bangsa Indonesia. Wacana ini sangat intens dilontarkan oleh saudara-saudara kita yang cendrung memiliki pemikiran islam kanan. Hizbut Tahrir merupakan salah satu organisasi yang selalu mengumandangkan wacana tersebut. Gerakannya banyak dilakukan dalam lingkungan kampus.
Hizbut Tahrir adalah partai politik islam yang bertujuan membangun paham-paham keislaman dan aturan-aturannya dan menyebarkannya pada orang banyak, serta berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendirikan negara dalam bentuk khilafah islamiyah. (al-Mausu’ah al-Muyassarah, jus 1 hal 341)
Pendiri Hizbut Tahrir ialah Syeikh Taqiyyuddin Annabhani (1297-1326 H/ 1908-1977 M) di Palestina. (al-Mausu’ah al-muyassarah Jus 1 hal 341). Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1952 M, dengan aktifitas menerbitkan buku-buku dan brosur sebagai sumber ajaran dari hizbut tahrir. Pendiri hizbut tahrir berpindah-pindah dari Yordania, Syiria, dan lebanon. Namun wafatnya Sang Pendiri itu di Bairut.
Sebagian gerakannya dilakukan dalam bentuk dakwah islam. Tidak jarang pula kelompok tersebut melakuan aksi demonstrasi di jalan terhadap issu-issu aktual dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa aksinya sering menyuarakan mengenai konflik di Timur Tengah. Seperti konflik Palestina dan Suriah. Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap kaum muslim di Negara tersebut.
Hizbut Tahrir Indonesia, selain memiliki impian mendirikan Negara Khilafah, juga memiliki solidaritas lintas Negara yang cukup tinggi. Syariat Islam merupakan aturan yang akan diterapkan dalam bernegara, tentunyan dengan mengganti Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara dan aturan Negara.
Hizbut Tahrir Indonesia berpandangan bahwa Indonesia milik Allah, untuk itu Syariat Islam harus diterapkan dalam Negara. Mereka menolak Pancasila sebagai asas tunggal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesi, kerena dianggap multitafsir. Pencasila belum menjadi solusi disetiap permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Demokrasi pun tidak luput dari penolakannya, karena dianggap menistakan rakyat.
Tulisan ini akan berusaha menelisik sudut pandang Kaum Pergerakan atau yang dikenal sebagai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia terhadap Khilafah. Oganisasi dengan tujuan terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Artinya, Kaum Pergerkan sangat menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan Kaum Pergerakan berbedah dengan pamahan teman-teman yang tergabung dalam Hizbit Tahrir Indonesia mengenai Pancasila. Pada hal kedua organisasi ini sama-sama menganut paham keislaman. Lalu dimana perbedaan kedua organisasi ini dalam melihat Pancasila?
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyara-katan, independen, dan profesional. Sifat tersebuat membuat PMII sebagai salah satu organisasi yang paling terdepan dalam menjaga cita-cita kemerdekaan Indonesia tanpa mengabaikan nilai-nilai keislaman. PMII didirikan di Surabaya pada tanggal 21 Syawal 1379 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 M dengan menjadikan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) sebagai manhaj al-fiqr atau landasan berpikir.
Al-sunnah memilki arti jalan,disamping memiliki arti Al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, Para Sahabat, dan Tabi’in. Al-Jama’ah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlussunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Sahabat dan Tabi’in.
Pemahaman Aswaja ini diadopsi dari Nahdatul Ulama yang merupakan Organisasi Masyarakat islam pertama kali di Indonesia yang menegaskan diri berpaham Aswaja. Konstitusi dasar yang dirumuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari juga tidak disebutkan definisi Aswaja namun tertulis dalam konstitusi tersebut bahwa aswaja merupakan sebuah paham keagamaan dimana dalam bidang aqidah menganut pendapat dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Al- Maturidhi, dalam bidang fiqih menganut pada salah satu madzhab empat, dan dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Junaid al Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghozali.
Kaum Pergerakan memandang bahwa aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial kemasyarakatan, inilah makna aswaja sebagai manhaj al fikr. Sebagai manhaj alfikr, Kaum Pergerkan berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran).
Metode berpikir tersebut membuat Kaum Pergerakan berpandangan bahwa penerapan Khilafah dan Syariat Islam tidak sesuai untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini bukan kerena Pancasila diletakkan lebih tinggi dari pada Al-Qur’an, tapi lebih kepada aspek sosial atau kemaslahatan umat manusia yang hidup dalam bangsa ini. Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk yang heterogen dan latarbelakan keberagaman berbedah-bedah.
Perbedaan tersebut merupakan sunnatullah yang harus disikapi dengan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran). Prinsip tersebut terkandung dikelima sila dalam Pancasila, alasan inilah yang membuat Kaum Pergerakan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia dengan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi.
Perlu dipikirkan kembali mengenai Islam dan Pancasila bahwa bukanlah Islam yang mengikuti Pancasila, tapi pada hakekatnya nilai-nilai dalam Pancasila adalah ajaran Islam yang diadopsi menjadi kelima sila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini didasarkan atas kemaslahatan umat manusia dalam berbangsa dan bernegara seperti yang telah dijelaskan di atas.
Penulis : Muhammad Aras Prabowo
Mahasiswa Pascasarjana Univesitas Mercu Buana Jakarta
“Jokowi melantik marsekal pertama tni au dari etnis tionghoa al dan ad segera menyusul. #waspadalah,” tulis seorang pemilik akun Facebook bernama Ari Leksmana, Minggu (26/3/2017).
“SEJARAH BARU…!!! DI REJIM JOKOWI – JK , TIONGHOA MENJADI MARSEKAL PERTAMA TNI AU,” ujar Rahmad Hidayat Syah, sembari menampilkan foto diri Marsekal Muda TNI Surya Margono.
“Innalilahi Wainailaihi Rojiun. Jokowi MELANTIK MARSEKAL TNI AU dari SUKU TIONGHOA. #ENDEMIRABIES,” ujar pengguna Facebook dengan nama akun Tiffi Tiffany Ayu.
Meski begitu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa kenaikan pangkat yang diterima oleh Marsma Surya Margono telah melalui penilaian yang ketat.
“Kenaikan pangkat Perwira Tinggi harus ada capaian keberhasilan dalam melaksanakan tugas, reputasi individu dan satuannya diakui serta layak diapresiasi, sehingga mengalir penghargaan sekaligus kehormatan untuk menyandang pangkat lebih tinggi,” ujar Gatot saat memimpin Laporan Korps Kenaikan Pangkat, Kamis (23/3/2017).
Surya Margono sendiri merupakan lelaki kelahiran kelahiran Mempawah, Kalimantan Barat, 5 Desember 1962. Ia aktif sebagai perwira sejak tahun 1987 dan menjabat sebagai Atase Pertahanan di KBRI Beijing, Cina, sejak 10 September 2009.
Kini dirinya menjabat sebagai Dir D Bais TNI, sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 19/TNI/tahun 2017 tanggal 22 Maret 2017 dan diteruskan dengan Surat Perintah Panglima TNI No Sprin/522/III/2017 tanggal 23 Maret 2017.
Meski begitu, Marsekal Pertama Surya Margono sejatinya bukanlah pejabat tinggi keturunan Tionghoa pertama di tubuh TNI. Sebelumnya, terdapat sejumlah nama Brigadir Jenderal TNI Teguh Santosa, Mayor Jenderal Iskandar Halim, dan Brigadir Jenderal Teddy Yusuf.
Selain itu, juga terdapat nama-nama, seperti Marsekal Pertama TNI Billy Tunas, Laksamana Pertama TNI FX Indarto Iskandar, dan Mayjen Daniel Tjen yang tercatat sebagai anggota TNI keturunan Tionghoa.
☺
JAKARTA POST: Dozens of protesters gathered in front of HKBP Karang Bahagia Church since Sunday morning did not dampen the spirit of worshipers attending their weekly service.
The protesters oppose the presence of the church in that location, arguing that it has no legal grounds.
“We are not seeking to limit religious freedom. We only oppose the presence of illegal places of worship,” said rally leader Idam Kholid.
The protesters were being monitored by several officers from Sukaraya village and policemen.
HKBP Karang Bahagia Church opened on Oct. 16, 2016, after collecting 149 signatures from its neighbors to obtain a permit to hold services in a house the church bought from a local resident.
There have been meetings between the protesters and members of the church.
HKBP Karang Bahagia Church spokesman Jonri Sitio told The Jakarta Post that representatives of the church had previously agreed to temporarily stop holding services following a meeting between the church representatives and protesters. However, since the agreement took place “under duress,” the congregation has decided to perform the service anyway.
HKBP Karang Bahagia church leader Edward Pandjaitan said worship at the church would continue.
“Freedom of religion is not limited in this country. We surrender to God, but worship will continue,” he said.
Aside from HKBP Karang Bahagia church, Jl. Ki Hadjar Dewantara is also home to two other churches and one Buddhist temple. (dmr)
๐พ
JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi membenarkan pihaknya telah memberhentikan Ahmad Ishomuddin dari kepengurusan MUI.
Ishomuddin merupakan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI sekaligus saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja atau Ahok pekan ini.
Zainut membantah pemberhentian Ishomuddin dari kepengurusan dilakukan karena Ishomuddin menjadi saksi atas kasus Ahok.
Namun, pemberhentian itu dikarenakan ketidakaktifan Ishomuddin dalam kepengurusan MUI. Keputusan tersebut, kata Zainut, diambil dalam rapat pimpinan MUI pada Selasa (21/3/2017).
"Berkaitan dengan berita tentang pemberhentian Saudara Ishomuddin dari kepengurusan MUI hal tersebut adalah benar," ujar Zainut melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"Pemberhentian sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tetapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," ujar Zainut.
Zainut menambahkan, secara berkala pihaknya melakukan evaluasi terhadap keaktifan dari pengurus MUI. Evaluasi itu berlaku untuk seluruh pengurus.
"Jadi bukan hanya terhadap Pak Ishomuddin semata. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya," ujar Zainut.
Alasan lainnya, MUI menilai Ishomuddin telah bersikap indisipliner. Namun, Zainut tak menjelaskan bentuk ketidakdisiplinan yang dimaksud.
"Terhadap Pak Ishomuddin pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi," ujar Zainut. (Baca: MUI Akan Bahas Nasib Ahmad Ishomuddin dalam Rapat Dewan Pimpinan)
Liputan6.com, Jakarta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membenarkan terkait kabar pemberhentian Ahmad Ishomuddin dari kepengurusan, pasca-menjadi saksi sidang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
BACA JUGA
"Keputusan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa 21 Maret 2017," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid lewat pesan singkat, Jumat malam 24 Maret 2017.
Zainut menerangkan, keputusan ini diambil bukan semata-mata yang bersangkutan menjadi saksi sidang Ahok. Melainkan, pasifnya Ishomuddin sebagai pengurus MUI.
"Pemberhentian Pak Ishomuddin sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama, tetapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," kata dia.
Zainut menegaskan secara berkala Dewan Pimpinan MUI mengevaluasi kepengurusan, untuk memastikan semua anggota pengurus MUI dapat melaksanakan amanat dan tugas sesuai tanggung jawabnya.
"Jadi pemberhentian Pak Ishomuddin tidak dilihat dari ketidakaktifan itu saja, tapi juga karena ia melanggar disiplin organisasi," dia menandaskan.
Dalam unggahan di Facebook sebelumnya, Ahmad Ishomuddin mengatakan dirinya sudah siap dengan segala risiko pasca-menjadi saksi sidang Ahok, termasuk jabatannya di MUI.
"Saya sudah siap mental menghadapi risiko apa pun, termasuk mempertaruhkan jabatan saya yang sejak dulu saya tidak pernah memintanya, yakni baik sebagai Rais Syuriah PBNU (2010-2015 dan 2015-2020) maupun Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2015-2020), demi turut serta menegakkan keadilan itu," tulis Ahmad Ishomuddin di Facebook.
๐ป
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Amnesty Internasional Salil Shetty menemui Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di kantornya, Jakarta, Rabu 22 Maret 2017, membahas kerukunan umat beragama di Indonesia, termasuk sedikit hal tentang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Selintas disinggung itu sebagai bagian kehidupan politik yang dinamis, tentu langsung atau tidak terkait dengan keagamaan," kata Lukman.
Baca: Mengapa Ahok Live Streaming di Media Sosial?
Lukman mengatakan, secara umum, kunjungan Amnesti Internasional tersebut mendiskusikan perkembangan Indonesia, khususnya pemerintah, dalam menyikapi persoalan HAM di bidang keagamaan dan sosial politik.
Menurut dia, hubungan kehidupan keagamaan dengan suasana politik belakangan ini semakin cenderung mengarah pada ketersinggungan. Karena itu, kata Lukman, Amnesti Internasional dan Indonesia memiliki pandangan sebagai warga dunia untuk bersama-sama menghadapi persoalan serius mengenai adanya potensi konflik keberagamaan dan politik.
Adapun Shetty menuturkan Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya plural dan memiliki beragam latar belakang. Hal tersebut perlu disyukuri dengan saling menghargai dan menghormati perihal kebebasan beragama.
Baca: Pilkada, Sentimen Agama Meningkat di Jakarta
Dia menyebutkan Indonesia memiliki catatan pelanggaran HAM, seperti kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas Ahmadiyah dan Gafatar. "Ini bukan tantangan yang mudah untuk dihadapi, tapi terlihat Menteri Agama sangat berkomitmen menyelesaikan dan berusaha mencari solusi," kata dia.
ANTARA
๐
JAKARTA POST: Hatred has been escalating recently, triggered by conflicting political views in relation to Jakarta’s gubernatorial election. Provocative banners expressing religion and ethnicity sentiments have been placed in several public places, residential areas and even in front of places of worship.
The latest outrage was triggered by banners in front of a number of mosques in South Jakarta, which said the mosques would not perform funeral prayers for deceased fellow Muslims who were found to have supported or voted for “blasphemers” or an infidel — a clear reference to incumbent Jakarta Governor Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, who is on trial for insulting the Quran. The banners have taken their toll, even on the city’s dead. The grieving families of the late Hindun binti Raisan, 77, a resident of Setiabudi, and of the late Siti Rohbaniah, 74, of Pondok Pinang, both in South Jakarta, said they had faced bullying from neighbors and religious leaders.
Funeral prayers for Hindun were performed at her own home as no one was willing to do so at the nearby mosque. The cleric said it was because of impending rain, while the family suspected the reason was because Hindun had voted for Ahok, as witnessed by people assisting the bedridden woman on voting day.
Meanwhile, prayers for Siti Rohbaniah were held at the mosque only after a family member signed a document indicating his support for Ahok’s rival, Anies Baswedan, as instructed by the local neighborhood unit chief.
Anies’ campaign team and supporters have said they had nothing to do with such dirty tactics.
What happened to the families is intolerable. Every citizen should enjoy the right and freedom to have their own political standpoint. The government must ensure every citizen is protected and not discriminated against or even intimidated for having different political views, ahead of the runoff on April 19.
As the banners have violated the electoral law and a public order bylaw, the police, Elections Supervisory Committee and public order officers must enforce the law and take steps against the offenders. They should also hunt down the brains and culprits behind the banner distribution.
Noted ulema such as Syafii Maarif of Muhammadiyah and Said Aqil Siradj of Nahdlatul Ulama have said such provocative banners are against the teachings of Islam.
Instead of expressing free speech, the spread of provocative messages on banners and also on social media are tantamount to acts of terror as they directly attack the sense of security of community members. Such acts of hate speech should be responded to firmly and swiftly, as such spiteful campaigns severely undermine Indonesia’s pluralism and the foundation of democratic society.
A failure to act immediately and firmly against such acts could encourage the continuous whipping up of sectarian sentiment even after the election ends.
Authorities must find novel approaches, including by collaborating with Indonesian denizens, to better step up the fight against provocateurs of hate speech on all fronts.
Only then will Jakarta be able to significantly drown out such expressions of spite that are alien to the capital — which must remain home to people of all backgrounds.
JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintah daerah disebut memiliki andil terkait maraknya kasus pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan di sejumlah daerah.
Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan, dalam dua tahun belakangan terdapat sebelas kasus penutupan masjid Ahmadiyah. Sebagian besar penutupan masjid justru diinisiasi oleh pemerintah daerah.
"Kalau dulu dilakukan oleh ormas agama, sekarang justru pemda yang melakukan penutupan masjid kami. Padahal mesjid kami punya IMB. SKB (Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri) pun tidak melarang kegiatan Ahmadiyah," ujar Yendra saat berbicara di di Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2017).
Selain penutupan rumah ibadah, pelanggaran atas hak sipil juga dialami oleh 116 jemaah Ahmadiyah yang berada di Permukiman Wisma Transito di Kelurahan Majeluk, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mereka adalah jemaah Ahmadiyah yang bermukim di Ketapang, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, korban perusakan dan pembakaran rumah pada awal 2006.
Sampai saat ini, kata Yendra, pemerintah belum merealisasikan kebijakan yang berpihak pada mereka. Sementara selama di pengungsian, warga Ahmadiyah tidak memiliki akses terhadap kesehatan yang memadai.
"Padahal akhirnya kami mengalah, kami sudah menyatakan siap untuk direlokasi," ucapnya.
Persoalan lain dialami warga Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat. Sebanyak 1.600 orang belum memiliki KTP oleh pemerintah daerah.
Akibatnya mereka sulit mengakses layanan publik dan pernikahan mereka tidak bisa dicatatkan.
"Seharusnya Presiden Joko Widodo bertemu dengan kelompok minoritas seperti kami sebagai simbol bahwa Presiden Jokowi adalah presiden bagi semua golongan," kata Yendra.
Lain Ahmadiyah, lain pula kekerasan yang dialami oleh warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Agus Setiawan, juru bicara Gafatar, mengatakan bahwa pasca-pengusiran warga eks Gafatar dari Mempawah pada awal 2016 lalu, Pemda Kalimantan Barat tidak mau menerima kembali warga eks Gafatar yang ingin tinggal di sana.
Permintaan dialog dengan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pernah mengeluarkan fatwa haram dan aparat pemerintah tidak pernah digubris.
"Fatwa MUI pusat dan SKB Tiga Menteri yang menjadi alasan Pemda Kalbar," tutur Agus.
Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan beribadah juga dialami oleh umat Muslim di Denpasar, Bali, pada Mei 2008. Sebagian kelompok masyarakat melarang pembangunan mushala As-Syafiiyah di Kota Denpasar.
Ketua pengurus mushala, Haji Eko mengatakan, hingga saat ini belum ada respons dari pemerintah daerah terkait pengusiran dan penyegelan mushala As Syafiiyah.
"Kami hanya ingin diizinkan beribadah. Sudah sembilan tahun belum ada titik terang," ujarnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh umat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi.
Perwakilan majelis gereja, Pasauran Siahaan mengungkapkan, selama hampir 16 tahun jemaat Filadelfia belum bisa beribadah dengan tenang, sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja sudah mereka kantongi.
"Izin sudah ada, tapi kami masih menggelar ibadah di depan Istana Negara dua minggu sekali," kata Pasauran.
Pasauran menilai pemerintah daerah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan polemik yang dialami jemaat Filadelfia. Pasalnya, Pemda terkesan melakukan pembiaran terhadap sekelompok masyarakat dari luar wilayah Bekasi yang menolak pembangunan gereja.
"Mereka cuek saja. Kami berharap ada intervensi untuk mencegah kelompok intoleran. Kami pun Sudah minta segel dibuka ke Bupati tapi tidak ada tanggapan," kata dia.
๐ณ
Jakarta - Kunjungan sosialisasi kampanye Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Sandiaga Uno, di RT04/RW09, wilayah Kampung Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, disambut bentangan spanduk bernada provokatif.
Kejadian itu terjadi ketika Sandiaga menghadiri acara sosialisasi yang diadakan di kediaman pengurus RT 04, Matohir. Sandi Uno disambut dengan atraksi penyambutan tamu kehormatan khas Betawi yakni Palang Pintu tidak jauh dari Musala Al-Jadidah, Jalan Tengah Gang Musholla.
Spanduk tersebut bertuliskan "Islam Agamaku, Al-Quran Kitabku, Gubernur Muslim Pilihanku #damai bersama Islam"
Pemasangan spanduk itu diletakkan di bagian salah satu sudut Musala dengan diikatkan ke bagian kanopi dari tempat ibadah yang berada dekat dengan akses Jalan Condet dan menuju Dewi Sartika tersebut.
Panwascam Kecamatan Kramat Jati, Khodijah, mengatakan, keberadaan spanduk tersebut tidak menyalahi aturan karena dipasang bukan oleh tim sukses Anies-Sandi yang mengatur acara di lokasi tersebut.
"Kita sudah tanya ke pihak pengurus Musholla, dan dia mengaku memasang tersebut atas inisiatif sendiri dan tidak melibatkan timses Anies-Sandi," ujar Khodijah, ketika dikonfirmasi Suara Pembaruan, Rabu (15/3) sore.
Namun, kata Khodijah, pihaknya melihat ada spanduk dengan logo Salam Bersama dan nomor paslon 3 yakni "Ayo Kita Menangkan Calon Gubernur Muslim Untuk Jakarta" dengan tulisan warga Kampung Tengah.
"Kita sedang telusuri apakah spanduk yang bertema warna putih-merah itu dipasang oleh timses atau warga simpatisan, tetap akan kita membuat laporan ke Panwas tingkat Kota," tambahnya.
Sementara itu, Sandiaga Uno sendiri menyesalkan selalu ada spanduk yang menyudutkan dan provokatif di tempat dirinya melakukan sosialisasi.
"Ini tidak baik untuk demokrasi kita. Kita juga merasa dirugikan dengan keberadaan spanduk tersebut, karena disangka yang memasangnya. Padahal, kami selalu memegang teguh prinsip demokrasi sejuk,. Saya minta warga menahan diri dan utamakan prinsip-prinsip kebaikan," kata Sandiaga.
Carlos Roy Fajarta/FER
Suara Pembaruan
๐
Laporan Wartawan WARTA KOTA, Gopis Simatupang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yoyo Sudaryo (56), warga RT 05/02 Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, mengaku terpaksa menandatangani surat pernyataan untuk memilih paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran dua yang akan datang.
Hal itu wajib dilakukan Yoyo jika ingin jenazah mertuanya, Siti Rohbaniah (80), disalatkan oleh pengurus salah satu masjid di Pondok Pinang.
Yoyo dan keluarganya dituding sebagai pendukung paslon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
Saat ditemui wartawan, Yoyo bercerita, pada Rabu (8/3/2017) malam sang ibu mertua meninggal dunia karena sakit.
Jenazah baru disalatkan Kamis (9/3/2017) siang setelah Yoyo terpaksa menandatangani surat pernyataan yang disodorkan Ketua RT 05 Makmun Ahyar.
Itu pun setelah jenazah terbengkalai sekitar satu jam.
"Rabu malam, saya punya ibu (mertua) meninggal, lalu saya lapor ke tetangga, ke Ketua RT. Awalnya nggak ada masalah yang buat saya bimbang. Ketua RT-nya juga kenal saya dengan baik," ujar Yoyo di rumahnya, Jumat (10/3/2017).
"Kamis pagi, udah rapi mau dikafani, dimandiin, nggak ada masalah. Siangnya, pas mau disalatin saya disuruh tanda tangan, yang bikin tulisannya Pak RT. Isinya bahwa saya berjanji akan mendukung pasangan Anies-Sandi di putaran dua nanti. Ada meterainya juga," beber Yoyo.
Yoyo mengatakan, surat pernyataan tersebut tidak diketik, melainkan hanya berupa tulisan tangan di atas selembar kertas.
Karena tak tega jenazah sang ibu mertua terbengkalai, dia pun akhirnya membubuhkan tandatangan di atas selembar kertas itu.
"Awalnya sih, saya nggak curiga, lagi kesusahan nggak nyangka nggak mau disalatin. Menurut saya mau pilih siapa itu urusan saya sama Tuhan. Tapi yang penting ibu saya disalatin," bilang Yoyo.
Beberapa saat, setelah Yoyo mengguratkan tandatangannya, barulah jenazah ibu mertuanya disalatkan dan akhirnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir.
Dikatakan Yoyo, sebenarnya dia dan keluarganya tidak pernah mengungkapkan sebagai pendukung paslon tertentu.
Bahkan, sang ibu mertua tidak ikut memilih dalam putaran pertama 15 Februari lalu karena sudah uzur.
"Saya dari dulu siapapun gubernurnya kampanye nggak pernah ikut, nempel poster juga nggak. Bahkan, saya menolak ada poster pasangan manapun di rumah saya. Makanya saya heran sampai begini," katanya.
Yoyo mengakui, dia memang pernah bergurau dengan tetangga-tetangganya seputar persaingan paslon Anies-Sandi dan Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI, kali ini.
"Saya memang kadang berkelakar ke tetangga. Saya bilang, saya nggak pilih Ahok karena dia Kristen, sementara saya Islam. Lalu, tetangga tanya, terus pilih siapa? Pilih Djarot, kata saya gitu," ungkap Yoyo.
Sementara itu, pihak kepolisian dari Polsek Metro Kebayoran Lama, Jumat pagi, telah mendatangi rumah keluarga Yoyo untuk meminta penjelasan terkait permasalahan tersebut.
Sementara itu, Kapolsek Metro Kebayoran Lama, Komisaris Ardi Rahananta mengatakan, kedatangan pihaknya untuk memastikan tidak ada ancaman keamanan bagi keluarga tersebut.
"Kami ingin memastikan keamanan warga sekaligus mediasi agar masalah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Kami akan turunkan petugas untuk memantau agar jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan," ujar Ardi.(*)
๐
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak tahu soal jenazah Hindun bin Raisan (77) tidak disalatkan di mushalla Al Mukmin, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa lalu (3/7/2017).
Putri bungsu almarhum, Sunengsih alias Neneg (47), menduga hal itu karena pilihan politik sang ibunda pada 15 Februari lalu.
Saat dikonfirmasi, Ahok sapaan Basuki mengaku belum mendengar.
"Saya enggak tahu, saya enggak tahu," kata Ahok kepada wartawan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Jumat (10/3/2017).
Kepada Tribunnews.com, di kediamannya, Neneng menduga warga tahu pilihan politik yang ibunda, karena pada 15 Februari lalu, sang ibunda masih terbaring lemah karena penyakit pengkapuran tulang dan darah tinggi. Alhasil petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus datang ke rumahnya, membawa surat suara.
"Karena almarhum ibu saya sakit, jadinya dia mencoblos di rumah, semua orang lihat, harusnya kan pilihan ibu saya itu rahasia," ujarnya.
Petugas TPS itu selain membawa surat suara, juga membawa paku untuk mencoblos dan sepotong styrofoam atau gabus, untuk tatakan mencoblos. Sang petugas juga membantu merentangkan surat suara tersebut dihadapan Hindun yang sudah sejak beberapa bulan terakhir tidak bisa jalan itu.
"Terserah ibu mau pilih yang mana," ujar Neneng mengulangi pernyataan salah seorang petugas TPS kepada sang ibunda sebelum pencoblosan.
Sang ibunda kemudian mencoblos pasangan nomor nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok - Djarot Saiful Hidayat. Saat pencoblosan, sejumlah petugas TPS yang hadir serta keluarga yang menemani, bisa menyaksikan langsung pilihan Hindun.
"Mungkin dari situ menyebar, orang-orang jadi tahu kalau ibu saya milih Ahok," katanya.
Neneng mengakui bahwa almarhum ibundanya adalah penggemar Ahok. Kata dia sang ibunda tahu bahwa Ahok telah menggratiskan sekolah. Almarhum Hindun bisa mengetahui hal tersebut, karena salah seorang putra Neneng yang duduk di bangku kelas 1 SMP, sudah tidak lagi membayar uang sekolah sejak 2012 lalu.
"Ibu saya juga tahu kalau banjir sekarang sudah berkurang, ibu saya kan masih suka nonton TV," katanya.
Selain itu, dukungan untuk Ahok - Djarot diberikan oleh almarhum Hindun juga karena pasangan tersebut didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Neneng mengatakan ayahnya yang meninggal pada 2012 lalu, adalah penggemar berat PDIP, dan Bung Karno. Hal itu berpengaruh pada pilihan politik sang ibunda.
"Jadi ibu saya ya namanya istri, dia ikut suami," katanya.
Pada hari Selasa lalu (7/3), Hindun menghembuskan nafas terakhirnya pada sekitar pukul 13.30 WIB. Namun jenazah Hindun tidak dishalatkan di mushalla Al Mukmin, yang terletak sekitar 200 meter dari kediamannya.
Di hari kematian sang ibunda, ketika ia meminta ustaz Muhammad Safi'i yang menjadi ustaz keluarga sekaligus pengurus masjid Al Mukmin, agar ibundanya dishalatkan di musholla, sang ustaz menjawab "Nggak usah Neng, percuma nggak ada orang, di rumah saja, nanti gue yang mimpin."
Neneng menduga pernyataan itu dilontarkan karena pilihan sang ibunda. Namun ia tidak pernah mengklarifikasi sang ustaz atas dugaannya itu. Ditemui di kesempatan terpisah, Muhammad Safi'i menyangkal tuduhan Neneng. Kata dia saran itu disampaikan karena saat itu tengah hujan deras.
๐ง
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga gereja di Kecamatan Parungpanjang, Bogor ditolak warga. Ketiganya yaitu Gereja Katolik, Gereja Metodhist Indonesia, dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Camat Parungpanjang Edi Mulyana mengatakan penolakan itu bukan cuma karena ketiga gereja tersebut tak punya izin mendirikan bangunan, melainkan bangunan gereja itu seharusnya bangunan tempat tinggal.
"Bangunan tersebut sebenarnya rumah tempat tinggal, namun oleh pemiliknya digunakan sebagai rumah untuk ibadah dan sekarang dijadikan sebagai gereja," kata Edi Mulyana, kepada Tempo, Senin 6 Maret 2017.
Camat mengatakan, keberadaan tiga gereja tersebut sudah lama ditolak warga karena bangunan yang dijadikan untuk tempat ibadah berada di tengah permukiman warga, tepatnya di Perumahan Griya Parungpanjang.
Baca: Satpol PP Bogor Belum Periksa Tiga Gereja di Parung Panjang
"Awalnya itu merupakan rumah, namun lama-lama setiap minggu banyak tamu datang dari luar perumahan yang ternyata untuk beribadah di rumah tersebut," kata Edi.
Keresahan warga yang berujung penolakan itu pun karena pemilik rumah tidak pernah meminta izin kepada warga dan pengurus lingkungan jika rumahnya menjadi tempat ibadah dan saat ini dijadikan gereja. "Tahun 2014 lalu pun diprotes warga dan sempat ada kesepakatan untuk menghentikan kegiatan namun mereka sendiri yang melanggar," ujar Edi.
Camat Edi menegaskan, kasus ini sekarang sedang ditangani Pemerintah Kabupaten Bogor. "Masalah ini sekarang sedang dikaji oleh FKUB, ditambah lagi perizinan (IMB) gereja atau tempat ibadah pun yang mengeluarkan adalah Bupati, makanya sekarang sedang dikaji," kata dia.
Spanduk-spanduk bertuliskan penolakan terhadap keberadaan gereja yang selama ini dipasang di wilayah perumahan itu mulai diturunkan oleh petugas Satuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Bogor.
"Kami selalu berkoordinasi dengan warga sekitar agar tidak terprovokasi masalah ini, karena jika sudah masuk SARA, masalah bisa lebih besar, " kata Kabid Dalops Satpol PP Kabupaten Bogor, Asnan Sugandha.
Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada rencana kegiatan penyegelan tempat ibadah (Gereja) oleh pihak Satpol PP baik tingkat Kecamatan (Kasitrantib) maupun tingkat Kabupaten Bogor. "Bukan hanya di Parungpanjang tapi di Kabupaten Bogor sampai saat ini tidak ada tempat ibadah yang disegel," kata dia.
M SIDIK PERMANA
๐
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf menyayangkan ajang pertarungan Pilkada DKI Jakarta dimanfaatkan untuk menebar kebencian. Padahal, kata dia, pesta demokrasi ini harusnya digunakan untuk beradu gagasan atau ide dari masing-masing tim pasangan calon.
"Politik itu tentang adu ide, adu gagasan, bukan ruang untuk bertarung dengan menebarkan kebencian dan isu SARA," kata Al Araf dalam diskusi publik 'Penebaran Kebencian, Problem Intoleransi, dan Peranan Penegak Hukum' di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (27/2/2017).
BACA JUGA
Menurut dia, penebaran kebencian lewat media sosial mulai terlihat pada pada ajang Pilkada DKI Jakarta 2012. Ia menambahkan, tidak menutup kemungkinan juga penebaran kebencian bakal terus dilakukan sampai ajang Pilpres 2019 mendatang.
"Nah ini sesuatu yang harus dilawan. Politisasi SARA itu menunjukkan kedangkalan kita dalam berpolitik," ucap Araf.
Ia pun berharap ke depan masyarakat lebih rasional dan dewasa dalam berpolitik. Yaitu dengan tidak melibatkan unsur ujaran kebencian dan SARA dalam politik.
"Dan saya rasa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mau terjerumus dalam politik yang dangkal dan ingin membangun politik yang sehat," tambah Araf.
๐ฎ
Merdeka.com - Spanduk berisi imbauan supaya warga tak mensalatkan pendukung atau pembela penista agama muncul di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Ada dua spanduk berisi imbauan larangan mensalatkan pendukung penista agama.
Penelusuran merdeka.com, masjid pertama ditemukan spanduk itu yakni Masjid Husnul Khotimah di Kelurahan Mampang Prapatan dan Masjid Al-Anwar yang hanya berjarak sekitar 600 meter dari masjid Husnul Khotimah. Salah satu pengurus Masjid Husnul Khotimah membenarkan jika pemasangan spanduk itu inisiatif pihak masjid.
"Alasannya mau masang ya karena situasi sekarang, tentang kasusnya Ahok," kata Salah satu takmir Masjid Husnul Khotimah, Abid Bima Sakti (19) saat ditemui merdeka.com di teras Masjid Husnul Khotimah, Jumat (3/03) malam.
Namun, Abid membantah jika spanduk tersebut dibuat berdasarkan inisiatif dari masjid. Menurut Abid, ada orang yang memberikan spanduk itu ke masjid dan kemudian di pasang oleh pengurus masjid yang mengamini larangan mensalati jenazah pendukung Ahok.
Abid mengatakan, mensalatkan jenazah adalah kewajiban muslim, namun haram bagi pendukung Ahok berdasarkan Alquran. Menurut Abid, larangan mensalatkan penista agama sesuai dengan anjuran Alquran sehingga wajib dijalankan.
"Kalau terbukti timnya Ahok pakai baju kotak-kotak dan terindikasi, ya kami nggak mau mensalatkan," imbuhnya.
Salah satu warga yang tinggal di dekat Masjid Husnul Khotimah, Damai Putra (20) mengaku tidak sepakat dengan pemasangan spanduk tersebut. Ia berpendapat ada baiknya di lepas saja spanduknya.
"Saya pribadi nggak setuju. Allah saja maha pemaaf. Di lepas saja, kan kita sama-sama Islam, ini kan demokrasi," ungkapnya.
Warga lain yang rumahnya bedekatan dengan Masjid Al-Anwar, Yanto (52) mengaku sepakat dengan pemasangan spanduk tersebut. Menurutnya menyolati jenazah orang munafik adalah haram.
"Kalau secara pribadi saya, orang munafik tidak perlu disolatkan. Saya sepakat dengan pemasangan spanduk ini," ungkapnya saat diwawancara di depan masjid Al-Anwar.
Rahmat Yanto (27), warga yang tempat tinggalnya dekat dengan Masjid Al-Anwar mengaku tak ambil pusing dengan pemasangan spanduk. Menurutnya memang akan jadi pro kontra ketika melihat kasus Ahok dari kacamata agama dan politik.
"Saya mah netral aja, terserah! Dari sisi mana dulu ngelihatnya. Dari sisi politik atau agama. Kalau dari agama kan beda dengan politik," tuturnya.
Spanduk berisi imbauan larangan mensalati pendukung penista agama sebelumnya muncul di wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Spanduk tersebut bahkan menjadi viral di media sosial seperti di Masjid Mubassyirin, Jalan Karet Belakang Selatan, Karet, Jakarta Selatan. [gil]
๐ฎ
Hary, bos perusahaan media di bawah MNC Group, melalui pengacaranya melaporkan media Tirto.id karena tulisan jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, berjudul "Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar" yang dipublikasikan Tirto.id.
Dalam tulisan Nairn, Hary disebut sebagai salah satu pendukung utama gerakan makar dan disebut sebagai penyandang dana.
Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim mengatakan langkah Hary melapor ke polisi itu mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Menurut AJI, pelaporan produk jurnalistik ke polisi ini menunjukkan Hary tidak memahami semangat kebebasan pers dan Undang-Undang Pers.
"Jika Hary Tanoe merasa dirugikan oleh pemberitaan Tirto.id, seharusnya dia menggunakan cara yang diatur UU Pers yakni hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers, bukan justru melapor ke polisi," kata Ahmad Nurhasim, Kamis (27/4/2017).
Laporan Hary diterima Polda Metro Jaya dengan nomor berkas LP/2000/IV/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Pengacara Hary melaporkan kasus tersebut dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 27 ayat 3 Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Nurhasim mengatakan, Hary, pengusaha yang memiliki dan hidup dari media, mestinya memberikan contoh yang benar dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan media.
Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 menjelaskan bila sengketa pemberitaan tidak bisa selesai dengan mekanisme hak jawab, maka diselesaikan melalui mediasi di Dewan Pers.
AJI Jakarta menilai tindakan Hary yang menempuh jalur pidana dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan tersebut justru merusak prinsip-prinsip demokrasi dan menunjukkan dia antikebebasan pers.
“Langkah Hary mempidanakan Tirto.id benar-benar mengancam kebebasan pers," ujar Nurhasim.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mendesak Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti laporan tersebut.
“Polisi harus segera melimpahkan laporan itu ke Dewan Pers. Biarkan Dewan Pers yang menilai apakah berita tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau tidak,” kata Erick.
Dewan Pers adalah institusi yang punya wewenang menilai pelanggaran kode etik jurnalistik suatu berita. Erick juga meminta Hary mencabut laporannya ke polisi.
Kasus berita Tirto.id ini juga mendorong Markas Besar Tentara Nasional Indonesia berniat melaporkan media ini ke Kepolisian. Belakangan, sikap TNI melunak dan hanya akan melaporkan media ini ke Dewan Pers.
AJI Jakarta mengingatkan jurnalis untuk selalu bekerja dengan menaati 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik. Sejumlah pasal itu, antara lain, Pasal 1 menyatakan jurnalis Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 3 juga menyatakan jurnalis Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
๐ฎ
Kabar24.com, JAKARTA - Polri menilai ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, karena mengajak untuk mewujudkan pemerintahan berdasarkan khilafah."Bukan terindikasi lagi. Sudah banyak videonya beredar untuk mengajak pada khilafah," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
"Negara ini berdasarkan Pancasila. Bukan negara agama. Jadi jangan coba-coba ada perkumpulan, ada ormas apapun yang mencoba mengganti dasar negara dari Pancasila ke ideologi lainnya," katanya.
Rikwanto mengatakan, pendapat pemerintah terhadap ide khilafah yang diusung HTI, kini masih dikaji di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
"Mudah-mudahan segera diterbitkan pernyataan resmi pemerintah terhadap HTI," katanya.
Tidak hanya terhadap HTI, pihaknya pun mengimbau ormas keagamaan lainnya agar tidak mengusung ide-ide untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Polri pun kini tengah berupaya memetakan berbagai wilayah yang digunakan oleh ormas HTI dalam melakukan kaderisasi anggota baru.
"Kami memetakan dia kaderisasinya di mana saja," katanya.
Sebelumnya, sejumlah acara HTI di berbagai daerah batal dilaksanakan termasuk rencana digelarnya International Khilafah Forum (IKF) pada 23 April di Balai Sudirman, Jakarta, karena tidak mendapatkan izin dari kepolisian setempat.
Sumber : Antara
๐
Jakarta - Sajak Sang Penista karya Fadli Zon dinyanyikan Ahmad Dhani dan video klipnya jadi kontroversi. Fadli Zon menilai nyanyian yang jadi kontroversi itu tak melanggar aturan masa tenang Pilgub DKI, karena tak memuat kampanye.
"Ya sajak saya itu kan 'Sajak Sang Penista' itu dibuat bulan Februari tapi baru dibuat lagunya sama Mas Ahmad Dhani beberapa waktu lalu sebagai kolaborasi. Setelah ngobrol-ngobrol kemudian Mas Dhani membuat sajak jadi lagu kemudian dilaunching kemarin pukul 17.00 WIB ya lumayan responsnya sih bagus belum 24 jam sudah lebih dari 40 ribu yang nonton," kata Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR RI, kepada wartawan, Senin (18/4/2017).
Fadli lantas bicara sedikit soal isi sajak yang kini jadi lagu itu. "Ini justru bagian dari edukasi ya supaya masyarakat tahu bahwa ketegangan ini sebenarnya oleh satu orang, makanya judulnya ya itu sang penista," kata Fadli.
Soal tudingan Golkar bahwa Fadli dan Ahmad Dhani tak tahu aturan masa tenang Pilgub DKI, Wakil Ketua Umum Gerindra itu menampik. Menurutnya sajak dan lagu itu bagian dari karya seni dan sama sekali tak ada hubungannya dengan kampanye.
"Kan kita tidak bicara tentang mengkampanyekan siapa. Kita hanya menjelaskan duduk soal dari masalah aktual yang sedang terjadi. Jadi ekspresi seni itu bebas-bebas saja," kata Fadli.
"Yang harus dikritik oleh Golkar itu pembagian-pembagian sembako yang brutal jadi bukan masif tapi masif, sistematis, terstruktur dan brutal. Kalau ekspresi seni budaya apalagi tidak menyebut calon dan tidak mengajak kampanye saya kira tidak ada masalah," pungkasnya.
(van/try)
๐๐
Merdeka.com - Dorongan menegakkan syariat Islam di Jakarta dianggap sebagai sesuatu mubazir. Kondisi ini menyusul masih adanya kelompok ormas menginginkan Jakarta Bersyariah dengan memanfaatkan momentum Pilgub DKI Jakarta.
Intelektual muslim, Mohammad Monib, mengatakan banyak alasan rasional dorongan syariat Islam menjadi mubazir. Sebab, dalam ajaran Islam diminta untuk meninggalkan banyak hal meragukan. "Bahasa Nabi Muhammad SAW 'da ma yuribuka ila ma la yuribuka', tinggalkan hal-hal yang meragukan kepada hal-hal yang penuh kepastian," kata Monib dalam keterangannya, Selasa (18/4).
Banyak hal sia-sia bila usulan ini terus diupayakan. Bekas pengajar Universitas Paramadina ini menuturkan, syariat merupakan proses dan esensi keislaman. Ini terutama untuk menegakkan keadilan, keamanan, kesejahteraan, kebersamaan, ketenteraman, keharmonisan dan nondiskriminatif.
Bahkan dalam syariat juga tidak dikenal sebutan warga negara kelas dua. "Semua warga setara dalam hukum keadaban dan beradab," ungkapnya.
Adanya pengusung Jakarta Bersyariah, Monib mengibaratkan mereka memakai kaca mata kuda. Ini dikarenakan banyak negara bersyariah justru lambat dalam kemajuan teknologi. Sehingga diharapkan DKI Jakarta tidak terlibat dalam wacana syariah tengah digemborkan sekelompok orang.
"Tolong sebutkan mana negara bersyariah yang kreatif-inovatif teknologi dan ipteknya maju? Afghanistan, Pakistan, Arab Saudi? Tolong tengok kondisi keamanan dan ketenteraman di negara itu. Jauh masih kalah dalam semua bidang dari negara-negara sekuler," terang Monib. "Mengusung Jakarta Bersyariah itu kemunduran nalar dan tidak realistik melihat peradaban modern.Jangan jadikan Jakarta model Kabul dan Karachi. Mengerikan dan memalukan." [ang]
๐ช
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sikap sebagian jemaah salat Jumat yang mengusir Djarot Saiful Hidayat di Masjid Jami Al Atiq, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/2017), menuai kritik.
Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Timses Basuki - Djarot (BaDja), Ace Hasan Sadzily menyesalkan pernyataan Sandiaga Uno, terkait peristiwa pengusiran calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Masjid Masjid Jami' Al'Atiq, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 14 April 2017.
"Masak Pak Sandi menuduh penolakan itu setting-an dan strategi Tim kami? Seharusnya beliau sama-sama menyesalkan peristiwa pengusiran Pak Djarot dari masjid. Masjid kan tempat ibadah. Pak Djarot merupakan muslim yang taat. Masa untuk beribadah salat Jumat diusir," kata Ace di Jakarta, Jumat malam, 14 April 2017.
BACA JUGA
Politikus Partai Golkar ini mengaku heran kalau ada pernyataan Sandi yang menganggap bahwa peristiwa itu strategi yang dilakukan Tim BaDja. Bahkan ia mempersilakan Sandiaga mengecek langsung ke masjid tempat Djarot disoraki sebagian warga tersebut.
"Silakan cek sendiri ke masjidnya, tabayyun dulu. Jangan gampang menuduh seperti itu," ujar Ace.
Ace mengatakan, seharusnya semua komponen menjaga kondusivitas menjelang pemilihan putaran kedua. Jangan menuduh yang bukan-bukan.
Sandiaga Uno yang merupakan lawan Djarot di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 207 sebelumnya ikut mengomentari peristiwa tersebut. Sandi mengatakan, penolakan dari warga itu seharusnya tidak terjadi selama calon selalu berkomunikasi dengan warga yang akan didatangi.
"Jadi saya percaya sih semua warga masyarakat menerima, kecuali itu bagian dari strategi kampanye mereka (Djarot) untuk hal seperti itu terlihat ada penolakan," kata Sandiaga di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat.
Sandiaga menyebutkan, selama 18 bulan berkampanye, dia tidak pernah mengalami penolakan. Setiap kali datang ke lokasi kampanye, warga selalu menerima dengan baik.
"Padahal sih hampir semua acara saya selama 18 bulan karena terjadwal dan terkomunikasikan dengan baik, alhamdulilah selalu diterima," imbuh dia.
Karena pengalaman itu, Sandiaga yakin seharusnya Djarot tidak mengalami penolakan. Mengingat setiap kampanye pasti sudah dikomunikasikan dengan warga sekitar.
"Mestinya juga begitu Pak Djarot selalu diterima selama terkomunikasi yang baik, dan sosialisasi yang baik," ujar Sandiaga Uno.
Pengusiran ini merupakan yang ke sekian kali dialami pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini selama masa kampanye. Sebelumnya Djarot pernah mengalami penolakan saat datang ke Masjid At Tin di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur.
Saat itu, Sabtu 11 Maret 2017 malam, Djarot Saiful Hidayat diusir saat menghadiri haul mantan Presiden Soeharto yang diselenggarakan di masjid tersebut.
๐ณ
Ketua Relawan Matahari Jakarta (RMJ) Supriadi Djae menilai pengusiran Djarot yang maju sebagai calon urut dua wakil gubernur DKI Jakarta merupakan kejahatan yang harus dilawan.
"Hal semacam ini harus dilawan. Masjid merupakan tempat ibadah yang harus steril dari segala bentuk politisasi," tegas Supriadi saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta.
Menurut dia pengusiran ini tidak lepas dari ulah oknum tertentu yang mendukung pasangan lain di Pilgub DKI 2017. Ia menduga ada oknum tidak siap menerima kemenangan Basuki-Djarot.
Menurut dia pengusiran ini tidak lepas dari ulah oknum tertentu yang mendukung pasangan lain di Pilgub DKI 2017. Ia menduga ada oknum tidak siap menerima kemenangan Basuki-Djarot.
"Cara ini sudah najis dan membabi buta, menghalalkan segala cara untuk menang. Bukti mereka tidak siap menerima kekalahan," Supriadi menegaskan.
Mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kejadian ini. Jika dibiarkan akan menimbulkan efek domino.
"RMJ mengutuk keras insiden ini. Jangan dibiarkan, kita harus lawan," kata Supriadi.
Djarot yang diusir sebagian jemaah memaklumi tindakan mereka. Padahal sebelumnya sebagian jemaah lainnya sempat menerima Djarot dan menyalaminya.
Menurut Djarot mungkin saja mereka yang menolaknya memiliki pemahaman yang berbeda dari dirinya dan pasangan cagubnya petahana Basuki atau Ahok.
"Saya berdoa supaya diberikan betul hidayah dalam dirinya, pencerahan dalam dirinya, sehingga pola pikirnya tidak sempit, tidak picik," kata Djarot.
๐
Jakarta - Gerakan kaum intoleran dan radikal sudah menguasai pemikiran sebagian besar masyarakat Indonesia. Kelompok intoleran dan radikal menyebarkan kebencian dengan berkedok agama secara masif, intensif dan berlanjut.
Istri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Abdurahman Wahid, mengingatkan, saat ini gerakan radikal sudah masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Gerakan radikal dan intoleransi sudah masuk ke dalam kehidupan bernegara. Hanya berapa belas persen saja yang tidak setuju Indonesia menjadi negara Islam," kata Shinta Nuriyah, dalam talkshow Perempuan dan Kebinekaan, Senin (10/4) di Jakarta.
Dari hasil survei yang dilakukan Wahid Foundation diketahui, dari total 1.255 responden, 59 persen memiliki rasa benci terhadap non muslim, etnis Tionghoa, dan lain-lain.
"Dampak rasa benci itu membuat mereka tidak setuju anggota kelompok itu (non muslim) menjadi pejabat di Indonesia," ucap Shinta, mengingatkan.
Selain menolak menjadi pejabat, bahkan sebanyak 82 persen responden tidak setuju kelompok-kelompok tersebut menjadi tetangga mereka.
"Kondisi ini sudah sampai di kehidupan bertetangga. Hanya sebagian kecil yang bersifat netral dan mau menghargai perbedaan," ujarnya.
Semua kondisi ini merupakan potensi yang cukup mengkhawatirkan. Dari survei yang dilakukan pun, sedikitnya ada 11,5 juta orang yang berpotensi melakukan tindakan-tindakan radikal.
"Angka-angka ini merupakan warning bagi bangsa indonesia untuk menghadapi radikalisme agama. Semakin tinggi menerapkan syariah, semakin tinggi keinginan untuk melakukan gerakan radikal," ungkapnya.
Jika dibiarkan, menurut Shinta, gerakan radikal dan intoleran merupakan ancaman yang nyata bagi keberagaman yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dicontohkan kelompok-kelompok radikal saat ini juga secara intens masuk ke dalam lembaga -lembaga pendidikan. Karena berbalut kegiatan agama, kebanyakan pengelola kampus tidak curiga.
"Sehingga mereka bebas melakukan doktrin kepada mahasiswa sehingga hanyut ke dalam sisi gerakan radikal. Ini juga patut diwaspadai," ungkapnya.
Seharusnya, untuk saat ini sudah ada kontrol yang ketat terkait isi-isi ceramah yang ada di kalangan mahasiswa. Selain para pembimbing dan penceramah, yang harus dikontrol juga pengurus-pengurus lembaga dakwah di lembaga pendidikan.
"Pendampingan kalangan mahasiswa dan pelajar tentunya sangat penting dilakukan untuk menghadapi ajaran-ajaran radikal dan fundamentalis," ujar Shinta.
Menurut Shinta, seluruh masyarakat Indonesia merupakan saudara sebangsa dan setanah air. Sudah sepatutnya untuk tetap mengedepankan sikap saling menghormati, menghargai dan tolong menolong.
"Kaum muslimin yang mayoritas harus bisa hidup berdampingan dengan minoritas. Semua harus saling menghormati, menghargai dan tolong menolong," ucapnya.
Omi Komariah Madjid, istri Alm Nurcholis Madjid atau yang dulu akrab disapa Cak Nur, menuturkan, perbedaan tidak boleh dijadikan ajang untuk mengejek, mengolok maupun merendahkan kelompok lain yang berbeda. Baik itu berbeda secara agama, etnis, latar belakang dan lain sebagainya.
"Kebhinekaan harus menjadi penyatu bagi kita semua. Perbedaan tidak boleh dijadikan ajang mengejek atau mengolok satu sama lain," kata Omi.
Diingatkan, untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi harus sudah dibiasakan sejak kecil. Oleh sebab itu, peran orangtua sangat dibutuhkan untuk terus memupuk rasa kebhinekaan dan toleransi tersebut.
"Dari kecil harus sudah dibiasakan. Tanamkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi yang dimulai dari keluarga sejak kecil. Upaya ini harus terus dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," ucapnya.
Yeremia Sukoyo/FMB
Suara Pembaruan
๐ฎ
Liputan6.com, Jakarta Kondisi umat Muslim di Indonesia yang belakangan mulai terpecah dan saling menghujat, membuat cendekiawan Muslim Syafii Maarif prihatin.
Dia mengingatkan untuk mewaspadai keberadaan pandangan atau pemikiran yang bisa disebut teologi maut.
Teologi maut ini, kata mantan Ketua PP Muhammadiyah itu, sudah muncul dalam periode akhir-akhir ini.
Menurut pria yang disapa Buya Syafii itu, teologi tersebut berbahaya dan berpotensi membawa negara ke jurang kehancuran.
"Kenapa negara yang sehebat dan sebesar ini muslimnya terpecah belah, saling menghujat. Ini teologi maut mengajarkan berani mati, tapi tidak berani hidup," kata Buya Syafii dalam sebuah Seminar dan Lokakarya di Hotel Aryaduta, Jakarta, Sabtu (7/4/2017).
Menyedihkannya lagi, kata Buya Syafii, pandangan atau teologi maut itu justru tumbuh subur di kalangan pemuda bangsa.
Menurut dia, para penganut teologi maut biasanya berkarakter anti-toleransi. Teologi maut juga memiliki sifat atau kecenderungan paling merasa benar, juga selalu berpikir menuju kematian yang syahid, tanpa menjalani kehidupan yang baik.
"Mereka (penganut paham teologi maut) itu menderita, lalu diajak Tuhan untuk melindungi. Dalam perkembangan, teologi ini juga (berpandangan) yang di luar salah dan halal darahnya," ujar Buya Syafii.
Dia pun berharap agar pemerintah dan aparat bisa jeli melihat persoalan-persoalan anti-toleran yang menyangkut paham teologi maut.
"Saya berharap aparat negara jeli melihat-lihat. Jangan sampai tenggelam dengan perbuatan anak-anak bangsa yang berkhianat kepada bangsa," dia menandaskan.
Buya Syafii menambahkan, "Pendukung segala sempalan yang ingin ganti Pancasila bersuara lantang karena yang mayoritas diam. Aparat harus peka. Negara Anda, negara saya, jangan biarkan tenggelam."
✋
Khilafah adalah salah satu issu yang marak disuarakan ditubuh bangsa Indonesia. Wacana ini sangat intens dilontarkan oleh saudara-saudara kita yang cendrung memiliki pemikiran islam kanan. Hizbut Tahrir merupakan salah satu organisasi yang selalu mengumandangkan wacana tersebut. Gerakannya banyak dilakukan dalam lingkungan kampus.
Hizbut Tahrir adalah partai politik islam yang bertujuan membangun paham-paham keislaman dan aturan-aturannya dan menyebarkannya pada orang banyak, serta berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendirikan negara dalam bentuk khilafah islamiyah. (al-Mausu’ah al-Muyassarah, jus 1 hal 341)
Pendiri Hizbut Tahrir ialah Syeikh Taqiyyuddin Annabhani (1297-1326 H/ 1908-1977 M) di Palestina. (al-Mausu’ah al-muyassarah Jus 1 hal 341). Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1952 M, dengan aktifitas menerbitkan buku-buku dan brosur sebagai sumber ajaran dari hizbut tahrir. Pendiri hizbut tahrir berpindah-pindah dari Yordania, Syiria, dan lebanon. Namun wafatnya Sang Pendiri itu di Bairut.
Sebagian gerakannya dilakukan dalam bentuk dakwah islam. Tidak jarang pula kelompok tersebut melakuan aksi demonstrasi di jalan terhadap issu-issu aktual dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa aksinya sering menyuarakan mengenai konflik di Timur Tengah. Seperti konflik Palestina dan Suriah. Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap kaum muslim di Negara tersebut.
Hizbut Tahrir Indonesia, selain memiliki impian mendirikan Negara Khilafah, juga memiliki solidaritas lintas Negara yang cukup tinggi. Syariat Islam merupakan aturan yang akan diterapkan dalam bernegara, tentunyan dengan mengganti Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara dan aturan Negara.
Hizbut Tahrir Indonesia berpandangan bahwa Indonesia milik Allah, untuk itu Syariat Islam harus diterapkan dalam Negara. Mereka menolak Pancasila sebagai asas tunggal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesi, kerena dianggap multitafsir. Pencasila belum menjadi solusi disetiap permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Demokrasi pun tidak luput dari penolakannya, karena dianggap menistakan rakyat.
Tulisan ini akan berusaha menelisik sudut pandang Kaum Pergerakan atau yang dikenal sebagai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia terhadap Khilafah. Oganisasi dengan tujuan terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Artinya, Kaum Pergerkan sangat menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan Kaum Pergerakan berbedah dengan pamahan teman-teman yang tergabung dalam Hizbit Tahrir Indonesia mengenai Pancasila. Pada hal kedua organisasi ini sama-sama menganut paham keislaman. Lalu dimana perbedaan kedua organisasi ini dalam melihat Pancasila?
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyara-katan, independen, dan profesional. Sifat tersebuat membuat PMII sebagai salah satu organisasi yang paling terdepan dalam menjaga cita-cita kemerdekaan Indonesia tanpa mengabaikan nilai-nilai keislaman. PMII didirikan di Surabaya pada tanggal 21 Syawal 1379 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 M dengan menjadikan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) sebagai manhaj al-fiqr atau landasan berpikir.
Al-sunnah memilki arti jalan,disamping memiliki arti Al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, Para Sahabat, dan Tabi’in. Al-Jama’ah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlussunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Sahabat dan Tabi’in.
Pemahaman Aswaja ini diadopsi dari Nahdatul Ulama yang merupakan Organisasi Masyarakat islam pertama kali di Indonesia yang menegaskan diri berpaham Aswaja. Konstitusi dasar yang dirumuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari juga tidak disebutkan definisi Aswaja namun tertulis dalam konstitusi tersebut bahwa aswaja merupakan sebuah paham keagamaan dimana dalam bidang aqidah menganut pendapat dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Al- Maturidhi, dalam bidang fiqih menganut pada salah satu madzhab empat, dan dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Junaid al Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghozali.
Kaum Pergerakan memandang bahwa aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial kemasyarakatan, inilah makna aswaja sebagai manhaj al fikr. Sebagai manhaj alfikr, Kaum Pergerkan berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran).
Metode berpikir tersebut membuat Kaum Pergerakan berpandangan bahwa penerapan Khilafah dan Syariat Islam tidak sesuai untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini bukan kerena Pancasila diletakkan lebih tinggi dari pada Al-Qur’an, tapi lebih kepada aspek sosial atau kemaslahatan umat manusia yang hidup dalam bangsa ini. Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk yang heterogen dan latarbelakan keberagaman berbedah-bedah.
Perbedaan tersebut merupakan sunnatullah yang harus disikapi dengan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan tasamuh (toleran). Prinsip tersebut terkandung dikelima sila dalam Pancasila, alasan inilah yang membuat Kaum Pergerakan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia dengan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi.
Perlu dipikirkan kembali mengenai Islam dan Pancasila bahwa bukanlah Islam yang mengikuti Pancasila, tapi pada hakekatnya nilai-nilai dalam Pancasila adalah ajaran Islam yang diadopsi menjadi kelima sila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini didasarkan atas kemaslahatan umat manusia dalam berbangsa dan bernegara seperti yang telah dijelaskan di atas.
Penulis : Muhammad Aras Prabowo
Mahasiswa Pascasarjana Univesitas Mercu Buana Jakarta
Mahasiswa Pascasarjana Univesitas Mercu Buana Jakarta
“SEJARAH BARU…!!! DI REJIM JOKOWI – JK , TIONGHOA MENJADI MARSEKAL PERTAMA TNI AU,” ujar Rahmad Hidayat Syah, sembari menampilkan foto diri Marsekal Muda TNI Surya Margono.
“Innalilahi Wainailaihi Rojiun. Jokowi MELANTIK MARSEKAL TNI AU dari SUKU TIONGHOA. #ENDEMIRABIES,” ujar pengguna Facebook dengan nama akun Tiffi Tiffany Ayu.
Meski begitu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa kenaikan pangkat yang diterima oleh Marsma Surya Margono telah melalui penilaian yang ketat.
“Kenaikan pangkat Perwira Tinggi harus ada capaian keberhasilan dalam melaksanakan tugas, reputasi individu dan satuannya diakui serta layak diapresiasi, sehingga mengalir penghargaan sekaligus kehormatan untuk menyandang pangkat lebih tinggi,” ujar Gatot saat memimpin Laporan Korps Kenaikan Pangkat, Kamis (23/3/2017).
Surya Margono sendiri merupakan lelaki kelahiran kelahiran Mempawah, Kalimantan Barat, 5 Desember 1962. Ia aktif sebagai perwira sejak tahun 1987 dan menjabat sebagai Atase Pertahanan di KBRI Beijing, Cina, sejak 10 September 2009.
Kini dirinya menjabat sebagai Dir D Bais TNI, sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 19/TNI/tahun 2017 tanggal 22 Maret 2017 dan diteruskan dengan Surat Perintah Panglima TNI No Sprin/522/III/2017 tanggal 23 Maret 2017.
Meski begitu, Marsekal Pertama Surya Margono sejatinya bukanlah pejabat tinggi keturunan Tionghoa pertama di tubuh TNI. Sebelumnya, terdapat sejumlah nama Brigadir Jenderal TNI Teguh Santosa, Mayor Jenderal Iskandar Halim, dan Brigadir Jenderal Teddy Yusuf.
Selain itu, juga terdapat nama-nama, seperti Marsekal Pertama TNI Billy Tunas, Laksamana Pertama TNI FX Indarto Iskandar, dan Mayjen Daniel Tjen yang tercatat sebagai anggota TNI keturunan Tionghoa.
☺
JAKARTA POST: Dozens of protesters gathered in front of HKBP Karang Bahagia Church since Sunday morning did not dampen the spirit of worshipers attending their weekly service.
The protesters oppose the presence of the church in that location, arguing that it has no legal grounds.
“We are not seeking to limit religious freedom. We only oppose the presence of illegal places of worship,” said rally leader Idam Kholid.
The protesters were being monitored by several officers from Sukaraya village and policemen.
HKBP Karang Bahagia Church opened on Oct. 16, 2016, after collecting 149 signatures from its neighbors to obtain a permit to hold services in a house the church bought from a local resident.
There have been meetings between the protesters and members of the church.
HKBP Karang Bahagia Church spokesman Jonri Sitio told The Jakarta Post that representatives of the church had previously agreed to temporarily stop holding services following a meeting between the church representatives and protesters. However, since the agreement took place “under duress,” the congregation has decided to perform the service anyway.
HKBP Karang Bahagia church leader Edward Pandjaitan said worship at the church would continue.
“Freedom of religion is not limited in this country. We surrender to God, but worship will continue,” he said.
Aside from HKBP Karang Bahagia church, Jl. Ki Hadjar Dewantara is also home to two other churches and one Buddhist temple. (dmr)
๐พ
JAKARTA, KOMPAS.com
Ishomuddin merupakan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI sekaligus saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja atau Ahok pekan ini.
Zainut membantah pemberhentian Ishomuddin dari kepengurusan dilakukan karena Ishomuddin menjadi saksi atas kasus Ahok.
Namun, pemberhentian itu dikarenakan ketidakaktifan Ishomuddin dalam kepengurusan MUI. Keputusan tersebut, kata Zainut, diambil dalam rapat pimpinan MUI pada Selasa (21/3/2017).
"Berkaitan dengan berita tentang pemberhentian Saudara Ishomuddin dari kepengurusan MUI hal tersebut adalah benar," ujar Zainut melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"Pemberhentian sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tetapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," ujar Zainut.
Zainut menambahkan, secara berkala pihaknya melakukan evaluasi terhadap keaktifan dari pengurus MUI. Evaluasi itu berlaku untuk seluruh pengurus.
"Jadi bukan hanya terhadap Pak Ishomuddin semata. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya," ujar Zainut.
Alasan lainnya, MUI menilai Ishomuddin telah bersikap indisipliner. Namun, Zainut tak menjelaskan bentuk ketidakdisiplinan yang dimaksud.
"Terhadap Pak Ishomuddin pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi," ujar Zainut. (Baca: MUI Akan Bahas Nasib Ahmad Ishomuddin dalam Rapat Dewan Pimpinan)
Liputan6.com, Jakarta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membenarkan terkait kabar pemberhentian Ahmad Ishomuddin dari kepengurusan, pasca-menjadi saksi sidang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
BACA JUGA
"Keputusan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada Selasa 21 Maret 2017," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid lewat pesan singkat, Jumat malam 24 Maret 2017.
Zainut menerangkan, keputusan ini diambil bukan semata-mata yang bersangkutan menjadi saksi sidang Ahok. Melainkan, pasifnya Ishomuddin sebagai pengurus MUI.
"Pemberhentian Pak Ishomuddin sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama, tetapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," kata dia.
Zainut menegaskan secara berkala Dewan Pimpinan MUI mengevaluasi kepengurusan, untuk memastikan semua anggota pengurus MUI dapat melaksanakan amanat dan tugas sesuai tanggung jawabnya.
"Jadi pemberhentian Pak Ishomuddin tidak dilihat dari ketidakaktifan itu saja, tapi juga karena ia melanggar disiplin organisasi," dia menandaskan.
Dalam unggahan di Facebook sebelumnya, Ahmad Ishomuddin mengatakan dirinya sudah siap dengan segala risiko pasca-menjadi saksi sidang Ahok, termasuk jabatannya di MUI.
"Saya sudah siap mental menghadapi risiko apa pun, termasuk mempertaruhkan jabatan saya yang sejak dulu saya tidak pernah memintanya, yakni baik sebagai Rais Syuriah PBNU (2010-2015 dan 2015-2020) maupun Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2015-2020), demi turut serta menegakkan keadilan itu," tulis Ahmad Ishomuddin di Facebook.
๐ป
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Amnesty Internasional Salil Shetty menemui Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di kantornya, Jakarta, Rabu 22 Maret 2017, membahas kerukunan umat beragama di Indonesia, termasuk sedikit hal tentang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok."Selintas disinggung itu sebagai bagian kehidupan politik yang dinamis, tentu langsung atau tidak terkait dengan keagamaan," kata Lukman.
Baca: Mengapa Ahok Live Streaming di Media Sosial?
Lukman mengatakan, secara umum, kunjungan Amnesti Internasional tersebut mendiskusikan perkembangan Indonesia, khususnya pemerintah, dalam menyikapi persoalan HAM di bidang keagamaan dan sosial politik.
Menurut dia, hubungan kehidupan keagamaan dengan suasana politik belakangan ini semakin cenderung mengarah pada ketersinggungan. Karena itu, kata Lukman, Amnesti Internasional dan Indonesia memiliki pandangan sebagai warga dunia untuk bersama-sama menghadapi persoalan serius mengenai adanya potensi konflik keberagamaan dan politik.
Adapun Shetty menuturkan Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya plural dan memiliki beragam latar belakang. Hal tersebut perlu disyukuri dengan saling menghargai dan menghormati perihal kebebasan beragama.
Baca: Pilkada, Sentimen Agama Meningkat di Jakarta
Dia menyebutkan Indonesia memiliki catatan pelanggaran HAM, seperti kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas Ahmadiyah dan Gafatar. "Ini bukan tantangan yang mudah untuk dihadapi, tapi terlihat Menteri Agama sangat berkomitmen menyelesaikan dan berusaha mencari solusi," kata dia.
ANTARA
๐
JAKARTA POST: Hatred has been escalating recently, triggered by conflicting political views in relation to Jakarta’s gubernatorial election. Provocative banners expressing religion and ethnicity sentiments have been placed in several public places, residential areas and even in front of places of worship.
The latest outrage was triggered by banners in front of a number of mosques in South Jakarta, which said the mosques would not perform funeral prayers for deceased fellow Muslims who were found to have supported or voted for “blasphemers” or an infidel — a clear reference to incumbent Jakarta Governor Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, who is on trial for insulting the Quran. The banners have taken their toll, even on the city’s dead. The grieving families of the late Hindun binti Raisan, 77, a resident of Setiabudi, and of the late Siti Rohbaniah, 74, of Pondok Pinang, both in South Jakarta, said they had faced bullying from neighbors and religious leaders.
Funeral prayers for Hindun were performed at her own home as no one was willing to do so at the nearby mosque. The cleric said it was because of impending rain, while the family suspected the reason was because Hindun had voted for Ahok, as witnessed by people assisting the bedridden woman on voting day.
Meanwhile, prayers for Siti Rohbaniah were held at the mosque only after a family member signed a document indicating his support for Ahok’s rival, Anies Baswedan, as instructed by the local neighborhood unit chief.
Anies’ campaign team and supporters have said they had nothing to do with such dirty tactics.
What happened to the families is intolerable. Every citizen should enjoy the right and freedom to have their own political standpoint. The government must ensure every citizen is protected and not discriminated against or even intimidated for having different political views, ahead of the runoff on April 19.
As the banners have violated the electoral law and a public order bylaw, the police, Elections Supervisory Committee and public order officers must enforce the law and take steps against the offenders. They should also hunt down the brains and culprits behind the banner distribution.
Noted ulema such as Syafii Maarif of Muhammadiyah and Said Aqil Siradj of Nahdlatul Ulama have said such provocative banners are against the teachings of Islam.
Instead of expressing free speech, the spread of provocative messages on banners and also on social media are tantamount to acts of terror as they directly attack the sense of security of community members. Such acts of hate speech should be responded to firmly and swiftly, as such spiteful campaigns severely undermine Indonesia’s pluralism and the foundation of democratic society.
A failure to act immediately and firmly against such acts could encourage the continuous whipping up of sectarian sentiment even after the election ends.
Authorities must find novel approaches, including by collaborating with Indonesian denizens, to better step up the fight against provocateurs of hate speech on all fronts.
Only then will Jakarta be able to significantly drown out such expressions of spite that are alien to the capital — which must remain home to people of all backgrounds.
Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan, dalam dua tahun belakangan terdapat sebelas kasus penutupan masjid Ahmadiyah. Sebagian besar penutupan masjid justru diinisiasi oleh pemerintah daerah.
"Kalau dulu dilakukan oleh ormas agama, sekarang justru pemda yang melakukan penutupan masjid kami. Padahal mesjid kami punya IMB. SKB (Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri) pun tidak melarang kegiatan Ahmadiyah," ujar Yendra saat berbicara di di Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2017).
Selain penutupan rumah ibadah, pelanggaran atas hak sipil juga dialami oleh 116 jemaah Ahmadiyah yang berada di Permukiman Wisma Transito di Kelurahan Majeluk, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mereka adalah jemaah Ahmadiyah yang bermukim di Ketapang, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, korban perusakan dan pembakaran rumah pada awal 2006.
Sampai saat ini, kata Yendra, pemerintah belum merealisasikan kebijakan yang berpihak pada mereka. Sementara selama di pengungsian, warga Ahmadiyah tidak memiliki akses terhadap kesehatan yang memadai.
"Padahal akhirnya kami mengalah, kami sudah menyatakan siap untuk direlokasi," ucapnya.
Persoalan lain dialami warga Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat. Sebanyak 1.600 orang belum memiliki KTP oleh pemerintah daerah.
Akibatnya mereka sulit mengakses layanan publik dan pernikahan mereka tidak bisa dicatatkan.
"Seharusnya Presiden Joko Widodo bertemu dengan kelompok minoritas seperti kami sebagai simbol bahwa Presiden Jokowi adalah presiden bagi semua golongan," kata Yendra.
Lain Ahmadiyah, lain pula kekerasan yang dialami oleh warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Agus Setiawan, juru bicara Gafatar, mengatakan bahwa pasca-pengusiran warga eks Gafatar dari Mempawah pada awal 2016 lalu, Pemda Kalimantan Barat tidak mau menerima kembali warga eks Gafatar yang ingin tinggal di sana.
Permintaan dialog dengan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pernah mengeluarkan fatwa haram dan aparat pemerintah tidak pernah digubris.
"Fatwa MUI pusat dan SKB Tiga Menteri yang menjadi alasan Pemda Kalbar," tutur Agus.
Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan beribadah juga dialami oleh umat Muslim di Denpasar, Bali, pada Mei 2008. Sebagian kelompok masyarakat melarang pembangunan mushala As-Syafiiyah di Kota Denpasar.
Ketua pengurus mushala, Haji Eko mengatakan, hingga saat ini belum ada respons dari pemerintah daerah terkait pengusiran dan penyegelan mushala As Syafiiyah.
"Kami hanya ingin diizinkan beribadah. Sudah sembilan tahun belum ada titik terang," ujarnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh umat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi.
Perwakilan majelis gereja, Pasauran Siahaan mengungkapkan, selama hampir 16 tahun jemaat Filadelfia belum bisa beribadah dengan tenang, sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja sudah mereka kantongi.
"Izin sudah ada, tapi kami masih menggelar ibadah di depan Istana Negara dua minggu sekali," kata Pasauran.
Pasauran menilai pemerintah daerah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan polemik yang dialami jemaat Filadelfia. Pasalnya, Pemda terkesan melakukan pembiaran terhadap sekelompok masyarakat dari luar wilayah Bekasi yang menolak pembangunan gereja.
"Mereka cuek saja. Kami berharap ada intervensi untuk mencegah kelompok intoleran. Kami pun Sudah minta segel dibuka ke Bupati tapi tidak ada tanggapan," kata dia.
๐ณ
Jakarta - Kunjungan sosialisasi kampanye Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Sandiaga Uno, di RT04/RW09, wilayah Kampung Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, disambut bentangan spanduk bernada provokatif.
Kejadian itu terjadi ketika Sandiaga menghadiri acara sosialisasi yang diadakan di kediaman pengurus RT 04, Matohir. Sandi Uno disambut dengan atraksi penyambutan tamu kehormatan khas Betawi yakni Palang Pintu tidak jauh dari Musala Al-Jadidah, Jalan Tengah Gang Musholla.
Spanduk tersebut bertuliskan "Islam Agamaku, Al-Quran Kitabku, Gubernur Muslim Pilihanku #damai bersama Islam"
Pemasangan spanduk itu diletakkan di bagian salah satu sudut Musala dengan diikatkan ke bagian kanopi dari tempat ibadah yang berada dekat dengan akses Jalan Condet dan menuju Dewi Sartika tersebut.
Panwascam Kecamatan Kramat Jati, Khodijah, mengatakan, keberadaan spanduk tersebut tidak menyalahi aturan karena dipasang bukan oleh tim sukses Anies-Sandi yang mengatur acara di lokasi tersebut.
"Kita sudah tanya ke pihak pengurus Musholla, dan dia mengaku memasang tersebut atas inisiatif sendiri dan tidak melibatkan timses Anies-Sandi," ujar Khodijah, ketika dikonfirmasi Suara Pembaruan, Rabu (15/3) sore.
Namun, kata Khodijah, pihaknya melihat ada spanduk dengan logo Salam Bersama dan nomor paslon 3 yakni "Ayo Kita Menangkan Calon Gubernur Muslim Untuk Jakarta" dengan tulisan warga Kampung Tengah.
"Kita sedang telusuri apakah spanduk yang bertema warna putih-merah itu dipasang oleh timses atau warga simpatisan, tetap akan kita membuat laporan ke Panwas tingkat Kota," tambahnya.
Sementara itu, Sandiaga Uno sendiri menyesalkan selalu ada spanduk yang menyudutkan dan provokatif di tempat dirinya melakukan sosialisasi.
"Ini tidak baik untuk demokrasi kita. Kita juga merasa dirugikan dengan keberadaan spanduk tersebut, karena disangka yang memasangnya. Padahal, kami selalu memegang teguh prinsip demokrasi sejuk,. Saya minta warga menahan diri dan utamakan prinsip-prinsip kebaikan," kata Sandiaga.
Carlos Roy Fajarta/FER
Suara Pembaruan
๐
Laporan Wartawan WARTA KOTA, Gopis SimatupangTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yoyo Sudaryo (56), warga RT 05/02 Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, mengaku terpaksa menandatangani surat pernyataan untuk memilih paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran dua yang akan datang.
Hal itu wajib dilakukan Yoyo jika ingin jenazah mertuanya, Siti Rohbaniah (80), disalatkan oleh pengurus salah satu masjid di Pondok Pinang.
Yoyo dan keluarganya dituding sebagai pendukung paslon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
Saat ditemui wartawan, Yoyo bercerita, pada Rabu (8/3/2017) malam sang ibu mertua meninggal dunia karena sakit.
Jenazah baru disalatkan Kamis (9/3/2017) siang setelah Yoyo terpaksa menandatangani surat pernyataan yang disodorkan Ketua RT 05 Makmun Ahyar.
Itu pun setelah jenazah terbengkalai sekitar satu jam.
"Rabu malam, saya punya ibu (mertua) meninggal, lalu saya lapor ke tetangga, ke Ketua RT. Awalnya nggak ada masalah yang buat saya bimbang. Ketua RT-nya juga kenal saya dengan baik," ujar Yoyo di rumahnya, Jumat (10/3/2017).
"Kamis pagi, udah rapi mau dikafani, dimandiin, nggak ada masalah. Siangnya, pas mau disalatin saya disuruh tanda tangan, yang bikin tulisannya Pak RT. Isinya bahwa saya berjanji akan mendukung pasangan Anies-Sandi di putaran dua nanti. Ada meterainya juga," beber Yoyo.
Yoyo mengatakan, surat pernyataan tersebut tidak diketik, melainkan hanya berupa tulisan tangan di atas selembar kertas.
Karena tak tega jenazah sang ibu mertua terbengkalai, dia pun akhirnya membubuhkan tandatangan di atas selembar kertas itu.
"Awalnya sih, saya nggak curiga, lagi kesusahan nggak nyangka nggak mau disalatin. Menurut saya mau pilih siapa itu urusan saya sama Tuhan. Tapi yang penting ibu saya disalatin," bilang Yoyo.
Beberapa saat, setelah Yoyo mengguratkan tandatangannya, barulah jenazah ibu mertuanya disalatkan dan akhirnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir.
Dikatakan Yoyo, sebenarnya dia dan keluarganya tidak pernah mengungkapkan sebagai pendukung paslon tertentu.
Bahkan, sang ibu mertua tidak ikut memilih dalam putaran pertama 15 Februari lalu karena sudah uzur.
"Saya dari dulu siapapun gubernurnya kampanye nggak pernah ikut, nempel poster juga nggak. Bahkan, saya menolak ada poster pasangan manapun di rumah saya. Makanya saya heran sampai begini," katanya.
Yoyo mengakui, dia memang pernah bergurau dengan tetangga-tetangganya seputar persaingan paslon Anies-Sandi dan Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI, kali ini.
"Saya memang kadang berkelakar ke tetangga. Saya bilang, saya nggak pilih Ahok karena dia Kristen, sementara saya Islam. Lalu, tetangga tanya, terus pilih siapa? Pilih Djarot, kata saya gitu," ungkap Yoyo.
Sementara itu, pihak kepolisian dari Polsek Metro Kebayoran Lama, Jumat pagi, telah mendatangi rumah keluarga Yoyo untuk meminta penjelasan terkait permasalahan tersebut.
Sementara itu, Kapolsek Metro Kebayoran Lama, Komisaris Ardi Rahananta mengatakan, kedatangan pihaknya untuk memastikan tidak ada ancaman keamanan bagi keluarga tersebut.
"Kami ingin memastikan keamanan warga sekaligus mediasi agar masalah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Kami akan turunkan petugas untuk memantau agar jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan," ujar Ardi.(*)
๐
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak tahu soal jenazah Hindun bin Raisan (77) tidak disalatkan di mushalla Al Mukmin, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa lalu (3/7/2017).
Putri bungsu almarhum, Sunengsih alias Neneg (47), menduga hal itu karena pilihan politik sang ibunda pada 15 Februari lalu.
Saat dikonfirmasi, Ahok sapaan Basuki mengaku belum mendengar.
"Saya enggak tahu, saya enggak tahu," kata Ahok kepada wartawan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Jumat (10/3/2017).
Kepada Tribunnews.com, di kediamannya, Neneng menduga warga tahu pilihan politik yang ibunda, karena pada 15 Februari lalu, sang ibunda masih terbaring lemah karena penyakit pengkapuran tulang dan darah tinggi. Alhasil petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus datang ke rumahnya, membawa surat suara.
"Karena almarhum ibu saya sakit, jadinya dia mencoblos di rumah, semua orang lihat, harusnya kan pilihan ibu saya itu rahasia," ujarnya.
Petugas TPS itu selain membawa surat suara, juga membawa paku untuk mencoblos dan sepotong styrofoam atau gabus, untuk tatakan mencoblos. Sang petugas juga membantu merentangkan surat suara tersebut dihadapan Hindun yang sudah sejak beberapa bulan terakhir tidak bisa jalan itu.
"Terserah ibu mau pilih yang mana," ujar Neneng mengulangi pernyataan salah seorang petugas TPS kepada sang ibunda sebelum pencoblosan.
Sang ibunda kemudian mencoblos pasangan nomor nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok - Djarot Saiful Hidayat. Saat pencoblosan, sejumlah petugas TPS yang hadir serta keluarga yang menemani, bisa menyaksikan langsung pilihan Hindun.
"Mungkin dari situ menyebar, orang-orang jadi tahu kalau ibu saya milih Ahok," katanya.
Neneng mengakui bahwa almarhum ibundanya adalah penggemar Ahok. Kata dia sang ibunda tahu bahwa Ahok telah menggratiskan sekolah. Almarhum Hindun bisa mengetahui hal tersebut, karena salah seorang putra Neneng yang duduk di bangku kelas 1 SMP, sudah tidak lagi membayar uang sekolah sejak 2012 lalu.
"Ibu saya juga tahu kalau banjir sekarang sudah berkurang, ibu saya kan masih suka nonton TV," katanya.
Selain itu, dukungan untuk Ahok - Djarot diberikan oleh almarhum Hindun juga karena pasangan tersebut didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Neneng mengatakan ayahnya yang meninggal pada 2012 lalu, adalah penggemar berat PDIP, dan Bung Karno. Hal itu berpengaruh pada pilihan politik sang ibunda.
"Jadi ibu saya ya namanya istri, dia ikut suami," katanya.
Pada hari Selasa lalu (7/3), Hindun menghembuskan nafas terakhirnya pada sekitar pukul 13.30 WIB. Namun jenazah Hindun tidak dishalatkan di mushalla Al Mukmin, yang terletak sekitar 200 meter dari kediamannya.
Di hari kematian sang ibunda, ketika ia meminta ustaz Muhammad Safi'i yang menjadi ustaz keluarga sekaligus pengurus masjid Al Mukmin, agar ibundanya dishalatkan di musholla, sang ustaz menjawab "Nggak usah Neng, percuma nggak ada orang, di rumah saja, nanti gue yang mimpin."
Neneng menduga pernyataan itu dilontarkan karena pilihan sang ibunda. Namun ia tidak pernah mengklarifikasi sang ustaz atas dugaannya itu. Ditemui di kesempatan terpisah, Muhammad Safi'i menyangkal tuduhan Neneng. Kata dia saran itu disampaikan karena saat itu tengah hujan deras.
๐ง
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga gereja di Kecamatan Parungpanjang, Bogor ditolak warga. Ketiganya yaitu Gereja Katolik, Gereja Metodhist Indonesia, dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Camat Parungpanjang Edi Mulyana mengatakan penolakan itu bukan cuma karena ketiga gereja tersebut tak punya izin mendirikan bangunan, melainkan bangunan gereja itu seharusnya bangunan tempat tinggal.
"Bangunan tersebut sebenarnya rumah tempat tinggal, namun oleh pemiliknya digunakan sebagai rumah untuk ibadah dan sekarang dijadikan sebagai gereja," kata Edi Mulyana, kepada Tempo, Senin 6 Maret 2017.
Camat mengatakan, keberadaan tiga gereja tersebut sudah lama ditolak warga karena bangunan yang dijadikan untuk tempat ibadah berada di tengah permukiman warga, tepatnya di Perumahan Griya Parungpanjang.
Baca: Satpol PP Bogor Belum Periksa Tiga Gereja di Parung Panjang
"Awalnya itu merupakan rumah, namun lama-lama setiap minggu banyak tamu datang dari luar perumahan yang ternyata untuk beribadah di rumah tersebut," kata Edi.
Keresahan warga yang berujung penolakan itu pun karena pemilik rumah tidak pernah meminta izin kepada warga dan pengurus lingkungan jika rumahnya menjadi tempat ibadah dan saat ini dijadikan gereja. "Tahun 2014 lalu pun diprotes warga dan sempat ada kesepakatan untuk menghentikan kegiatan namun mereka sendiri yang melanggar," ujar Edi.
Camat Edi menegaskan, kasus ini sekarang sedang ditangani Pemerintah Kabupaten Bogor. "Masalah ini sekarang sedang dikaji oleh FKUB, ditambah lagi perizinan (IMB) gereja atau tempat ibadah pun yang mengeluarkan adalah Bupati, makanya sekarang sedang dikaji," kata dia.
Spanduk-spanduk bertuliskan penolakan terhadap keberadaan gereja yang selama ini dipasang di wilayah perumahan itu mulai diturunkan oleh petugas Satuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Bogor.
"Kami selalu berkoordinasi dengan warga sekitar agar tidak terprovokasi masalah ini, karena jika sudah masuk SARA, masalah bisa lebih besar, " kata Kabid Dalops Satpol PP Kabupaten Bogor, Asnan Sugandha.
Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada rencana kegiatan penyegelan tempat ibadah (Gereja) oleh pihak Satpol PP baik tingkat Kecamatan (Kasitrantib) maupun tingkat Kabupaten Bogor. "Bukan hanya di Parungpanjang tapi di Kabupaten Bogor sampai saat ini tidak ada tempat ibadah yang disegel," kata dia.
M SIDIK PERMANA
"Awalnya itu merupakan rumah, namun lama-lama setiap minggu banyak tamu datang dari luar perumahan yang ternyata untuk beribadah di rumah tersebut," kata Edi.
Keresahan warga yang berujung penolakan itu pun karena pemilik rumah tidak pernah meminta izin kepada warga dan pengurus lingkungan jika rumahnya menjadi tempat ibadah dan saat ini dijadikan gereja. "Tahun 2014 lalu pun diprotes warga dan sempat ada kesepakatan untuk menghentikan kegiatan namun mereka sendiri yang melanggar," ujar Edi.
Camat Edi menegaskan, kasus ini sekarang sedang ditangani Pemerintah Kabupaten Bogor. "Masalah ini sekarang sedang dikaji oleh FKUB, ditambah lagi perizinan (IMB) gereja atau tempat ibadah pun yang mengeluarkan adalah Bupati, makanya sekarang sedang dikaji," kata dia.
Spanduk-spanduk bertuliskan penolakan terhadap keberadaan gereja yang selama ini dipasang di wilayah perumahan itu mulai diturunkan oleh petugas Satuan Polisi Pamongpraja Kabupaten Bogor.
"Kami selalu berkoordinasi dengan warga sekitar agar tidak terprovokasi masalah ini, karena jika sudah masuk SARA, masalah bisa lebih besar, " kata Kabid Dalops Satpol PP Kabupaten Bogor, Asnan Sugandha.
Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada rencana kegiatan penyegelan tempat ibadah (Gereja) oleh pihak Satpol PP baik tingkat Kecamatan (Kasitrantib) maupun tingkat Kabupaten Bogor. "Bukan hanya di Parungpanjang tapi di Kabupaten Bogor sampai saat ini tidak ada tempat ibadah yang disegel," kata dia.
M SIDIK PERMANA
๐
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf menyayangkan ajang pertarungan Pilkada DKI Jakarta dimanfaatkan untuk menebar kebencian. Padahal, kata dia, pesta demokrasi ini harusnya digunakan untuk beradu gagasan atau ide dari masing-masing tim pasangan calon.
"Politik itu tentang adu ide, adu gagasan, bukan ruang untuk bertarung dengan menebarkan kebencian dan isu SARA," kata Al Araf dalam diskusi publik 'Penebaran Kebencian, Problem Intoleransi, dan Peranan Penegak Hukum' di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (27/2/2017).
BACA JUGA
Menurut dia, penebaran kebencian lewat media sosial mulai terlihat pada pada ajang Pilkada DKI Jakarta 2012. Ia menambahkan, tidak menutup kemungkinan juga penebaran kebencian bakal terus dilakukan sampai ajang Pilpres 2019 mendatang.
"Nah ini sesuatu yang harus dilawan. Politisasi SARA itu menunjukkan kedangkalan kita dalam berpolitik," ucap Araf.
Ia pun berharap ke depan masyarakat lebih rasional dan dewasa dalam berpolitik. Yaitu dengan tidak melibatkan unsur ujaran kebencian dan SARA dalam politik.
"Dan saya rasa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mau terjerumus dalam politik yang dangkal dan ingin membangun politik yang sehat," tambah Araf.
๐ฎ
Merdeka.com - Spanduk berisi imbauan supaya warga tak mensalatkan pendukung atau pembela penista agama muncul di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Ada dua spanduk berisi imbauan larangan mensalatkan pendukung penista agama.
Penelusuran merdeka.com, masjid pertama ditemukan spanduk itu yakni Masjid Husnul Khotimah di Kelurahan Mampang Prapatan dan Masjid Al-Anwar yang hanya berjarak sekitar 600 meter dari masjid Husnul Khotimah. Salah satu pengurus Masjid Husnul Khotimah membenarkan jika pemasangan spanduk itu inisiatif pihak masjid.
"Alasannya mau masang ya karena situasi sekarang, tentang kasusnya Ahok," kata Salah satu takmir Masjid Husnul Khotimah, Abid Bima Sakti (19) saat ditemui merdeka.com di teras Masjid Husnul Khotimah, Jumat (3/03) malam.
Namun, Abid membantah jika spanduk tersebut dibuat berdasarkan inisiatif dari masjid. Menurut Abid, ada orang yang memberikan spanduk itu ke masjid dan kemudian di pasang oleh pengurus masjid yang mengamini larangan mensalati jenazah pendukung Ahok.
Abid mengatakan, mensalatkan jenazah adalah kewajiban muslim, namun haram bagi pendukung Ahok berdasarkan Alquran. Menurut Abid, larangan mensalatkan penista agama sesuai dengan anjuran Alquran sehingga wajib dijalankan.
"Kalau terbukti timnya Ahok pakai baju kotak-kotak dan terindikasi, ya kami nggak mau mensalatkan," imbuhnya.
"Saya pribadi nggak setuju. Allah saja maha pemaaf. Di lepas saja, kan kita sama-sama Islam, ini kan demokrasi," ungkapnya.
Warga lain yang rumahnya bedekatan dengan Masjid Al-Anwar, Yanto (52) mengaku sepakat dengan pemasangan spanduk tersebut. Menurutnya menyolati jenazah orang munafik adalah haram.
"Kalau secara pribadi saya, orang munafik tidak perlu disolatkan. Saya sepakat dengan pemasangan spanduk ini," ungkapnya saat diwawancara di depan masjid Al-Anwar.
Rahmat Yanto (27), warga yang tempat tinggalnya dekat dengan Masjid Al-Anwar mengaku tak ambil pusing dengan pemasangan spanduk. Menurutnya memang akan jadi pro kontra ketika melihat kasus Ahok dari kacamata agama dan politik.
"Saya mah netral aja, terserah! Dari sisi mana dulu ngelihatnya. Dari sisi politik atau agama. Kalau dari agama kan beda dengan politik," tuturnya.
Spanduk berisi imbauan larangan mensalati pendukung penista agama sebelumnya muncul di wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Spanduk tersebut bahkan menjadi viral di media sosial seperti di Masjid Mubassyirin, Jalan Karet Belakang Selatan, Karet, Jakarta Selatan. [gil]
tempo.co:
TEMPO.CO, Jakarta - Pilkada 2017 tentu menjadi saat-saat menegangkan bagi sebagian orang. Dalam buku Proyeksi Penduduk Indonesia yang dipublikasikan Bappenas (2013), jumlah penduduk DKI Jakarta 2017 diproyeksikan mencapai lebih dari 10,37 juta jiwa. Jumlah terbesar berada dalam kelompok umur 25 tahun-34 tahun. Artinya kelompok umur itu disebut sebagai young adult (dewasa muda) dan akan menjadi salah satu penentu kemenangan calon gubernur di pilkada DKI Jakarta .
Baca juga :Siapa yang Bakal Menjadi Pilihan? Begini Kata Tika Bisono
Nah Bagaimana mereka akan memilih pemimpin daerahnya? Generasi muda atau generasi milenial sekarang ini cenderung lebih kritis . Kritis melihat apakah ucapan yang mereka katakan sesuai dengan kondisi di lapangan. Mereka juga sudah mulai kritis melihat data. "Artinya, mereka lebih melihat fakta di lapangan seperti apa," ujar psikologis klinis Ine Aditya. Karena itu, debat cagub pun menjadi hal penting bagi generasi muda untuk melihat bagaimana kesiapan dan kredibilitas calon pemimpin daerah itu.
Disebutkan juga bahwa media sosial juga masih mempengaruhi pilihannya tersebut. Sekarang ini, lanjut Ine, orang-orang lebih banyak melihat dari media sosial untuk melihat kinerja para calon pemimpin itu. Namun tetap saja ada yang masih terpengaruh dengan hal lain, yaitu nilai-nilai dan prinsip, katanya.
Siapa yang akan mereka pilih? Ine menjawab jika dilihat dari tipe kepemimpinannya tentu saja yang demokratis dan yang punya prinsip. Leadership yang diharapkan tentu saja yang melakukan hal-hal dengan benar. Tidak hanya dengan kata-kata saja. "Yang bisa lebih out of the box dan kreatif," ujar Ine.
Baca juga :Psikolog: Pilkada Itu Memilih Pelayan!
Tapi, lanjutnya setiap orang memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan pilihan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi. Yaitu prinsip dan nilai yang mereka anut, karimastik tokoh, keoriginalitas dan kekongkritan dari visi dan misinya, kondisi kerja mereka di lapangan saat ini, kreativitas, kecerdasan, transparansi, dan trackrecordnya.
"Generasi sekarang memang ingin lebih bebas berpendapat . Ingin hal yang baru, ingin sesuatu yang nyata. Bukan yang hanya mengawang-ngawang," katanya.
SUSANTEMPO.CO, Kediri - Pondok Pesantren Lirboyo Kediri memulangkan santrinya yang hendak mengikuti pemilihan kepala daerah serentak. Mereka diminta memilih calon kepala daerah yang bermanfaat bagi Islam Ahlusunnah Waljama’ah Annahdliyah dan NKRI.
Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri membuka kesempatan kepada setiap santrinya untuk menyalurkan hak politik dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 15 Februari 2017. Lebih dari 10 ribu santri dari berbagai kota di pelosok Tanah Air belajar ilmu agama di salah satu pondok pesantren terbesar di Pulau Jawa ini.
“Santri yang di daerahnya melaksanakan pilkada dipersilakan pulang,” kata pengasuh Pondok, Kiai Abdul Muid, kepada Tempo, Selasa, 14 Februari 2017.
Tak hanya mengizinkan santrinya pulang, pengasuh pondok pesantren Lirboyo dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani Kiai Abdul Qodir Ridlwan, Kiai Abdul Khobir, dan Kiai Anwar Manshur juga memberi arahan saat memilih calon kepala daerah. Dalam poin kedua dari tiga poin surat pemberitahuan tersebut, disampaikan kepada para santri untuk memilih calon kepala daerah yang bermanfaat bagi Islam Ahlusunnah Waljama’ah Annahdliyah dan NKRI.Rabu, 15 Februari 2017 | 07:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Buat mereka yang ingin mengisi libur pemilihan kepala daerah atau pilkada, Rabu, 15 Februari 2017, tak ada salahnya berjalan-jalan atau makan di pusat perbelanjaan. Tentu saja kegiatan ini dilakukan setelah menyuarakan hak memilih kepala daerah. Banyak promosi menarik yang diberikan berbagai gerai dan restoran khusus di hari pilkada.
Salah satu rumah makan yang menawarkan diskon menarik adalah Piring Emas yang terletak di Lippo Mall Puri, Jakarta Barat. Mereka menawarkan voucer pengembalian uang atau cashback hingga 100 persen dengan jumlah maksimal Rp 300 ribu. Caranya, cukup perlihatkan tanda tinta yang membuktikan telah mencoblos. Voucer berlaku untuk kunjungan berikutnya dengan batas akhir penukaran 15 Maret 2017.
Restoran lain yang juga menawarkan promo khusus adalah Ta Wan, yang bisa ditemui di berbagai mal besar. Buat mereka yang sudah memilih, Ta Wan memberikan tiga menu pilihan secara gratis berupa Ayam Goreng Ta Wan, Kakap Tausi, dan Sapi Ala Mongolia. Syaratnya, minimal transaksi Rp 250 ribu dan berlaku pukul 10.00-15.00.
Diskon juga ditawarkan wisata air Waterbom di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dengan menunjukkan jari yang telah dicelup tinta tanda sudah memilih, pengunjung cukup membayar Rp 60 ribu. Harga tiket normal adalah Rp 170 ribu untuk orang dewasa di hari biasa dan Rp 270 ribu pada akhir pekan atau libur nasional.
Tempat-tempat mana lagi yang menawarkan promo menarik khusus pilkada dengan menunjukkan jari yang sudah dicelup tinta? Berikut ini beberapa di antaranya.
#Sogo, berupa penawaran atau hadiah spesial.
#Pancious, menawarkan pancake spesial secara gratis.
#Dairy Queen, memberikan minuman tertentu secara gratis.
#Carl’s Jr., cukup membayar Rp 25 ribu untuk menu burger klasiknya.
#Caribou Coffe, beli satu gratis satu.
#The Duck King, voucer cashback 100 persen setiap minimal transaksi Rp 300 ribu.
#Yie Thou, diskon 50 persen minimal transaksi Rp 500 ribu.
#Boga, gratis makanan penutup pada pukul 14.00-17.00.
PIPIT
BOGOR, KOMPAS.com
- Indonesia selaku negara multi etnis dan agama, masih menghadapi persoalan intoleransi.
Kerawanan intoleransi di Indonesia menjadi temuan utama survei nasional bertajuk "Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial Keagamaan di Kalangan Muslim Indonesia" yang digelar Wahid Foundation bekerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) di Rancamaya, Bogor, Senin (1/8/2016).
Survei itu melibatkan 1.520 responden yang tersebar di 34 provinsi. Responden adalah umat Islam berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Metode survei adalah random sampling dengan margin error sebesar 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen.
Paparan hasil survei tersebut bertujuan memberikan masukan kepada Pemerintah dalam menangani persoalan intoleransi dan radikalisme.
Acara pemaparan dihadiri Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Kepala Staf Presiden RI Teten Masduki, Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'as Sa'id Ali, dan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Hajriyanto Thohari.
Dalam sambutannya Yenny menyampaikan umat Islam di Indonesia merupakan wajah Islam moderat di dunia. Sebabnya umat Islam Indonesia dikenal mampu hidup berdampingan dengan umat beragama lainnya.
"Karena itu jika ada potensi penguatan intoleransi di Indonesia, itu menjadi peringatan besar bagi kita semua untuk berhati-hati," ujar Yenny dalam sambutannya.
Putri sulung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu memaparkan survei tersebut sengaja memilih populasi khusus umat Islam karena isu toleransi dan intoleransi memang tengah menjadi persoalan tersendiri di tubuh umat Islam, khususnya di Indonesia.
Yenny mengatakan toleransi dalam survei kali ini dimaknai dengan tidak menghalangi kelompok lain, baik sesama muslim maupun nonmuslim, yakni dalam pemenuhan hak sosial keagamaannya.
Hasil Survei
Hasilnya, survei tersebut menemukan sejumlah data yang cukup mengkhawatirkan. Dari total 1.520 responden sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci.
Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama nonmuslim, kelompok tionghoa, komunis, dan selainnya.
Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia.
Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka.
Dari sisi radikalisme sebanyak 72 persen umat Islam Indonesia menolak untuk berbuat radikal seperti melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain atau melakukan sweeping tempat yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
Merdeka.com - Kekerasan kembali dirasakan oleh wartawan saat meliput aksi 112, di bilangan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2). Aksi kekerasan tersebut diterima oleh wartawan Metro TV dan Global TV.
Desi Bo, reporter Metro TV harus mengalami luka di bagian kepala akibat hantaman benda tumpul.
"Mereka (massa) mukul pakai bambu dari atas, samping, lalu kita juga dilempar pakai gelas air mineral. Saya kena di kepala pakai bambu," ujarnya kepada merdeka.com di lokasi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh kameraman Metro TV, Ucha.
"Perut, sama pundak diludahin. Mereka pukul pakai tangan, ada juga nendang di bagian kaki," kata Ucha.
Sementara itu, kameraman Global TV, Dino merasa tertekan atas aksi massa 112. Sebab, dirinya dibilang tak sopan atas pengucapan nama Pimpinan Front Pembela Islam (FPI).
"Gue ditanyain dikerubungi, mereka bilang semua TV harus ngomong itu Habib Rizieq, jangan cuma Rizieq doang yang sopan, ngotot ngomongnya," kata Dino.
Atas kejadian itu, para awak media tersebut kini sudah diamankan oleh petugas dan diarahkan masuk dalam Gereja Katedral.
"Gw serahin ke kantor (lapor polisi atau nggak)," kata Desi Bo.
Belum jelas siapa yang memukul dan meludahi wartawan ini. [rnd]
๐ฅ
Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah dilanda darurat kebebasan beragama dan kepercayaan. Padahal, undang-undang menjamin setiap warga negaranya memiliki agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Peneliti kebebasan Setara Institute, Halili memaparkan hasil penelitiannya. Sepanjang tahun 2016, 208 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama terjadi. Dari 34 provinsi di Indonesia, 24 di antaranya merupakan provinsi yang tak aman untuk menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
"Pelanggaran terbesar terjadi di wilayah Jawa Barat dengan 41 peristiwa, DKI Jakarta 31 peristiwa, serta Jawa Timur 22 peristiwa, dan lain-lain," ujar Halili dalam konferensi pers di Jalan Hang Lekiu II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (29/01/2017).
Belum lagi para pelaku pelanggaran itu adalah negara sendiri. Halili menjelaskan, dari 270 tindakan pelanggara kebebasan beragama, terdapat 140 tindakan pelanggaran yang melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktor.
"Aktor ini yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah pihak dari kepolisian, dengan 37 tindakan pelanggaran," ucap dia.
Sementara, institusi lainnya yang masih perpanjangan tangan Negara turut serta membuat rakyat tak bisa beragama dan berkeyakinan seperti jaminan undang-undang.
Halili menyebut, institusi pendidikan negeri jadi pelaku dengan 11 tindakan, Kementerian Agama dengan sembilan tindakan serta Kejaksaan dengan delapan tindakan.
Termasuk di dalamnya ormas-ormas keagamaan seperti aliansi ormas Islam sebanyak 30 tindakan, MUI 17 tindakan, FPI 16 tindakan dan perusahaan sebanyak empat tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
๐ฎ
Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Jabar telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus dugaan penodaan Pancasila dari penyidik Polda Jawa Barat. Dengan demikian, status perkara yang menjerat pemimpin ormas Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ini telah dinaikkan ke penyidikan.
"Jadi Kejati Jabar itu telah menerima SPDP atas nama tersangka Habib Rizieq, dua hari yang lalu," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati) Setia Untung Arimuladi, di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (19/1/2016).
BACA JUGA
Untung melanjutkan, setelah menerima SPDP atas nama tersangka Habib Rizieq Shihab, pihaknya terus mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan penyidik Ditkrimum Polda Jawa Barat.
Untung menambahkan, dengan adanya SPDP ini pihaknya akan menunggu pelimpahan berkas perkara tahap pertama atas kasus tersebut untuk diteliti.
"Jadi nanti kita tunggu berkas perkaranya tahap pertama. Yang pasti Kejati Jabar telah menerima SPDP seperti itu," ucap dia.
Rizieq Shihab dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri lantaran diduga menghina Pancasila. Awalnya laporan tersebut dilakukan di Bareskrim Polri, kemudian dilimpahkan ke Polda Jabar karena tempat kejadian perkara di wilayah Jawa Barat.
๐
indonesia media: Basuki T Purnama alias Ahok menangis terisak-isak dalam sidang sebagai terdakwa kasus dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Banyak pihak justru mencibir tangisan Ahok hanya pura-pura. Namun, pelbagai cibiran itu justru dianggap bisa menimbulkan simpati banyak orang.
Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto melihat, usai sidang tersebut justru membuat banyak pihak tersentuh mendengar nota pembelaan Ahok berisi tentang kehidupannya lekat dengan toleransi beragama. Sehingga dia meyakini akan banyak orang tidak lagi meragukan sosok gubernur DKI Jakarta nonaktif itu.
“Momen sidang itu malah membuat Ahok mendapat simpati yang sesungguhnya. Yang tidak lagi meragukan lagi dia siapa. Semakin dia di-bully, semakin dia mendapat simpati luar biasa dari orang-orang lintas agama juga,” kata Sulistyowati kepada merdeka.com, Rabu (14/12).
Menurut Sulistyowati, sosok Ahok selama ini telah menunjukkan sikap sebagai nasional tulen. Sehingga tidak heran bila Ahok tidak takut dipenjara akibat kasusnya. Namun, lanjut Sulistyowati, Ahok justru takut dicap menghina agama keluarganya sendiri. Apalagi Ahok selama ini dikenal dekat dengan keluarga mantan Panglima M Yusuf yang dikenal bersih.
Sebagai ahli antropologi hukum, Sulistyowati melihat banyak kejanggalan dalam proses kasus Ahok. Mulai dari penyelidikan, pelimpahan kasus hingga persidangan berjalan terlalu cepat. Sehingga dia melihat ada ketidakadilan kepada Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut.
Sehingga, dia melihat seolah ada keraguan dari para penegak hukum untuk menangani kasus penistaan agama diduga dilakukan Ahok ini. Kondisi ini juga dipandang sebagian masyarakat sebagai ketidakadilan hukum bagi Ahok.
“Komunitas masyarakat ini sudah mulai melihat gimana hukum negara itu tidak adil bagi Ahok. Dari proses penyelidikan, penyidikan, gelar perkara divoting, mana ada divoting kan. Dan pasal pidana itu, kalau kau ragu lebih baik melepaskannya,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menuding Ahok mencari simpati dengan menangis dalam menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama. Yandri menilai tangisan Ahok hanyalah air mata buaya.
“Saya kira itu nangisnya air mata buaya. Itu modus. Tujuannya nyari simpati,” kata Yandri di Gedung DPR.
Yandri juga meyakini hakim tak akan terpengaruh dengan tangisan Ahok tersebut. Anggota Komisi II DPR ini menilai hakim tetap akan mengedepankan fakta dalam kasus ini.
“Saya yakin hakim berpatokan dengan fakta yang sudah diungkap polisi kemudian kejaksaan dan kejaksaan sudah sampaikan pasal yang dituduhkan ke Ahok,” tegasnya.
Menanggapi cibiran itu, Ahok justru bersikap santai. “Saya kira orang boleh tuduh macam-macam bebas kan,” kata Ahok di Rumah Pemenangan Lembang.
Dia mengaku sudah lama sekali tidak menangis. Seingatnya, terakhir kali menitikkan air mata saat ayahanda meninggal sekitar 19 tahun lalu. “Enggak pernah keluar air mata, pas ayah meninggal saja kita baru keluar air mata,” terangnya.(Mdk / IM )
๐
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia melihat peristiwa tangisan Ahok dalam dua situasi. Situasi pertama, bila tangisan itu buatan dan dilakukan dengan penuh kepura-puraan.
Doli menilai Ahok melanjutkan kebiasaan membohongnya seperti yang sering dilakukannya selama ini.
"Atau 'tangisan bombay' itu menunjukkan bahwa Ahok memang memiliki mental 'inlander', di mana ke bawah menginjak, ke atas menjilat," kata Doli melalui pesan singkat, Rabu (14/12/2016).
Doli menegaskan publik masih mengingat saat Ahok bersikap dan berperilaku kasar dan semena-mena terhadap rakyat biasa.
Tetapi prilaku kasar itu, sontak berubah ketika berhadapan dengan hakim. Doli menuturkan Ahok menjadi tunduk, merendah, bahkan merengek-rengek.
"Jadi ini situasi 'pencitraan' yang ingin membangun kesan seakan Ahok dizolimi," kata Doli.
Situasi kedua, kata Doli bila tangisan itu benar serius, mungkin Ahok memiliki penyimpangan kejiwaan.
Menurutnya, hal itu sungguh mengerikan ketika publik bisa melihat di dalam satu orang memiliki karakter yang kontras.
"Ahok yang kita kenal selama ini bengis, kejam, kasar, bergaya preman, dengan penuh makian, tiba-tiba bisa beruraian air mata dan cengeng," kata Doli.
Doli menilai Ahok tidak pantas memimpin karena memiliki mental yang tidak stabil. Apalagi, kata Doli, bila mendengar isi tanggapannya di persidangan masih juga ada kebohongan, berilusi, mengundang konflik, dan bahkan masih juga menista Al Quran.
"Saya kira hakim harus benar-benar catat itu," ujar Doli.
Sebelumnya, Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meneteskan air mata saat membacakan nota keberatan atas dakwaan penistaan agama Jaksa Penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).
Ahok tak kuasa menahan kesedihan kala menceritakan bagaimana dirinya dibesarkan oleh keluarga muslim asal Bugis, (alm) Andi Baso Amier dan (almh) Masaribu Aba bin Aca.
Ahok yang mengenakan batik kuning motif hitam mulanya menceritakan latar belakang dirinya mengutip Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, ucapan yang membuatnya kini duduk di kursi terdakwa kasus penistaan agama.
Ia menegaskan, tak ada niat sedikit dirinya untuk menistakan kitab suci umat muslim, Al Quran, apalagi agama Islam. Ucapan itu terlontar karena dirinya kerap mendapat 'serangan' dari oknum politikus yang menggunakan Surat Al Maidah ayat 51 karena tidak ingin bersaing secara sehat dalam pilkada.
Ahok pun sadar, bahwa ada tutur bahasa darinya yang tidak sesuai saat itu.
"Ada ungkapan, bahwa hanya Allah atau Tuhan yang tahu, apa maksud ucapan seseorang," ucap Ahok.
๐ญ
JAKARTA, KOMPAS.com
- Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menilai, aksi pembubaran Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa (6/12/2016) malam, sebagai bentuk pelanggaran oleh aparatur negara.
Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom mengatakan, saat terjadi aksi pembubaran, kepolisian justru cenderung melakukan pembiaran dan tidak melakukan aksi pencegahan.
Padahal, kegiatan KKR tersebut telah memiliki izin resmi dari kepolisian.
"Kami melihatnya sebagai pelanggaran serius oleh negara. Polisi dinilai melakukan pembiaran dan inskonstitusional dengan memberikan ruang bagi sekelompok massa untuk memberikan tekanan," ujar Gomar saat dihubungi, Jumat (9/12/2016).
Gomar menuturkan, pasca-pembubaran, PGI mendapat informasi dari panitia KKR bahwa saat massa dari Pembela Ahlus Sunnah (PAS) datang ke Sabuga, polisi justru memberikan ruang negosiasi dengan pihak panitia.
Dia menilai, proses negosiasi tersebut menjadi ruang bagi massa PAS untuk memberikan tekanan kepada umat yang sedang beribadah.
Seharusnya, kata Gomar, polisi mencegah aksi massa tersebut dan melindungi umat yang beribadah karena mereka telah mengantongi izin resmi.
"Saat massa datang harusnya tugas polisi melindungi masyarakat yang sudah punya izin. Yang dilakukan polisi malah mempertemukan massa dengan panitia. Dengan kondisi seperti itu kan panitia secara psikologis merasa tertekan dan terancam," kata dia.
Gomar berharap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan perhatian serius terhadap peristiwa tersebut.
Dia meminta kepolisian tidak tunduk pada tuntutan dan pemaksaan kehendak melalui pengerahan massa.
Menurut Gomar, jika hal tersebut terus terjadi, akan menjadi ancaman serius bagi upaya menjaga kemajemukan bangsa Indonesia.
"Saya berharap polisi mengedepankan konstitusi ketimbang konstituen. Kapolri harus ambil tindakan terhadap pimpinan di lapangan saat itu," kata Gomar.
๐
RMOL. Pembubaran paksa ibadah menyambut Natal di gedung Sabuga ITB, Kota Bandung, oleh sekelompok orang pada Selasa lalu adalah tindakan yang melukai kerukunan umat beragama di Indonesia.
Demikian ditegaskan anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut politikus Partai Gerindra itu, tidak sedikit pihak yang ingin memanfaatkan suasana Natal untuk membuat kericuhan. Apalagi, diketahui bahwa perayaan Natal sudah berkali-kali digelar di Gedung Sabuga.
"Kenapa harus dilarang? Itu menciderai kerukunan umat beragama di Indonesia. Walaupun ada aturan (perizinan) yang tidak dipenuhi, kan kita bisa toleransi sedikit," ucapnya.
Dasco menolak dalih Ormas yang menuduh perayaan Natal di Sabuga melanggar peraturan tentang tata ruang.
"Katakanlah perayaan Lebaran, kemudian salat di sana sini dianggap melanggar? Jangan begitulah, toleransi. Natal ini kan setahun sekali," ucapnya.
Dia juga bertanya-tanya mengapa kepolisian menuruti kemauan Ormas yang melarang perayaan Natal itu.
"Nanti kita tanya kepolisian. Mungkin agak lebih berhati-hati karena masalah agama," pungkasnya. [ald]
๐
Jakarta - Acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang digelar di Gedung Sabuga, Jl. Tamansari Kota Bandung, dengan menghadirkan Pendeta Stephen Tong terpaksa berakhir dini, Selasa (6/12) malam waktu setempat karena diinterupsi oleh massa.
Kelompok yang menamakan dirinya Pembela Ahlus Sunnah (PAS) itu memaksa panitia mengakhiri acara dengan alasan kegiatan kebaktian harus digelar di gereja, bukan gedung umum.
Lewat akun Instagram, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mencoba menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi soal itu, dan menulis: "Kegiatan dilanjut saja. Hak beragama Anda dilindungi negara."
Namun kemudian, setelah acara KKR itu akhirnya dibubarkan sebelum waktunya, Ridwan meminta maaf.
"Saya minta maaf, secara fisik saya tidak bisa di semua lokasi peristiwa."
Berikut kronologi kejadian dari kepolisian yang diterima redaksi:
Pukul 15.32 WIB Pdt. Dr. Stephen Tong berkoordinasi dengan pejabat Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Bandung bernama Iwan dan petugas Polrestabes Bandung Ipda Edy dan Ipda Kasmari tentang aspirasi massa PAS agar Gedung Sabuga tidak dipakai dalam acara kebaktian.
Stephen meminta waktu selama 45 menit untuk membahasnya dengan para jemaat yang sudah terlanjur masuk gedung.
Pukul 16.32 WIB, Iwan (Kesbangpol Bandung) memberikan penjelasan kepada perwakilan PAS atas permintaan Stephen Tong tersebut.
Pukul 17.00 WIB massa PAS yang berkumpul di jalan masuk menuju gedung Sabuga menyampaikan akan memberikan waktu sampai pukul 18.00 agar panitia KKR meninggalkan gedung sabuga.
Pukul 17.30 WIB perwakilan PAS dipimpin oleh orang bernama Roin memasuki gedung sabuga untuk menghentikan kegiatan latihan paduan suara panitia kebaktian dan jemaat KKR.
Seluruh jemaat dan panitia KKR diminta keluar gedung karena akan diadakan mediasi.
Pukul 17.45 WIB, perwakilan PAS melakukan rehat untuk salat maghrib.
Pukul 19.00 WIB bertempat di ruang bengkel pameran gedung Sabuga, dilakukan audiensi antara dua wakil PAS yakni Roin dan Dani dengan Stephen, dengan mediator Kapolrestabes Bandung dan stafnya.
Hasil dari mediasi tersebut pada intinya adalah PAS memberikan waktu 10 menit kepada Stephen untuk memberikan penjelasan kepada seluruh jemaat yang sudah hadir, bahwa pelaksanaan KKR tak bisa dilanjutkan karena "adanya kesalahan prosedur dalam proses kelengkapan pemberitahuan kegiatan" oleh panitia KKR.
Pukul 20.00 WIB, wakil PAS kembali ke massanya untuk menyampaikan hasil mediasi.
Pukl 20.05 WIB Stephen memberikan penjelasan kepada seluruh jemaat bahwa adanya penolakan dari PAS terhadap KKR karena adanya kesalahan prosedur.
Pukul 20.19 WIB para jemaat KKR menyanyikan lagu Malam Kudus dan menutup acara dengan doa.
Pukul 20.21 WIB, jemaat KKR meninggalkan gedung Sabuga dengan tertib dan kemudian massa PAS ikut meninggalkan gedung Sabuga.
Dalam aksinya, massa PAS membawa spanduk bertuliskan "Masyarakat Muslim Jabar meminta kegiatan KKR pindah ke tempat yang telah disediakan (gereja) bukan di tempat umum" namun dalam mediasi perwakilan mereka berargumen bahwa yang menjadi masalah adalah soal perizinan.
Sementara itu seorang sumber dalam kepanitiaan KKR mengatakan ke Beritasatu.com bahwa sepanjang pengetahuannya, semua masalah perizinan sudah dilengkapi termasuk pemberitahuan kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
"Tapi yang penting situasinya tidak makin panas dan bisa diselesaikan dalam suasana baik tadi malam," ujar sumber tersebut, yang tidak bersedia disebutkan namanya karena baru akan dibuat pernyataan resmi Rabu (7/12) siang ini.
Penggunaan fasilitas umum untuk tempat ibadah secara hukum diperbolehkan apabila mendapat izin dari pihak yang berwenang, setidaknya berkaca pada peristiwa 2 Desember ketika ratusan ribu umat Muslim melakukan salat Jumat secara massal di Lapangan Monas dan sepanjang Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.
๐
TEMPO.CO, Jakarta - Rohaniwan Katolik, Benny Susetyo, mengatakan dampak rencana demonstrasi 2 Desember 2016 bisa menjalar menjadi ketakutan yang dirasakan golongan minoritas tertentu, baik dari agama maupun etnis. “Banyak mereka yang pergi ke luar negeri untuk mencari keamanan,” kata Benny Susetyo di Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Benny mengaku mendapat informasi bahwa sebagian umat non-Islam, khususnya di Jakarta, telah berencana pergi ke luar negeri. Bahkan mereka meninggalkan Tanah Air hingga perayaan Natal 2016. Ia mengatakan motif mereka pergi ke luar negeri karena khawatir akan adanya gangguan keamanan di dalam negeri.
Meski Benny belum memiliki data yang riil perihal jumlah golongan minoritas yang akan pergi ke luar negeri, ia memastikan sudah ada beberapa warga Ibu Kota yang meninggalkan Indonesia. Ia mengaku mendapatkan informasi tersebut dari media sosial dalam bentuk ungkapan kekhawatiran terhadap kondisi di Indonesia menjelang perayaan Natal 2016.
Benny mengatakan situasi di bawah saat ini sudah menjurus pada konflik etnis. Ia mencontohkan ancaman bom dan teror lainnya yang ia anggap sebagai dampak. Ia menilai golongan minoritas merasa trauma apabila konflik etnis pada masa lalu kembali terulang. “Jangan sampai masuk ke persoalan teknis karena akan runyam dan berdampak pada ekonomi,” ujarnya.
Benny telah mengimbau agar kelompok-kelompok minoritas tertentu tidak perlu bepergian ke luar negeri lantaran khawatir atas potensi gangguan keamanan di Ibu Kota. Sebab, menurut Benny, negara sudah menjamin keamanan bagi mereka. Ia pun mengimbau agar pemerintah serius menangani kecenderungan kondisi politik yang bergejolak saat ini.
Pegiat hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis, menilai penegakan hukum adalah prioritas yang diberikan oleh undang-undang. Menurut dia, apabila masyarakat percaya bahwa Indonesia adalah negara hukum, demonstrasi pada 2 Desember 2016 tak perlu terjadi. Ia justru melihat ada gelombang untuk melemahkan negara hukum dan seolah-olah ketentuan hukum positif tidak diakui lagi.
Rencana demo Aksi Bela Islam Jilid III menuntut tersangka dugaan penistaan agama, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, untuk ditahan. Menurut Todung, masyarakat harus menghormati hukum yang tengah berlangsung terhadap Basuki alias Ahok. “Tidak ada gunanya mendikte. Menekan dengan dalih apa pun, tidak akan tercapai keadilan itu,” tuturnya.
Todung menambahkan, apabila terjadi demonstrasi pada 2 Desember 2016 dan sampai menimbulkan kerusuhan, Indonesia dihadapkan pada kondisi kritis. Ia menilai kerja keras pendiri bangsa akan mengalami kemunduran yang luar biasa. Dampaknya bisa mengarah pada pelemahan ekonomi. “Akan mengalami kembali masa-masa sulit sebagai bangsa," ucap Todung.
DANANG FIRMANTO
๐ฅ
Liputan6.com, Jakarta - Survei Indikator menyebutkan 52 persen warga muslim DKI belum dapat menerima dipimpin oleh non-muslim, meskipun 69 persen mengaku puas atas kinerja calon Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin menganggap survei berdasakan keyakinan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tidak relevan di wilayah DKI Jakarta.
BACA JUGA
Hasil survei Indikator yang menggunakan komposisi sampel 798 tersebut menyebutkan ada 52 persen warga muslim DKI belum terima dipimpin non-muslim, meskipun 69 persen mengaku mengaku puas atas kinerja petahana Basuki Tjahaja Purnama.
"Saya kira jangan kondradiktif, masyarakat DKI cerdas dan biasanya mereka melihat bukti terlebih dahulu untuk menentukan pilihan," ujar Ishomuddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/11/2016).
Dia mengingatkan, dalam pandangan Islam pemimpin tidak selalu harus melihat latar belakang agamanya. Sebab paling penting adalah bagaimana seorang kepala daerah dapat memberikan yang terbaik demi kesejahteraan seluruh warga ibukota.
"Pandangan kepemimpinan dipilih yang terbaik dari yang ada. Yang adil mengutamakan kepentingan rakyat, bukan golongan atau kelompok. Dan tindakan pemimpin atas rakyat harus mengacu pada kemaslahatan rakyat. Yang penting masyarakat makmur, jangan politik jabatan semata," ucap Ishomuddin.
Tanpa bermaksud mengarahkan ke salah satu pasangan calon, Ishomuddin menilai masyarakat Jakarta sudah cukup cerdas dan tidak akan terpengaruh dengan berbagai isu negatif, khususnya isu berbau SARA.
"Survei itukan hal yang bisa diotak-atik zaman sekarang. Tapi soal pilihan, itu warga Jakarta-lah yang tentukan," ucap dia.
Dia pun menjelaskan ada dua faktor yang harus dipertimbangkan oleh tiga pasangan calon dalam Pilkada DKI yang harus diperhatikan dalam meraih dukungan dan simpati dari warga.
"Jadi ada dua faktor, faktor pencitraan yang baik itu mempengaruhi faktor kedua, faktor keterpilihan politisi siapapun setiap calon. Ingin namanya baik citra baik apakah berpengaruh pada faktor kedua keterpilihan, mungkin terpengaruh mungkin tidak," terang dia.
Ishomuddin mengharapkan, ketiga pasangan calon bersaing dengan sehat dalam pesta demokrasi terutama mengedepankan program. Sehingga Pemprov DKI Jakarta bisa dipimpin oleh pasangan terbaik.
"Paling penting setiap orang harus bersaing dengan baik. jadi adu mutu pada visi misi, program dan solusi tidak mengandalkan survei. Dengan adu mutu mencerdaskan pemilih," Ishomuddin menandaskan.
๐
Bandung - Penyidik Polda Jabar telah terima pelimpahan kasus yang menjerat ketua umum juga Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dari Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penodaan lambang Pancasila.
Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Yusri Yunus dalam keterangannya menuturkan, penyerahan pelimpahan berkas perkara sudah diterima Polda Jabar. “Kemarin baru diserahkan dari Bareskrim ke Polda Jabar," kata Yusri, Rabu (23/11).
Kata dia, penyerahan dilakukan karena obyek yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri itu berada di wilayah hukum Polda Jabar. Dengan diserahkannya berkas tersebut, penyidik selanjutnya meneliti dan mempelajari laporan.
“Kita dalami dulu berkas laporannya. Secepatnya bisa dapat diselesaikan,” katanya.
Yusri menambahkan, pelimpahan ini merupakan awal laporan. Nantinya penyidik polda akan memperlajari laporan tersebut. “Ini baru tahap laporan, nanti penyidik akan meneliti apakah laporan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Jika ditemukan minimal dua unsur bukti, maka akan dilakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor,” tambah Yusri.
Sebelumnya, Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme, Sukmawati Sukarnoputi menganggap Rizieq melakukan penodaan terhadap lambang dan dasar negara Pancasila, serta menghina kehormatan martabat Dr Ir Sukarno sebagai Proklamator kemerdekaan Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Laporannya sendiri dilayangkan pada Kamis 27 Oktober 2016. Laporan resmi bernomor LP/1077/X/2016/Bareskrim. Adapun pasal yang dituduhkan adalah pasal 154a KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Kabareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto dalam keterangannya di Jakarta mengatakan, laporan dengan terlapor Rizieq Shihab masih bisa ditangani oleh kepolisian daerah.
"Sesuai dengan kejadian tempat kejadian berada di wilayah Jawa Barat dan Kita anggap polda-polda lain juga bisa dan mampu," kata Ari.
Vento Saudale/YUD
BeritaSatu.com
๐ข
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, sempat dikira hendak kampanye di sebuah musala di kawasan RT 06 RW 06, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, oleh seorang anggota Panwaslu yang mengawasi kampanye Djarot.
Setelah kampanye, Djarot kembali mengungkit kejadian itu. Djarot mempertanyakan reaksi anggota Panwaslu itu yang berbeda ketika ia mendapat penolakan dari massa yang bukan warga sekitar.
"Saya bilang, aku juga pernahkan ditolak di sini di Kalibaru, kenapa enggak pernah diproses? Saksinya banyak, buktinya ada, orangnya (yang menolak) kelihatan, iya enggak," kata Djarot, di lokasi, Sabtu (19/11/2016).
Apalagi, kata Djarot, pada kejadian di Kalibaru, saat penolaknya dihampiri, ternyata mereka bukan warga setempat.
"Saya ajak ngomong, bukan warga situ, dia warga RW 7, (sedangkan) kami ketemu (warga) RW 1, iya enggak," ujar Djarot.
Untuk itu, ia berharap Panwaslu juga proaktif untuk kejadian-kejadian penolakan terhadapnya juga.
"Maksud saya itu, proaktif. Kalau enggak proaktif, bagaimana," ujar Djarot.
"Makanya, lucu banget masa saya masuk musala enggak boleh. Lah, kalau saya shalat bagaimana. Nah boleh toh, kalau misalnya aku bantu situ boleh enggak, ketika saya aktif (perbaiki musala)," ujar Djarot.
"Kami akan meninggikan (musala) itu dan untuk mengeruk itu nanti ini ketika saya aktif akan saya tindak lanjutin, boleh enggak gitu? Ya boleh, makanya lucu banget gitu," ujar Djarot.
Djarot juga menyatakan dirinya tidak kampanye atau menawarkan visi misi di dalam musala.
"Makanya, kalau saya dateng ke situ ada emblem-emblem nomor dua, (atau) saya menyampaikan visi misi di situ, ya enggak boleh," ujar Djarot
YOGYA (KRjogja.com) - PP Muhammadiyah Rabu (16/11/2016) siang menyampaikan sikap atas penetapan tersangka Basuki Tjahaya Purnama atau akrab di sapa Ahok atas dugaan penistaan agama. PP Muhammadiyah mengapresiasi langkah kepolisian yang akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka dan mendapatkan pencekalan ke luar negeri sembari menanti proses hukum lanjutan.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam temu pers di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (16/11/2016) menyampaikan langsung pernyataan sikap terkait keputusan penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh Polri siang tadi. "Kami menyambut baik keputusan Polri dan menyampaikan pernyataan sikap PP Muhammadiyah menanggapi keputusan tersebut," terangnya.
Berikut 7 poin sikap Muhammadiyah terkait penetapan tersangka Ahok atas kasus dugaan penistaan agama:
1. Muhammadiyah percaya sepenuhnya bahwa penetapan tersangka saudara Basuki Tjahaya Purnama sebaga tersangka berdasarkan prinsip hukum yang adil dan objektif, yang telah diikhtiarkan dan dijalankan seoptimal mungkin oleh Kepolisian Republik Indonesia. Hal itu merupakan bukti tegaknya hukum dengan baik serta terjaminnta eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.
2. Mengapresiasi komitmen presiden RI dalam mendukung sepenuhnya penegakan hukum atas kasus penistaan agama tersebut, serta dalam melakukan berbagai komunikasi dengan berbagai komponen bangsa sehingga tercipta stabilitas nasional dan terwadahinya aspirasi umat Islam yang keyakinan agamanya ternodai.
3. Memberi penghargaan tinggi pada Kapolri dan jajaran kepolisian yang telah menjalankan proses hukum dengan tegas, cepat, transparan dan berkeadilan. Diharapkan prosea hukum yang positif tersebut pada tahap selanjutnya tetap berjalan objektif dan seadil-adilnya.
4. Kepada seluruh warga negara Republik Indonesia hendaknya belajar dari kasus ini, bahwa agama adalah ajaran suci yang mutlak diyakini oleh pemeluknya serta harus dijunjung tinggi keberadaannya sebagaimana dijamin konstitusi. Karenannya siapapun harus menghormati setiap keyakinan beragama termasuk oleh pemeluk yang berbeda agama, dengan sikap luhur dan toleran. Bersamaan dengan itu hendaknya dijauhi segala ujaran dan tindakan yang dapat merendahkan, menodai, menghina, menista keyakinan luhur agama apapun yang hidup dan diakui sah hidup di negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan penduduknya dikenal religius.
5. Kepada umat Islam dan semua pihak dihimbau agar lapang hati menerima proses hukum tersebut, serta mengawal dengan seksama agar hukum tetap tegak pada proses selanjutnya di pengadilan.
6. Menyerukan kepada semua pihak elemen bangsa untuk bersama-sama menjaga keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memelihara kebhinekaan, ketertiban, kedamaian, kebersamaan, toleransi dan suasana uang kondusif.
7. Mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mencurahkan energi dan perhatian optimal dalam melakukan kerja-kerja cerdas dan produktif untuk menjadi bangsa yang berkemajuan. (Fxh)
๐ญ๐ญ
JAKARTA, KOMPAS.com -
Ketika calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berkampanye di Jalan Centex, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (15/11/2016), dua kelompok warga saling berhadapan dan melakukan provokasi.
Sekelompok orang dengan berbagai atribut penolakan terhadap Ahok berkumpul di lapangan bagian Gang Sopan. Sementara Ahok dan rombongannya masuk ke lapangan dari Gang Mandiri. Jarak antara kedua belah pihak sekitar 200 meter.
Begitu mengetahui Ahok dan rombongan sudah tiba, orang-orang yang menolak Ahok itu berlari ke arah lokasi kampanye.
Namun, mereka diadang anggota kepolisian dan relawan berbaju kotak-kotak serta beratribut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
"Ini kampung kami juga. Itu tuh provokator," kata seorang dari kelompok penolak Ahok menunjuk ke salah seorang relawan Ahok. Mereka meminta Ahok agar cepat menyelesaikan kampanyenya di situ. Polisi mencoba menenangkan orang-orang yang menolak Ahok itu.
Namun, seorang relawan Ahok yang berkemeja kotak-kotak mengajak relawan lainnya untuk melawan mereka. Para relawan merasa punya hak yang sama untuk membela calon yang mereka dukung.
"Woi... maju semuanya yang pakai baju partai. Jangan takut," kata seorang relawan. Relawan juga menyanyikan yel-yel untuk menghalau orang-orang itu.
"Siapa kita... Siapa kita.. PAC Jakarta Timur," begitu yel-yel para relawan. Ketegangan antar dua pihak itu terus berlanjut hingga Ahok naik ke dalam mobil selesai melakukan kampanye.
Sekelompok orang yang menolak Ahok itu, yang awalnya berada di lapangan, terlihat mengadang di luar gang. Namun, anggota kepolisian menghalau mereka.
Ahok pun meninggalkan lokasi dengan lancar. Setelah Ahok pulang, orang-orang itu masih berkomunikasi dengan polisi. Mereka tidak terima Ahok datang ke lingkungan tempat tinggal mereka.
Sementara relawan Ahok yang berjarak sekitar 100 meter dari para penolak Ahok bersama-sama menyanyikan lagu GarudaPancasila. Nyanyian itu membuat orang-orang yang tolak Ahok tersebut kesal.
"Tuh Pak suruh diem," teriak mereka kepada polisi.
Beberapa anggota kepolisian kemudian menenangkan kedua belah pihak.
"Tenang.... Tenang.... Bapak, Ibu diam juga dong," kata seorang anggota kepolisian. Sekitar pukul 16.30, polisi dapat membubarkan kedua kelompok orang terserbut dari lokasi itu.
๐
Arah - Pasar Tanah Abang mendadak sepi, Jumat (4/11). Salah satu petugas mengatakan bahwa gedung Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat hanya beroperasi setengah hari.
Saat tim arah.com berkeliling ke dalam gedung Blok A, ada sebuah poster berkelir merah lekat menempel di salah satu dinding toko.
Poster itu bertulisakn penolakan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Baca juga:
Salah satu pedagang di sekitar toko mengaku tidak mengetahui sejak kapan poster itu ditempel.
"Nggak tahu banyak apa nggak. Saya belum muter. Nggak tahu kalo di atas ada apa nggak. Itu aja saya baru lihat," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pasar Tanah Abang tutup lebih cepat dari biasanya. Hal itu dikarenakan adanya demo besar yang dilakukan sejumlah Ormas Islam di sekitaran Monas. (Indra Komara)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menuturkan fenomena penolakan kampanye pasangan calon (paslon) oleh masyarakat merupakan hal yang baru.
Sebab, paslon yang berkampanye ke beberapa daerah selama ini selalu mendapat sambutan dari warga. "Ditolak untuk datang ke wilayah kampanye memang baru. Sejauh yang saya tau, baru," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/11).
Masykurudin menilai munculnya fenomena penolakan masyarakat terhadap paslon yang datang berkunjung, itu erat kaitannya dengan persoalan politik, hukum, dan agama. "Penolakan itu dilakukan karena berkelindannya persoalan antara hukum, politik dan agama," katanya.
Urusan pilkada, lanjut Masykurudin, tentu sebenarnya hanya terkait politik atau aspek kepemiluan. Jika situasi itu yang terjadi, masyarakat akan menerima perbedaan pilihan. Namun, lanjut dia, itu berbeda dengan konteks Jakarta di mana ada persoalan politik. Pada saat yang sama, juga terjadi perisitiwa yang berkaitan dengan hukum dan agama.
"Berkelindannya tiga persoalan itulah yang pada akhirnya memunculkan penolakan," ucapnya.
Masykurudin menjelaskan, biasanya masyarakat selalu senang dengan kedatangan paslon yang berkampanye di daerahnya. Walaupun, paslon tersebut bukanlah kandidat yang dijagokan.
"Paling enggak, kalau pemilih itu sudah punya pilihan ya tindakan yang paling tinggi ya diam, ya intinya tidak mengganggu," katanya lagi.
Namun, lanjut Masykurudin, jika ada pihak yang menghalangi paslon untuk menyampaikan visi-misi atau menghalangi masyarakat untuk mendapat informasi terkait paslon, maka itu tidak diperkenankan.
"Jadi dalam konteks menghalangi, memang enggak boleh," ujarnya.
JAKARTA, KOMPAS.com
- Tudingan provokator yang ditujukan pada kamerawan Kompas TV Muhammad Guntur yang beredar di media sosial adalah hoax. Tudingan itu beredar pasca-aksi damai 4 November yang diwarnai kericuhan di depan Istana Merdeka, Jalan Merdeka Utara, sekitar pukul 19.00.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin dalam pesan Whatsapp yang diterima Kompas.com, Minggu (6/11/2016), mengatakan, ia mengenal Guntur.
"Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator," kata Din.
Pesan Din mengklarifikasi tudingan terhadap Guntur tersebar berantai. Dihubung Kompas.com Din mengakui pesan itu memang ia tulis untuk meluruskan informasi yang tidak benar.
Berikut pesan lengkap Din Syamsuddin.
Ikhwany al-A'izza',
Wartawan dlm gambar di atas adalah Mas Muhammad Guntur, kamerawan Kompas TV, yg saya kenal. Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator.
Utk diketahui, Kompas TV adalah satu dari dua TV Berita Nasional yg menyiarkan secara langsung Aksi Damai secara objektif dan proporsional.
Kebetulan pada sesi pra shalat Jum'at saya bersama Prof. Azra (Azyumardi Azra-red) menjadi narasumber di studio, dan pada sesi pasca shalat Jum'at Dr. Abdul Mukti, Sekum PP Muhammadiyah, dan Dr. Gun Gun Heryanto, dosen fakultas dakwah UIN Jakarta, yg jadi narasumber.
Mohon maklum dan tdk disebarluaskan Kompas TV sbg anti Aksi Damai. Silakan lihat rekaman siarannya sepanjang hari Jum'at.
Saya bahkan menyampaikan terima kasih atas peliputan Kompas TV yg simpatik.
Syukran.
Salam, Din Syamsuddin.
Tudingan provokator
Tudingan provokator diunggah akun Azzam Mujahid Izzulhaq di Facebook pada Sabtu, (5/11/2016). Ia menulis pada statusnya,
"Provaktor kericuhan ini, sebelumnya ditangkap aparat kepolisian setelah melakukan aksi provokasi dengan melempar botol minuman dari arah demonstran ke arah petugas keamanan. Ia mengaku wartawan salah satu media (Kompas).
Tetiba, sosok wajah dan tubuhnya hadir di Kompas TV dan telah berubah status menjadi korban kericuhan."
Hingga berita ini dibuat, informasi tidak benar tersebut telah di-share lebih dari 7.000 kali.
-
Dirampas dan dipukul
Yang terjadi sesungguhnya, Guntur tengah menjalankan tugas jurnalistiknya mengambil gambar saat kericuhan terjadi. Sebagai jurnalis, tugas Guntur melakukan reportase dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Seperti ditayangkan di Kompas TV, Guntur bercerita, saat itu ia tengah meliput aksi di jalan veteran, antara Istana Merdeka dan Gedung Mahkamah Agung. Posisinya berada di tengah, antara barikade polisi dan massa demonstran.
Tiba-tiba, kata Guntur, ada lemparan botol air mineral dari arah massa ke arah polisi yang disusul dengan aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan polisi.
Saat Guntur tengah mengambil gambar, salah seorang pengunjuk rasa menghardiknya, "Ngapain lu ngambil gambar." Guntur ditarik oleh sekelompok pengunjuk rasa itu ke tengah kerumunan mereka.
Kartu identitas wartawan yang dikenakan Guntur dirampas. Mereka juga merampas memory card dan kabel.
Dua orang dari kerumunan massa lantas membawanya menjauh dari para pengunjuk rasa yang marah. Sambil jalan, sejumlah orang memukul kepala guntur.
Sudah dipukul, Guntur difitnah sebagai provokator di media sosial. Perbuatan sejumlah orang yang menghalangi kerja jurnalistik Guntur adalah tindak pidana, pelanggaran terhadap Undang-undang Pers.
Jakarta SMH: This city's embattled governor was interrogated by police over alleged blasphemy on Monday, amid fears that opponents of the government are deliberately fomenting unrest to destabilise Indonesian President Joko Widodo.
Up to 200,000 Muslims took to the streets on Friday demanding that Basuki Tjahaja Purnama, widely known as Ahok, be jailed for allegedly insulting Islam.
TEMPO.CO, Jakarta - Buat mereka yang ingin mengisi libur pemilihan kepala daerah atau pilkada, Rabu, 15 Februari 2017, tak ada salahnya berjalan-jalan atau makan di pusat perbelanjaan. Tentu saja kegiatan ini dilakukan setelah menyuarakan hak memilih kepala daerah. Banyak promosi menarik yang diberikan berbagai gerai dan restoran khusus di hari pilkada.
Salah satu rumah makan yang menawarkan diskon menarik adalah Piring Emas yang terletak di Lippo Mall Puri, Jakarta Barat. Mereka menawarkan voucer pengembalian uang atau cashback hingga 100 persen dengan jumlah maksimal Rp 300 ribu. Caranya, cukup perlihatkan tanda tinta yang membuktikan telah mencoblos. Voucer berlaku untuk kunjungan berikutnya dengan batas akhir penukaran 15 Maret 2017.
Restoran lain yang juga menawarkan promo khusus adalah Ta Wan, yang bisa ditemui di berbagai mal besar. Buat mereka yang sudah memilih, Ta Wan memberikan tiga menu pilihan secara gratis berupa Ayam Goreng Ta Wan, Kakap Tausi, dan Sapi Ala Mongolia. Syaratnya, minimal transaksi Rp 250 ribu dan berlaku pukul 10.00-15.00.
Diskon juga ditawarkan wisata air Waterbom di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dengan menunjukkan jari yang telah dicelup tinta tanda sudah memilih, pengunjung cukup membayar Rp 60 ribu. Harga tiket normal adalah Rp 170 ribu untuk orang dewasa di hari biasa dan Rp 270 ribu pada akhir pekan atau libur nasional.
Salah satu rumah makan yang menawarkan diskon menarik adalah Piring Emas yang terletak di Lippo Mall Puri, Jakarta Barat. Mereka menawarkan voucer pengembalian uang atau cashback hingga 100 persen dengan jumlah maksimal Rp 300 ribu. Caranya, cukup perlihatkan tanda tinta yang membuktikan telah mencoblos. Voucer berlaku untuk kunjungan berikutnya dengan batas akhir penukaran 15 Maret 2017.
Restoran lain yang juga menawarkan promo khusus adalah Ta Wan, yang bisa ditemui di berbagai mal besar. Buat mereka yang sudah memilih, Ta Wan memberikan tiga menu pilihan secara gratis berupa Ayam Goreng Ta Wan, Kakap Tausi, dan Sapi Ala Mongolia. Syaratnya, minimal transaksi Rp 250 ribu dan berlaku pukul 10.00-15.00.
Diskon juga ditawarkan wisata air Waterbom di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Dengan menunjukkan jari yang telah dicelup tinta tanda sudah memilih, pengunjung cukup membayar Rp 60 ribu. Harga tiket normal adalah Rp 170 ribu untuk orang dewasa di hari biasa dan Rp 270 ribu pada akhir pekan atau libur nasional.
Tempat-tempat mana lagi yang menawarkan promo menarik khusus pilkada dengan menunjukkan jari yang sudah dicelup tinta? Berikut ini beberapa di antaranya.
#Sogo, berupa penawaran atau hadiah spesial.
#Pancious, menawarkan pancake spesial secara gratis.
#Dairy Queen, memberikan minuman tertentu secara gratis.
#Carl’s Jr., cukup membayar Rp 25 ribu untuk menu burger klasiknya.
#Caribou Coffe, beli satu gratis satu.
#The Duck King, voucer cashback 100 persen setiap minimal transaksi Rp 300 ribu.
#Yie Thou, diskon 50 persen minimal transaksi Rp 500 ribu.
#Boga, gratis makanan penutup pada pukul 14.00-17.00.
PIPIT
#Sogo, berupa penawaran atau hadiah spesial.
#Pancious, menawarkan pancake spesial secara gratis.
#Dairy Queen, memberikan minuman tertentu secara gratis.
#Carl’s Jr., cukup membayar Rp 25 ribu untuk menu burger klasiknya.
#Caribou Coffe, beli satu gratis satu.
#The Duck King, voucer cashback 100 persen setiap minimal transaksi Rp 300 ribu.
#Yie Thou, diskon 50 persen minimal transaksi Rp 500 ribu.
#Boga, gratis makanan penutup pada pukul 14.00-17.00.
PIPIT
BOGOR, KOMPAS.com
- Indonesia selaku negara multi etnis dan agama, masih menghadapi persoalan intoleransi.
Kerawanan intoleransi di Indonesia menjadi temuan utama survei nasional bertajuk "Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial Keagamaan di Kalangan Muslim Indonesia" yang digelar Wahid Foundation bekerja sama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) di Rancamaya, Bogor, Senin (1/8/2016).
Survei itu melibatkan 1.520 responden yang tersebar di 34 provinsi. Responden adalah umat Islam berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Metode survei adalah random sampling dengan margin error sebesar 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen.
Paparan hasil survei tersebut bertujuan memberikan masukan kepada Pemerintah dalam menangani persoalan intoleransi dan radikalisme.
Acara pemaparan dihadiri Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, Kepala Staf Presiden RI Teten Masduki, Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'as Sa'id Ali, dan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Hajriyanto Thohari.
Dalam sambutannya Yenny menyampaikan umat Islam di Indonesia merupakan wajah Islam moderat di dunia. Sebabnya umat Islam Indonesia dikenal mampu hidup berdampingan dengan umat beragama lainnya.
"Karena itu jika ada potensi penguatan intoleransi di Indonesia, itu menjadi peringatan besar bagi kita semua untuk berhati-hati," ujar Yenny dalam sambutannya.
Putri sulung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu memaparkan survei tersebut sengaja memilih populasi khusus umat Islam karena isu toleransi dan intoleransi memang tengah menjadi persoalan tersendiri di tubuh umat Islam, khususnya di Indonesia.
Yenny mengatakan toleransi dalam survei kali ini dimaknai dengan tidak menghalangi kelompok lain, baik sesama muslim maupun nonmuslim, yakni dalam pemenuhan hak sosial keagamaannya.
Hasil Survei
Hasilnya, survei tersebut menemukan sejumlah data yang cukup mengkhawatirkan. Dari total 1.520 responden sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci.
Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama nonmuslim, kelompok tionghoa, komunis, dan selainnya.
Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia.
Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka.
Dari sisi radikalisme sebanyak 72 persen umat Islam Indonesia menolak untuk berbuat radikal seperti melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain atau melakukan sweeping tempat yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
Merdeka.com - Kekerasan kembali dirasakan oleh wartawan saat meliput aksi 112, di bilangan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2). Aksi kekerasan tersebut diterima oleh wartawan Metro TV dan Global TV.
Desi Bo, reporter Metro TV harus mengalami luka di bagian kepala akibat hantaman benda tumpul.
"Mereka (massa) mukul pakai bambu dari atas, samping, lalu kita juga dilempar pakai gelas air mineral. Saya kena di kepala pakai bambu," ujarnya kepada merdeka.com di lokasi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh kameraman Metro TV, Ucha.
"Perut, sama pundak diludahin. Mereka pukul pakai tangan, ada juga nendang di bagian kaki," kata Ucha.
Sementara itu, kameraman Global TV, Dino merasa tertekan atas aksi massa 112. Sebab, dirinya dibilang tak sopan atas pengucapan nama Pimpinan Front Pembela Islam (FPI).
"Gue ditanyain dikerubungi, mereka bilang semua TV harus ngomong itu Habib Rizieq, jangan cuma Rizieq doang yang sopan, ngotot ngomongnya," kata Dino.
Atas kejadian itu, para awak media tersebut kini sudah diamankan oleh petugas dan diarahkan masuk dalam Gereja Katedral.
"Gw serahin ke kantor (lapor polisi atau nggak)," kata Desi Bo.
Desi Bo, reporter Metro TV harus mengalami luka di bagian kepala akibat hantaman benda tumpul.
"Mereka (massa) mukul pakai bambu dari atas, samping, lalu kita juga dilempar pakai gelas air mineral. Saya kena di kepala pakai bambu," ujarnya kepada merdeka.com di lokasi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh kameraman Metro TV, Ucha.
"Perut, sama pundak diludahin. Mereka pukul pakai tangan, ada juga nendang di bagian kaki," kata Ucha.
Sementara itu, kameraman Global TV, Dino merasa tertekan atas aksi massa 112. Sebab, dirinya dibilang tak sopan atas pengucapan nama Pimpinan Front Pembela Islam (FPI).
"Gue ditanyain dikerubungi, mereka bilang semua TV harus ngomong itu Habib Rizieq, jangan cuma Rizieq doang yang sopan, ngotot ngomongnya," kata Dino.
Atas kejadian itu, para awak media tersebut kini sudah diamankan oleh petugas dan diarahkan masuk dalam Gereja Katedral.
"Gw serahin ke kantor (lapor polisi atau nggak)," kata Desi Bo.
Belum jelas siapa yang memukul dan meludahi wartawan ini. [rnd]
๐ฅ
Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah dilanda darurat kebebasan beragama dan kepercayaan. Padahal, undang-undang menjamin setiap warga negaranya memiliki agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Peneliti kebebasan Setara Institute, Halili memaparkan hasil penelitiannya. Sepanjang tahun 2016, 208 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama terjadi. Dari 34 provinsi di Indonesia, 24 di antaranya merupakan provinsi yang tak aman untuk menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
"Pelanggaran terbesar terjadi di wilayah Jawa Barat dengan 41 peristiwa, DKI Jakarta 31 peristiwa, serta Jawa Timur 22 peristiwa, dan lain-lain," ujar Halili dalam konferensi pers di Jalan Hang Lekiu II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (29/01/2017).
Belum lagi para pelaku pelanggaran itu adalah negara sendiri. Halili menjelaskan, dari 270 tindakan pelanggara kebebasan beragama, terdapat 140 tindakan pelanggaran yang melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktor.
"Aktor ini yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah pihak dari kepolisian, dengan 37 tindakan pelanggaran," ucap dia.
Sementara, institusi lainnya yang masih perpanjangan tangan Negara turut serta membuat rakyat tak bisa beragama dan berkeyakinan seperti jaminan undang-undang.
Halili menyebut, institusi pendidikan negeri jadi pelaku dengan 11 tindakan, Kementerian Agama dengan sembilan tindakan serta Kejaksaan dengan delapan tindakan.
Termasuk di dalamnya ormas-ormas keagamaan seperti aliansi ormas Islam sebanyak 30 tindakan, MUI 17 tindakan, FPI 16 tindakan dan perusahaan sebanyak empat tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
๐ฎ
Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Jabar telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus dugaan penodaan Pancasila dari penyidik Polda Jawa Barat. Dengan demikian, status perkara yang menjerat pemimpin ormas Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ini telah dinaikkan ke penyidikan.
"Jadi Kejati Jabar itu telah menerima SPDP atas nama tersangka Habib Rizieq, dua hari yang lalu," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kajati) Setia Untung Arimuladi, di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (19/1/2016).
BACA JUGA
Untung melanjutkan, setelah menerima SPDP atas nama tersangka Habib Rizieq Shihab, pihaknya terus mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan penyidik Ditkrimum Polda Jawa Barat.
Untung menambahkan, dengan adanya SPDP ini pihaknya akan menunggu pelimpahan berkas perkara tahap pertama atas kasus tersebut untuk diteliti.
"Jadi nanti kita tunggu berkas perkaranya tahap pertama. Yang pasti Kejati Jabar telah menerima SPDP seperti itu," ucap dia.
Rizieq Shihab dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri lantaran diduga menghina Pancasila. Awalnya laporan tersebut dilakukan di Bareskrim Polri, kemudian dilimpahkan ke Polda Jabar karena tempat kejadian perkara di wilayah Jawa Barat.
๐
indonesia media: Basuki T Purnama alias Ahok menangis terisak-isak dalam sidang sebagai terdakwa kasus dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Banyak pihak justru mencibir tangisan Ahok hanya pura-pura. Namun, pelbagai cibiran itu justru dianggap bisa menimbulkan simpati banyak orang.
Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto melihat, usai sidang tersebut justru membuat banyak pihak tersentuh mendengar nota pembelaan Ahok berisi tentang kehidupannya lekat dengan toleransi beragama. Sehingga dia meyakini akan banyak orang tidak lagi meragukan sosok gubernur DKI Jakarta nonaktif itu.
“Momen sidang itu malah membuat Ahok mendapat simpati yang sesungguhnya. Yang tidak lagi meragukan lagi dia siapa. Semakin dia di-bully, semakin dia mendapat simpati luar biasa dari orang-orang lintas agama juga,” kata Sulistyowati kepada merdeka.com, Rabu (14/12).
Menurut Sulistyowati, sosok Ahok selama ini telah menunjukkan sikap sebagai nasional tulen. Sehingga tidak heran bila Ahok tidak takut dipenjara akibat kasusnya. Namun, lanjut Sulistyowati, Ahok justru takut dicap menghina agama keluarganya sendiri. Apalagi Ahok selama ini dikenal dekat dengan keluarga mantan Panglima M Yusuf yang dikenal bersih.
Sebagai ahli antropologi hukum, Sulistyowati melihat banyak kejanggalan dalam proses kasus Ahok. Mulai dari penyelidikan, pelimpahan kasus hingga persidangan berjalan terlalu cepat. Sehingga dia melihat ada ketidakadilan kepada Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut.
Sehingga, dia melihat seolah ada keraguan dari para penegak hukum untuk menangani kasus penistaan agama diduga dilakukan Ahok ini. Kondisi ini juga dipandang sebagian masyarakat sebagai ketidakadilan hukum bagi Ahok.
“Komunitas masyarakat ini sudah mulai melihat gimana hukum negara itu tidak adil bagi Ahok. Dari proses penyelidikan, penyidikan, gelar perkara divoting, mana ada divoting kan. Dan pasal pidana itu, kalau kau ragu lebih baik melepaskannya,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menuding Ahok mencari simpati dengan menangis dalam menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama. Yandri menilai tangisan Ahok hanyalah air mata buaya.
“Saya kira itu nangisnya air mata buaya. Itu modus. Tujuannya nyari simpati,” kata Yandri di Gedung DPR.
Yandri juga meyakini hakim tak akan terpengaruh dengan tangisan Ahok tersebut. Anggota Komisi II DPR ini menilai hakim tetap akan mengedepankan fakta dalam kasus ini.
“Saya yakin hakim berpatokan dengan fakta yang sudah diungkap polisi kemudian kejaksaan dan kejaksaan sudah sampaikan pasal yang dituduhkan ke Ahok,” tegasnya.
Menanggapi cibiran itu, Ahok justru bersikap santai. “Saya kira orang boleh tuduh macam-macam bebas kan,” kata Ahok di Rumah Pemenangan Lembang.
Dia mengaku sudah lama sekali tidak menangis. Seingatnya, terakhir kali menitikkan air mata saat ayahanda meninggal sekitar 19 tahun lalu. “Enggak pernah keluar air mata, pas ayah meninggal saja kita baru keluar air mata,” terangnya.(Mdk / IM )
๐
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia melihat peristiwa tangisan Ahok dalam dua situasi. Situasi pertama, bila tangisan itu buatan dan dilakukan dengan penuh kepura-puraan.
Doli menilai Ahok melanjutkan kebiasaan membohongnya seperti yang sering dilakukannya selama ini.
"Atau 'tangisan bombay' itu menunjukkan bahwa Ahok memang memiliki mental 'inlander', di mana ke bawah menginjak, ke atas menjilat," kata Doli melalui pesan singkat, Rabu (14/12/2016).
Doli menegaskan publik masih mengingat saat Ahok bersikap dan berperilaku kasar dan semena-mena terhadap rakyat biasa.
Tetapi prilaku kasar itu, sontak berubah ketika berhadapan dengan hakim. Doli menuturkan Ahok menjadi tunduk, merendah, bahkan merengek-rengek.
"Jadi ini situasi 'pencitraan' yang ingin membangun kesan seakan Ahok dizolimi," kata Doli.
Situasi kedua, kata Doli bila tangisan itu benar serius, mungkin Ahok memiliki penyimpangan kejiwaan.
Menurutnya, hal itu sungguh mengerikan ketika publik bisa melihat di dalam satu orang memiliki karakter yang kontras.
"Ahok yang kita kenal selama ini bengis, kejam, kasar, bergaya preman, dengan penuh makian, tiba-tiba bisa beruraian air mata dan cengeng," kata Doli.
Doli menilai Ahok tidak pantas memimpin karena memiliki mental yang tidak stabil. Apalagi, kata Doli, bila mendengar isi tanggapannya di persidangan masih juga ada kebohongan, berilusi, mengundang konflik, dan bahkan masih juga menista Al Quran.
"Saya kira hakim harus benar-benar catat itu," ujar Doli.
Sebelumnya, Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meneteskan air mata saat membacakan nota keberatan atas dakwaan penistaan agama Jaksa Penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).
Ahok tak kuasa menahan kesedihan kala menceritakan bagaimana dirinya dibesarkan oleh keluarga muslim asal Bugis, (alm) Andi Baso Amier dan (almh) Masaribu Aba bin Aca.
Ahok yang mengenakan batik kuning motif hitam mulanya menceritakan latar belakang dirinya mengutip Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, ucapan yang membuatnya kini duduk di kursi terdakwa kasus penistaan agama.
Ia menegaskan, tak ada niat sedikit dirinya untuk menistakan kitab suci umat muslim, Al Quran, apalagi agama Islam. Ucapan itu terlontar karena dirinya kerap mendapat 'serangan' dari oknum politikus yang menggunakan Surat Al Maidah ayat 51 karena tidak ingin bersaing secara sehat dalam pilkada.
Ahok pun sadar, bahwa ada tutur bahasa darinya yang tidak sesuai saat itu.
"Ada ungkapan, bahwa hanya Allah atau Tuhan yang tahu, apa maksud ucapan seseorang," ucap Ahok.
๐ญ
JAKARTA, KOMPAS.com
Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom mengatakan, saat terjadi aksi pembubaran, kepolisian justru cenderung melakukan pembiaran dan tidak melakukan aksi pencegahan.
Padahal, kegiatan KKR tersebut telah memiliki izin resmi dari kepolisian.
"Kami melihatnya sebagai pelanggaran serius oleh negara. Polisi dinilai melakukan pembiaran dan inskonstitusional dengan memberikan ruang bagi sekelompok massa untuk memberikan tekanan," ujar Gomar saat dihubungi, Jumat (9/12/2016).
Gomar menuturkan, pasca-pembubaran, PGI mendapat informasi dari panitia KKR bahwa saat massa dari Pembela Ahlus Sunnah (PAS) datang ke Sabuga, polisi justru memberikan ruang negosiasi dengan pihak panitia.
Dia menilai, proses negosiasi tersebut menjadi ruang bagi massa PAS untuk memberikan tekanan kepada umat yang sedang beribadah.
Seharusnya, kata Gomar, polisi mencegah aksi massa tersebut dan melindungi umat yang beribadah karena mereka telah mengantongi izin resmi.
"Saat massa datang harusnya tugas polisi melindungi masyarakat yang sudah punya izin. Yang dilakukan polisi malah mempertemukan massa dengan panitia. Dengan kondisi seperti itu kan panitia secara psikologis merasa tertekan dan terancam," kata dia.
Gomar berharap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan perhatian serius terhadap peristiwa tersebut.
Dia meminta kepolisian tidak tunduk pada tuntutan dan pemaksaan kehendak melalui pengerahan massa.
Menurut Gomar, jika hal tersebut terus terjadi, akan menjadi ancaman serius bagi upaya menjaga kemajemukan bangsa Indonesia.
"Saya berharap polisi mengedepankan konstitusi ketimbang konstituen. Kapolri harus ambil tindakan terhadap pimpinan di lapangan saat itu," kata Gomar.
๐
RMOL. Pembubaran paksa ibadah menyambut Natal di gedung Sabuga ITB, Kota Bandung, oleh sekelompok orang pada Selasa lalu adalah tindakan yang melukai kerukunan umat beragama di Indonesia.
Demikian ditegaskan anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut politikus Partai Gerindra itu, tidak sedikit pihak yang ingin memanfaatkan suasana Natal untuk membuat kericuhan. Apalagi, diketahui bahwa perayaan Natal sudah berkali-kali digelar di Gedung Sabuga.
"Kenapa harus dilarang? Itu menciderai kerukunan umat beragama di Indonesia. Walaupun ada aturan (perizinan) yang tidak dipenuhi, kan kita bisa toleransi sedikit," ucapnya.
Dasco menolak dalih Ormas yang menuduh perayaan Natal di Sabuga melanggar peraturan tentang tata ruang.
"Katakanlah perayaan Lebaran, kemudian salat di sana sini dianggap melanggar? Jangan begitulah, toleransi. Natal ini kan setahun sekali," ucapnya.
Dia juga bertanya-tanya mengapa kepolisian menuruti kemauan Ormas yang melarang perayaan Natal itu.
"Nanti kita tanya kepolisian. Mungkin agak lebih berhati-hati karena masalah agama," pungkasnya. [ald]
Menurut politikus Partai Gerindra itu, tidak sedikit pihak yang ingin memanfaatkan suasana Natal untuk membuat kericuhan. Apalagi, diketahui bahwa perayaan Natal sudah berkali-kali digelar di Gedung Sabuga.
"Kenapa harus dilarang? Itu menciderai kerukunan umat beragama di Indonesia. Walaupun ada aturan (perizinan) yang tidak dipenuhi, kan kita bisa toleransi sedikit," ucapnya.
Dasco menolak dalih Ormas yang menuduh perayaan Natal di Sabuga melanggar peraturan tentang tata ruang.
"Katakanlah perayaan Lebaran, kemudian salat di sana sini dianggap melanggar? Jangan begitulah, toleransi. Natal ini kan setahun sekali," ucapnya.
Dia juga bertanya-tanya mengapa kepolisian menuruti kemauan Ormas yang melarang perayaan Natal itu.
"Nanti kita tanya kepolisian. Mungkin agak lebih berhati-hati karena masalah agama," pungkasnya. [ald]
๐
Jakarta - Acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang digelar di Gedung Sabuga, Jl. Tamansari Kota Bandung, dengan menghadirkan Pendeta Stephen Tong terpaksa berakhir dini, Selasa (6/12) malam waktu setempat karena diinterupsi oleh massa.
Kelompok yang menamakan dirinya Pembela Ahlus Sunnah (PAS) itu memaksa panitia mengakhiri acara dengan alasan kegiatan kebaktian harus digelar di gereja, bukan gedung umum.
Lewat akun Instagram, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mencoba menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi soal itu, dan menulis: "Kegiatan dilanjut saja. Hak beragama Anda dilindungi negara."
Namun kemudian, setelah acara KKR itu akhirnya dibubarkan sebelum waktunya, Ridwan meminta maaf.
"Saya minta maaf, secara fisik saya tidak bisa di semua lokasi peristiwa."
Berikut kronologi kejadian dari kepolisian yang diterima redaksi:
Pukul 15.32 WIB Pdt. Dr. Stephen Tong berkoordinasi dengan pejabat Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Bandung bernama Iwan dan petugas Polrestabes Bandung Ipda Edy dan Ipda Kasmari tentang aspirasi massa PAS agar Gedung Sabuga tidak dipakai dalam acara kebaktian.
Stephen meminta waktu selama 45 menit untuk membahasnya dengan para jemaat yang sudah terlanjur masuk gedung.
Pukul 16.32 WIB, Iwan (Kesbangpol Bandung) memberikan penjelasan kepada perwakilan PAS atas permintaan Stephen Tong tersebut.
Pukul 17.00 WIB massa PAS yang berkumpul di jalan masuk menuju gedung Sabuga menyampaikan akan memberikan waktu sampai pukul 18.00 agar panitia KKR meninggalkan gedung sabuga.
Pukul 17.30 WIB perwakilan PAS dipimpin oleh orang bernama Roin memasuki gedung sabuga untuk menghentikan kegiatan latihan paduan suara panitia kebaktian dan jemaat KKR.
Seluruh jemaat dan panitia KKR diminta keluar gedung karena akan diadakan mediasi.
Pukul 17.45 WIB, perwakilan PAS melakukan rehat untuk salat maghrib.
Pukul 19.00 WIB bertempat di ruang bengkel pameran gedung Sabuga, dilakukan audiensi antara dua wakil PAS yakni Roin dan Dani dengan Stephen, dengan mediator Kapolrestabes Bandung dan stafnya.
Hasil dari mediasi tersebut pada intinya adalah PAS memberikan waktu 10 menit kepada Stephen untuk memberikan penjelasan kepada seluruh jemaat yang sudah hadir, bahwa pelaksanaan KKR tak bisa dilanjutkan karena "adanya kesalahan prosedur dalam proses kelengkapan pemberitahuan kegiatan" oleh panitia KKR.
Pukul 20.00 WIB, wakil PAS kembali ke massanya untuk menyampaikan hasil mediasi.
Pukl 20.05 WIB Stephen memberikan penjelasan kepada seluruh jemaat bahwa adanya penolakan dari PAS terhadap KKR karena adanya kesalahan prosedur.
Pukul 20.19 WIB para jemaat KKR menyanyikan lagu Malam Kudus dan menutup acara dengan doa.
Pukul 20.21 WIB, jemaat KKR meninggalkan gedung Sabuga dengan tertib dan kemudian massa PAS ikut meninggalkan gedung Sabuga.
Dalam aksinya, massa PAS membawa spanduk bertuliskan "Masyarakat Muslim Jabar meminta kegiatan KKR pindah ke tempat yang telah disediakan (gereja) bukan di tempat umum" namun dalam mediasi perwakilan mereka berargumen bahwa yang menjadi masalah adalah soal perizinan.
Sementara itu seorang sumber dalam kepanitiaan KKR mengatakan ke Beritasatu.com bahwa sepanjang pengetahuannya, semua masalah perizinan sudah dilengkapi termasuk pemberitahuan kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
"Tapi yang penting situasinya tidak makin panas dan bisa diselesaikan dalam suasana baik tadi malam," ujar sumber tersebut, yang tidak bersedia disebutkan namanya karena baru akan dibuat pernyataan resmi Rabu (7/12) siang ini.
Penggunaan fasilitas umum untuk tempat ibadah secara hukum diperbolehkan apabila mendapat izin dari pihak yang berwenang, setidaknya berkaca pada peristiwa 2 Desember ketika ratusan ribu umat Muslim melakukan salat Jumat secara massal di Lapangan Monas dan sepanjang Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.
๐
TEMPO.CO, Jakarta - Rohaniwan Katolik, Benny Susetyo, mengatakan dampak rencana demonstrasi 2 Desember 2016 bisa menjalar menjadi ketakutan yang dirasakan golongan minoritas tertentu, baik dari agama maupun etnis. “Banyak mereka yang pergi ke luar negeri untuk mencari keamanan,” kata Benny Susetyo di Jakarta, Senin, 28 November 2016.Benny mengaku mendapat informasi bahwa sebagian umat non-Islam, khususnya di Jakarta, telah berencana pergi ke luar negeri. Bahkan mereka meninggalkan Tanah Air hingga perayaan Natal 2016. Ia mengatakan motif mereka pergi ke luar negeri karena khawatir akan adanya gangguan keamanan di dalam negeri.
Meski Benny belum memiliki data yang riil perihal jumlah golongan minoritas yang akan pergi ke luar negeri, ia memastikan sudah ada beberapa warga Ibu Kota yang meninggalkan Indonesia. Ia mengaku mendapatkan informasi tersebut dari media sosial dalam bentuk ungkapan kekhawatiran terhadap kondisi di Indonesia menjelang perayaan Natal 2016.
Benny mengatakan situasi di bawah saat ini sudah menjurus pada konflik etnis. Ia mencontohkan ancaman bom dan teror lainnya yang ia anggap sebagai dampak. Ia menilai golongan minoritas merasa trauma apabila konflik etnis pada masa lalu kembali terulang. “Jangan sampai masuk ke persoalan teknis karena akan runyam dan berdampak pada ekonomi,” ujarnya.
Benny telah mengimbau agar kelompok-kelompok minoritas tertentu tidak perlu bepergian ke luar negeri lantaran khawatir atas potensi gangguan keamanan di Ibu Kota. Sebab, menurut Benny, negara sudah menjamin keamanan bagi mereka. Ia pun mengimbau agar pemerintah serius menangani kecenderungan kondisi politik yang bergejolak saat ini.
Pegiat hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis, menilai penegakan hukum adalah prioritas yang diberikan oleh undang-undang. Menurut dia, apabila masyarakat percaya bahwa Indonesia adalah negara hukum, demonstrasi pada 2 Desember 2016 tak perlu terjadi. Ia justru melihat ada gelombang untuk melemahkan negara hukum dan seolah-olah ketentuan hukum positif tidak diakui lagi.
Rencana demo Aksi Bela Islam Jilid III menuntut tersangka dugaan penistaan agama, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, untuk ditahan. Menurut Todung, masyarakat harus menghormati hukum yang tengah berlangsung terhadap Basuki alias Ahok. “Tidak ada gunanya mendikte. Menekan dengan dalih apa pun, tidak akan tercapai keadilan itu,” tuturnya.
Todung menambahkan, apabila terjadi demonstrasi pada 2 Desember 2016 dan sampai menimbulkan kerusuhan, Indonesia dihadapkan pada kondisi kritis. Ia menilai kerja keras pendiri bangsa akan mengalami kemunduran yang luar biasa. Dampaknya bisa mengarah pada pelemahan ekonomi. “Akan mengalami kembali masa-masa sulit sebagai bangsa," ucap Todung.
DANANG FIRMANTO
๐ฅ
Liputan6.com, Jakarta - Survei Indikator menyebutkan 52 persen warga muslim DKI belum dapat menerima dipimpin oleh non-muslim, meskipun 69 persen mengaku puas atas kinerja calon Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin menganggap survei berdasakan keyakinan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tidak relevan di wilayah DKI Jakarta.
BACA JUGA
Hasil survei Indikator yang menggunakan komposisi sampel 798 tersebut menyebutkan ada 52 persen warga muslim DKI belum terima dipimpin non-muslim, meskipun 69 persen mengaku mengaku puas atas kinerja petahana Basuki Tjahaja Purnama.
Dia mengingatkan, dalam pandangan Islam pemimpin tidak selalu harus melihat latar belakang agamanya. Sebab paling penting adalah bagaimana seorang kepala daerah dapat memberikan yang terbaik demi kesejahteraan seluruh warga ibukota.
"Pandangan kepemimpinan dipilih yang terbaik dari yang ada. Yang adil mengutamakan kepentingan rakyat, bukan golongan atau kelompok. Dan tindakan pemimpin atas rakyat harus mengacu pada kemaslahatan rakyat. Yang penting masyarakat makmur, jangan politik jabatan semata," ucap Ishomuddin.
Tanpa bermaksud mengarahkan ke salah satu pasangan calon, Ishomuddin menilai masyarakat Jakarta sudah cukup cerdas dan tidak akan terpengaruh dengan berbagai isu negatif, khususnya isu berbau SARA.
"Survei itukan hal yang bisa diotak-atik zaman sekarang. Tapi soal pilihan, itu warga Jakarta-lah yang tentukan," ucap dia.
Dia pun menjelaskan ada dua faktor yang harus dipertimbangkan oleh tiga pasangan calon dalam Pilkada DKI yang harus diperhatikan dalam meraih dukungan dan simpati dari warga.
"Jadi ada dua faktor, faktor pencitraan yang baik itu mempengaruhi faktor kedua, faktor keterpilihan politisi siapapun setiap calon. Ingin namanya baik citra baik apakah berpengaruh pada faktor kedua keterpilihan, mungkin terpengaruh mungkin tidak," terang dia.
Ishomuddin mengharapkan, ketiga pasangan calon bersaing dengan sehat dalam pesta demokrasi terutama mengedepankan program. Sehingga Pemprov DKI Jakarta bisa dipimpin oleh pasangan terbaik.
"Paling penting setiap orang harus bersaing dengan baik. jadi adu mutu pada visi misi, program dan solusi tidak mengandalkan survei. Dengan adu mutu mencerdaskan pemilih," Ishomuddin menandaskan.
๐
Bandung - Penyidik Polda Jabar telah terima pelimpahan kasus yang menjerat ketua umum juga Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dari Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penodaan lambang Pancasila.
Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Yusri Yunus dalam keterangannya menuturkan, penyerahan pelimpahan berkas perkara sudah diterima Polda Jabar. “Kemarin baru diserahkan dari Bareskrim ke Polda Jabar," kata Yusri, Rabu (23/11).
Kata dia, penyerahan dilakukan karena obyek yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri itu berada di wilayah hukum Polda Jabar. Dengan diserahkannya berkas tersebut, penyidik selanjutnya meneliti dan mempelajari laporan.
“Kita dalami dulu berkas laporannya. Secepatnya bisa dapat diselesaikan,” katanya.
Yusri menambahkan, pelimpahan ini merupakan awal laporan. Nantinya penyidik polda akan memperlajari laporan tersebut. “Ini baru tahap laporan, nanti penyidik akan meneliti apakah laporan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Jika ditemukan minimal dua unsur bukti, maka akan dilakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor,” tambah Yusri.
Sebelumnya, Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme, Sukmawati Sukarnoputi menganggap Rizieq melakukan penodaan terhadap lambang dan dasar negara Pancasila, serta menghina kehormatan martabat Dr Ir Sukarno sebagai Proklamator kemerdekaan Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Laporannya sendiri dilayangkan pada Kamis 27 Oktober 2016. Laporan resmi bernomor LP/1077/X/2016/Bareskrim. Adapun pasal yang dituduhkan adalah pasal 154a KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Kabareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto dalam keterangannya di Jakarta mengatakan, laporan dengan terlapor Rizieq Shihab masih bisa ditangani oleh kepolisian daerah.
"Sesuai dengan kejadian tempat kejadian berada di wilayah Jawa Barat dan Kita anggap polda-polda lain juga bisa dan mampu," kata Ari.
Vento Saudale/YUD
BeritaSatu.com
๐ข
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, sempat dikira hendak kampanye di sebuah musala di kawasan RT 06 RW 06, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, oleh seorang anggota Panwaslu yang mengawasi kampanye Djarot.
Setelah kampanye, Djarot kembali mengungkit kejadian itu. Djarot mempertanyakan reaksi anggota Panwaslu itu yang berbeda ketika ia mendapat penolakan dari massa yang bukan warga sekitar.
"Saya bilang, aku juga pernahkan ditolak di sini di Kalibaru, kenapa enggak pernah diproses? Saksinya banyak, buktinya ada, orangnya (yang menolak) kelihatan, iya enggak," kata Djarot, di lokasi, Sabtu (19/11/2016).
Apalagi, kata Djarot, pada kejadian di Kalibaru, saat penolaknya dihampiri, ternyata mereka bukan warga setempat.
"Saya ajak ngomong, bukan warga situ, dia warga RW 7, (sedangkan) kami ketemu (warga) RW 1, iya enggak," ujar Djarot.
Untuk itu, ia berharap Panwaslu juga proaktif untuk kejadian-kejadian penolakan terhadapnya juga.
"Maksud saya itu, proaktif. Kalau enggak proaktif, bagaimana," ujar Djarot.
"Makanya, lucu banget masa saya masuk musala enggak boleh. Lah, kalau saya shalat bagaimana. Nah boleh toh, kalau misalnya aku bantu situ boleh enggak, ketika saya aktif (perbaiki musala)," ujar Djarot.
"Kami akan meninggikan (musala) itu dan untuk mengeruk itu nanti ini ketika saya aktif akan saya tindak lanjutin, boleh enggak gitu? Ya boleh, makanya lucu banget gitu," ujar Djarot.
Djarot juga menyatakan dirinya tidak kampanye atau menawarkan visi misi di dalam musala.
"Makanya, kalau saya dateng ke situ ada emblem-emblem nomor dua, (atau) saya menyampaikan visi misi di situ, ya enggak boleh," ujar Djarot
YOGYA (KRjogja.com) - PP Muhammadiyah Rabu (16/11/2016) siang menyampaikan sikap atas penetapan tersangka Basuki Tjahaya Purnama atau akrab di sapa Ahok atas dugaan penistaan agama. PP Muhammadiyah mengapresiasi langkah kepolisian yang akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka dan mendapatkan pencekalan ke luar negeri sembari menanti proses hukum lanjutan.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam temu pers di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (16/11/2016) menyampaikan langsung pernyataan sikap terkait keputusan penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh Polri siang tadi. "Kami menyambut baik keputusan Polri dan menyampaikan pernyataan sikap PP Muhammadiyah menanggapi keputusan tersebut," terangnya.
Berikut 7 poin sikap Muhammadiyah terkait penetapan tersangka Ahok atas kasus dugaan penistaan agama:
1. Muhammadiyah percaya sepenuhnya bahwa penetapan tersangka saudara Basuki Tjahaya Purnama sebaga tersangka berdasarkan prinsip hukum yang adil dan objektif, yang telah diikhtiarkan dan dijalankan seoptimal mungkin oleh Kepolisian Republik Indonesia. Hal itu merupakan bukti tegaknya hukum dengan baik serta terjaminnta eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.
2. Mengapresiasi komitmen presiden RI dalam mendukung sepenuhnya penegakan hukum atas kasus penistaan agama tersebut, serta dalam melakukan berbagai komunikasi dengan berbagai komponen bangsa sehingga tercipta stabilitas nasional dan terwadahinya aspirasi umat Islam yang keyakinan agamanya ternodai.
3. Memberi penghargaan tinggi pada Kapolri dan jajaran kepolisian yang telah menjalankan proses hukum dengan tegas, cepat, transparan dan berkeadilan. Diharapkan prosea hukum yang positif tersebut pada tahap selanjutnya tetap berjalan objektif dan seadil-adilnya.
4. Kepada seluruh warga negara Republik Indonesia hendaknya belajar dari kasus ini, bahwa agama adalah ajaran suci yang mutlak diyakini oleh pemeluknya serta harus dijunjung tinggi keberadaannya sebagaimana dijamin konstitusi. Karenannya siapapun harus menghormati setiap keyakinan beragama termasuk oleh pemeluk yang berbeda agama, dengan sikap luhur dan toleran. Bersamaan dengan itu hendaknya dijauhi segala ujaran dan tindakan yang dapat merendahkan, menodai, menghina, menista keyakinan luhur agama apapun yang hidup dan diakui sah hidup di negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan penduduknya dikenal religius.
5. Kepada umat Islam dan semua pihak dihimbau agar lapang hati menerima proses hukum tersebut, serta mengawal dengan seksama agar hukum tetap tegak pada proses selanjutnya di pengadilan.
6. Menyerukan kepada semua pihak elemen bangsa untuk bersama-sama menjaga keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memelihara kebhinekaan, ketertiban, kedamaian, kebersamaan, toleransi dan suasana uang kondusif.
7. Mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mencurahkan energi dan perhatian optimal dalam melakukan kerja-kerja cerdas dan produktif untuk menjadi bangsa yang berkemajuan. (Fxh)
๐ญ๐ญ
JAKARTA, KOMPAS.com -
Ketika calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berkampanye di Jalan Centex, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (15/11/2016), dua kelompok warga saling berhadapan dan melakukan provokasi.
Sekelompok orang dengan berbagai atribut penolakan terhadap Ahok berkumpul di lapangan bagian Gang Sopan. Sementara Ahok dan rombongannya masuk ke lapangan dari Gang Mandiri. Jarak antara kedua belah pihak sekitar 200 meter.
Begitu mengetahui Ahok dan rombongan sudah tiba, orang-orang yang menolak Ahok itu berlari ke arah lokasi kampanye.
Namun, mereka diadang anggota kepolisian dan relawan berbaju kotak-kotak serta beratribut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
"Ini kampung kami juga. Itu tuh provokator," kata seorang dari kelompok penolak Ahok menunjuk ke salah seorang relawan Ahok. Mereka meminta Ahok agar cepat menyelesaikan kampanyenya di situ. Polisi mencoba menenangkan orang-orang yang menolak Ahok itu.
Namun, seorang relawan Ahok yang berkemeja kotak-kotak mengajak relawan lainnya untuk melawan mereka. Para relawan merasa punya hak yang sama untuk membela calon yang mereka dukung.
"Woi... maju semuanya yang pakai baju partai. Jangan takut," kata seorang relawan. Relawan juga menyanyikan yel-yel untuk menghalau orang-orang itu.
"Siapa kita... Siapa kita.. PAC Jakarta Timur," begitu yel-yel para relawan. Ketegangan antar dua pihak itu terus berlanjut hingga Ahok naik ke dalam mobil selesai melakukan kampanye.
Sekelompok orang yang menolak Ahok itu, yang awalnya berada di lapangan, terlihat mengadang di luar gang. Namun, anggota kepolisian menghalau mereka.
Ahok pun meninggalkan lokasi dengan lancar. Setelah Ahok pulang, orang-orang itu masih berkomunikasi dengan polisi. Mereka tidak terima Ahok datang ke lingkungan tempat tinggal mereka.
Sementara relawan Ahok yang berjarak sekitar 100 meter dari para penolak Ahok bersama-sama menyanyikan lagu GarudaPancasila. Nyanyian itu membuat orang-orang yang tolak Ahok tersebut kesal.
"Tuh Pak suruh diem," teriak mereka kepada polisi.
Beberapa anggota kepolisian kemudian menenangkan kedua belah pihak.
"Tenang.... Tenang.... Bapak, Ibu diam juga dong," kata seorang anggota kepolisian. Sekitar pukul 16.30, polisi dapat membubarkan kedua kelompok orang terserbut dari lokasi itu.
๐
Arah - Pasar Tanah Abang mendadak sepi, Jumat (4/11). Salah satu petugas mengatakan bahwa gedung Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat hanya beroperasi setengah hari.
Saat tim arah.com berkeliling ke dalam gedung Blok A, ada sebuah poster berkelir merah lekat menempel di salah satu dinding toko.
Poster itu bertulisakn penolakan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Baca juga:
Salah satu pedagang di sekitar toko mengaku tidak mengetahui sejak kapan poster itu ditempel.
"Nggak tahu banyak apa nggak. Saya belum muter. Nggak tahu kalo di atas ada apa nggak. Itu aja saya baru lihat," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pasar Tanah Abang tutup lebih cepat dari biasanya. Hal itu dikarenakan adanya demo besar yang dilakukan sejumlah Ormas Islam di sekitaran Monas. (Indra Komara)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menuturkan fenomena penolakan kampanye pasangan calon (paslon) oleh masyarakat merupakan hal yang baru.
Sebab, paslon yang berkampanye ke beberapa daerah selama ini selalu mendapat sambutan dari warga. "Ditolak untuk datang ke wilayah kampanye memang baru. Sejauh yang saya tau, baru," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/11).
Masykurudin menilai munculnya fenomena penolakan masyarakat terhadap paslon yang datang berkunjung, itu erat kaitannya dengan persoalan politik, hukum, dan agama. "Penolakan itu dilakukan karena berkelindannya persoalan antara hukum, politik dan agama," katanya.
Urusan pilkada, lanjut Masykurudin, tentu sebenarnya hanya terkait politik atau aspek kepemiluan. Jika situasi itu yang terjadi, masyarakat akan menerima perbedaan pilihan. Namun, lanjut dia, itu berbeda dengan konteks Jakarta di mana ada persoalan politik. Pada saat yang sama, juga terjadi perisitiwa yang berkaitan dengan hukum dan agama.
"Berkelindannya tiga persoalan itulah yang pada akhirnya memunculkan penolakan," ucapnya.
Masykurudin menjelaskan, biasanya masyarakat selalu senang dengan kedatangan paslon yang berkampanye di daerahnya. Walaupun, paslon tersebut bukanlah kandidat yang dijagokan.
"Paling enggak, kalau pemilih itu sudah punya pilihan ya tindakan yang paling tinggi ya diam, ya intinya tidak mengganggu," katanya lagi.
Namun, lanjut Masykurudin, jika ada pihak yang menghalangi paslon untuk menyampaikan visi-misi atau menghalangi masyarakat untuk mendapat informasi terkait paslon, maka itu tidak diperkenankan.
"Jadi dalam konteks menghalangi, memang enggak boleh," ujarnya.
JAKARTA, KOMPAS.com
- Tudingan provokator yang ditujukan pada kamerawan Kompas TV Muhammad Guntur yang beredar di media sosial adalah hoax. Tudingan itu beredar pasca-aksi damai 4 November yang diwarnai kericuhan di depan Istana Merdeka, Jalan Merdeka Utara, sekitar pukul 19.00.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin dalam pesan Whatsapp yang diterima Kompas.com, Minggu (6/11/2016), mengatakan, ia mengenal Guntur.
"Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator," kata Din.
Pesan Din mengklarifikasi tudingan terhadap Guntur tersebar berantai. Dihubung Kompas.com Din mengakui pesan itu memang ia tulis untuk meluruskan informasi yang tidak benar.
Berikut pesan lengkap Din Syamsuddin.
Ikhwany al-A'izza',
Wartawan dlm gambar di atas adalah Mas Muhammad Guntur, kamerawan Kompas TV, yg saya kenal. Dia meliput di lapangan Aksi Damai 4 November 2016 dan bukan provokator.
Utk diketahui, Kompas TV adalah satu dari dua TV Berita Nasional yg menyiarkan secara langsung Aksi Damai secara objektif dan proporsional.
Kebetulan pada sesi pra shalat Jum'at saya bersama Prof. Azra (Azyumardi Azra-red) menjadi narasumber di studio, dan pada sesi pasca shalat Jum'at Dr. Abdul Mukti, Sekum PP Muhammadiyah, dan Dr. Gun Gun Heryanto, dosen fakultas dakwah UIN Jakarta, yg jadi narasumber.
Mohon maklum dan tdk disebarluaskan Kompas TV sbg anti Aksi Damai. Silakan lihat rekaman siarannya sepanjang hari Jum'at.
Saya bahkan menyampaikan terima kasih atas peliputan Kompas TV yg simpatik.
Syukran.
Salam, Din Syamsuddin.
Salam, Din Syamsuddin.
Tudingan provokator
Tudingan provokator diunggah akun Azzam Mujahid Izzulhaq di Facebook pada Sabtu, (5/11/2016). Ia menulis pada statusnya,
"Provaktor kericuhan ini, sebelumnya ditangkap aparat kepolisian setelah melakukan aksi provokasi dengan melempar botol minuman dari arah demonstran ke arah petugas keamanan. Ia mengaku wartawan salah satu media (Kompas).
Tetiba, sosok wajah dan tubuhnya hadir di Kompas TV dan telah berubah status menjadi korban kericuhan."
Hingga berita ini dibuat, informasi tidak benar tersebut telah di-share lebih dari 7.000 kali.
-
Dirampas dan dipukul
Yang terjadi sesungguhnya, Guntur tengah menjalankan tugas jurnalistiknya mengambil gambar saat kericuhan terjadi. Sebagai jurnalis, tugas Guntur melakukan reportase dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Seperti ditayangkan di Kompas TV, Guntur bercerita, saat itu ia tengah meliput aksi di jalan veteran, antara Istana Merdeka dan Gedung Mahkamah Agung. Posisinya berada di tengah, antara barikade polisi dan massa demonstran.
Tiba-tiba, kata Guntur, ada lemparan botol air mineral dari arah massa ke arah polisi yang disusul dengan aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan polisi.
Saat Guntur tengah mengambil gambar, salah seorang pengunjuk rasa menghardiknya, "Ngapain lu ngambil gambar." Guntur ditarik oleh sekelompok pengunjuk rasa itu ke tengah kerumunan mereka.
Kartu identitas wartawan yang dikenakan Guntur dirampas. Mereka juga merampas memory card dan kabel.
Dua orang dari kerumunan massa lantas membawanya menjauh dari para pengunjuk rasa yang marah. Sambil jalan, sejumlah orang memukul kepala guntur.
Sudah dipukul, Guntur difitnah sebagai provokator di media sosial. Perbuatan sejumlah orang yang menghalangi kerja jurnalistik Guntur adalah tindak pidana, pelanggaran terhadap Undang-undang Pers.
Jakarta SMH: This city's embattled governor was interrogated by police over alleged blasphemy on Monday, amid fears that opponents of the government are deliberately fomenting unrest to destabilise Indonesian President Joko Widodo.
Up to 200,000 Muslims took to the streets on Friday demanding that Basuki Tjahaja Purnama, widely known as Ahok, be jailed for allegedly insulting Islam.
Jakarta protest: thousands demand governor's arrest
Indonesia correspondent reports Jewel Topsfield outside the largest mosque in South-East Asia on Friday evening, where thousands of muslims are demanding the arrest of Jakarta's Chinese Christian governor.
The rally was largely peaceful but erupted into violence on Friday night. One man died, a police officer lost his eye and 300 people were injured.
Many at the protest accused the president of protecting Ahok, a political ally who is Christian and from the country's Chinese minority.
Indonesian rock musician Ahmad Dhani told the crowd: "I am very sad and crying for having a president who does not respect the habibs (men who claim descent from the family of the Prophet Muhammad) and ulema (Islamic scholars). I want to say dog! I want to say pig!"
A poster has been circulating on Whatsapp messaging groups spruiking a so-called "defending Islam demonstration" on November 25, calling for President Jokowi to be brought down if Ahok remains a free man.
The president was sufficiently spooked by the volatility in the nation's sprawling capital to postpone his state visit to Australia, blaming unnamed "political actors" who he said hijacked the otherwise peaceful rally "to take advantage of the situation".
"[President Jokowi] would undoubtedly be feeling under pressure because he has a lot invested in Ahok," said Greg Fealy from the School of International, Political and Strategic Studies at the Australian National University.
"If Ahok is charged [with blasphemy] it makes it extremely difficult for him to win the gubernatorial election."
The position of governor is often a springboard for higher office, as demonstrated by the ascent of President Jokowi, himself a former Jakarta governor.
"Jokowi would be anxious about candidates emerging to challenge him in 2019," Dr Fealy added.
Former education minister Anies Baswedan and Agus Harimurti, the son of former president Susilo Bambang Yudhoyono, are both standing in the February 15 gubernatorial elections.
"Ahok is the intermediate target, not the real one," said Muradi, a lecturer in political science at Padjadjaran University. "The president is the real target, maybe not to topple him but to downgrade his performance."
President Jokowi's ruling coalition accounts for more than 70 per cent of MPs and he is enjoying popularity levels not seen since Suharto.
"There are at least four elements mixed together: the involvement of the political elite, the huge amount of money behind the rally, groups who always oppose the government and the radicals," Mr Muradi said.
Dr Yudhoyono, whose relationship with President Jokowi is understood to be hostile, held a press conference last week to vehemently deny he had orchestrated the rally.
Ahok was accused of defaming the Koran after he appeared to suggest in an edited video transcript that voters were being deceived by a verse in the Koran.
Some Islamic groups had urged voters not to re-elect Ahok on the basis of verse 51 from the fifth sura or chapter of the Koran, al-Ma'ida, which some interpret as prohibiting Muslims from living under the leadership of a non-Muslim.
Ahok apologised for the offence caused by his comments and insisted he was not criticising the Koranic verse but those who used it to attack him.
The man who instigated the outrage when he transcribed Ahok's comments, PhD student Buni Yani, has admitted to making a mistake, claiming he misheard what Ahok said in the video.
In a carefully worded statement, Police Chief Tito Karnavian said seven expert witnesses, including linguists, would be quizzed on whether Ahok's words constituted blasphemy.
He also took the unusual step of inviting the media to cover the hearing to determine if there was sufficient grounds to name Ahok a suspect, saying the president had stressed the need for transparency.
"I think Jokowi made the right call not intervening in any way," said Evan Laksmana from Indonesia's Centre for Strategic and International Studies. "A lot of this is obviously opening salvos for the 2019 election."
However Mr Laksmana believed attempts to paint Ahok and President Jokowi in the same light and weaken the appeal of the popular president were unlikely to stick, given the election was still three years away.
with Karuni Rompies
Beritateratas.com - Aktivis Rumah Gerakan 98 mengecam tindakan sejumlah elite politik DPR RI yang menunggangi aksi demo 4 November 2016. Elite politik tersebut tidak mengedukasi massa agar mempercayakan penangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersebut dalam ranah hukum.
''Elite politik DPR RI terbukti menunggangi demo 4 November. Mereka justru mengobarkan semangat aksi mendesak perubahan pemerintahan hingga aksi berubah menjadi anarkis,'' ujar Juru bicara Rumah Gerakan 98, Bernard Haloho kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Elite DPR RI, kata Bernard, telah membungkus kepentingan politik terselubung atas nama dugaan penistaan agama. ''Aksi ini sebenarnya menjadikan Ahok sasaran utama. Ujung-ujungnya aksi ingin menjatuhkan Presiden Joko Widodo,'' tegasnya.
Karenanya, aktivis 98 melihat ada potensi bahaya jika transisi demokrasi yang sudah menemukan jalannya lalu dirusak lagi oleh kepentingan kekuasaan sejumlah elite. Untuk itu kepolisian diminta untuk mengambil tindakan secepat demi menyelamatkan keutuhan NKRI yang merupakan konsensus bangsa yang final
Selain itu, lanjut Bernard, Rumah Perubahan 98 menyampai enam penyataan menyikapi ulah sejumlah elite poitisi DPR RI tersebut.
IslamNKRI.COM - Habib Rizieq Syihab selaku Pembina Gerakan Nasional Pengawalan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) berangkat menuju Masjid Istiqlal dari Markas Besar (Mabes) Front Pembela Islam (FPI), Petamburan III, Jakarta Barat.
Mobilnya yang berplat B 1 FPI keluar dari jalan Petamburan III pukul 09.38 WIB, terlihat dirinya dibangku paling depan sebelah pembawa mobil.
Saat keluar dirinya membuka kaca dan sempat bersalaman dengan para anggotanya sebelum mobilnya melaju meninggalkan kerumunan.
Dirinya berangkat berasamaan dengan rombongan yang mengunakan mobil dan kendaraan roda dua
GNPF MUI: Demo Ahok ini Kami Disubsidi Lebih Rp 100 Milyar
KH. Bachtiar Nasir, selaku ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyampaikan, total dana untuk demonstrasi kasus penistaan agama Ahok, Jumat (4/11/2016), mencapai Rp 100 miliar.
"Bukan hanya Rp 10 miliar, nyatanya, mungkin lebih Rp 100 miliar. Kami disubsidi lebih dari Rp 100 miliar," ungkapnya, dalam Konfrensi pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Menurutnya dana tersebut berasal dari seluruh rakyat Indonesia yang menjadi donatur untuk digunakan sebagai penyedia dapur umum dan penunjang kesehatan.
"Jumlah massanya ada seratus ribu, tapi saat ini diperkirakan akan mencapai dua ratus ribu orang," ungkapnya.
GNPF -MUI yang menjadi pengerak aksi tersebut menuntut agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama ditangkap demi tegaknya supremasi hukum dan rasa keadilan dari kekecewaan terhadap pernyataannya.
sumber: tribunnews.com
ISLAMNKRI.COM - Para 'ulama' dan umat muslim yang menuduh Ahok telah melakukan penistaan dan penghinaan terhadap agama islam merupakan sikap yang Arogan, tidak adil dan sikap ke kanak2an yang ingin menang sendiri.
"Sebenarnya apa yang dilakukan Ahok yang mengutip kitab suci Alquran dengan mengatakan dibodohi pakai ayat 51 surat al-Maidah tidak berbeda jauh dengan sikap DR Zakir Naik yang mengutip ayat-ayat dalam kitab Injil yang disucikan oleh umat Kristen. Zakir Naik adalah seorang Islam idola banyak 'orang Islam' yang suka dengan mencari-cari kelemahan dan kesalahan penganut keyakinan orang lain. Kemana-mana yang dibacanya ayat² Injil, Weda dan Taurat. Luar biasa!"
Terus apakah kita akan berpikir bahwa apa yang dikatakan Zakir Naik bukan penistaan Agama karena dianggap mengatakan sesuatu yang benar?
Dan apa yang di katakan Ahok tentang ayat Al-Quran kemudian kita katakan sebagai penistaan agama dan pasti salah?
Kalo begitu cara berpikir kita lantas apa bedanya kita dengan Anak-anak yang memaksakan kehendaknya agar memiliki makanan yang sama dengan teman sepermainan nya??
Padahal apa yang diperbuat Zakir Naik itu kemudian ditiru oleh orang-orang Islam yang awam ilmu agama!"
Sehingga kemudian terjadilah penyesatan, penghinaan bahkan pengkafiran terhadap keyakinan yang berbeda.
Ada kata-kata bagus yang saya kutip dari FB salah seorang teman, begini.
"Atheis dimusuhi karena tidak bertuhan. Bertuhan dimusuhi karena tuhannya beda. Tuhannya sama dimusuhi karena nabinya beda. Nabinya sama dimusuhi karena alirannya beda. Alirannya sama dimusuhi karena pendapatnya beda. Pendapatnya sama dimusuhi karena partainya beda. Partainya sama dimusuhi karena pendapatannya beda."
Apa kamu mau hidup sendirian di muka bumi untuk memuaskan nafsu keserakahan mu??
Penulis : Jenar Tamer
Liputan6.com, Jakarta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membantah tudingan sebagai kelompok yang memantik kerusuhan di tengah demonstrasi 4 November. Organisasi kemahasiswaan ini berdalih ada orang tidak dikenal menyusup ke barisan aksi mereka.
"Kericuhan terjadi bakda Isya yang dipicu oleh masa yang tidak dikenal oleh kader HMI, dari mana asalnya dan siapa pemimpinnya masuk di barisan depan masa HMI, kemudian ribut dengan aparat sampai akhirnya aparat kepolisian menembakkan gas air mata," kata Ketua Umum PB HMI Mulyadi P. Tamsir dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/11/2016).
BACA JUGA
Massa HMI, Mulyadi melanjutkan, membubarkan diri ke belakang dan tidak kembali lagi ke depan Istana Merdeka. "Setelah itu baru terjadi kebakaran yang kami tidak tahu siapa pelakunya dan apa yang terbakar," ujar Mulyadi.
Mulyadi mengatakan, massa HMI saat itu berada di posisi depan di barisan aksi. Dia berdalih massa HMI terjepit saat hendak mundur bada Magrib.
"Namun karena posisi HMI berada di barisan paling depan, membawa mobil komando dan satu mobil Innova, maka tidak dimungkinkan untuk mundur. Sehingga kita duduk-duduk di sekitar mobil menunggu aksi selesai," kata Mulyadi.
"Masa aksi HMI hanya beratribut bendera kecil dengan tiang bambu belah sepanjang 1,2 meter, sehingga tidak mungkin menjebol barikade polisi," dia menambahkan.
Mulyadi juga membantah ada kabar yang menyebut terjadi benturan antara massa HMI dan FPI. "Tidak benar," kata dia.
Massa HMI yang ada di dua titik aksi, yaitu di Jalan Medan Merdeka Barat dan samping Kantor Sekretariat Negara, terlibat kericuhan dengan aparat. Mereka berupaya menerobos barikade polisi. Botol air mineral, batu, serta bambu dilempar ke arah aparat yang memilih diam dan tidak membalas.
Dua kelompok demonstran dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) terlibat kericuhan di tengah aksi di depan Istana Merdeka, tepatnya di depan RRI, dan sebelah kantor Sekretaris Negara arah Harmoni, Jumat 4 November 2016.
Sementara Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan menyebut kerusuhan bermula dari massa HMI yang hendak merangsek ke depan bada Isya.
"Pak mohon maaf, kita harus bagaimana, tadi massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) maju. Kita terpaksa membubarkan. Kalau tidak, anggota banyak yang terluka, kita harus bagaimana," ujar Iriawan saat menjelaskan penyebab kerusuhan kepada Menkopolhukam Wiranto.
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mulyadi P. Tamsir membantah pihaknya telah memprovokasi kerusuhan dalam demonstrasi Jumat, 4 November 2016. Mulyadi balik mengatakan kericuhan justru dipicu oleh sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Aksi Bersama Rakyat.
"Penglihatan kami, benturan tadi itu dari Aliansi Aksi Bersama Rakyat,” kata Mulyadi saat dihubungi Tempo, Jumat malam, 4 November 2016. Mulyadi mengatakan, posisi rombongan HMI pada awal demonstrasi memang berada di barisan paling depan. Namun setelah pukul 19.00, Mulyadi mengklaim mereka memutuskan untuk mundur.
Simak Pula
HOAX: Berita Ahok Mundur dari Pilkada DKI 2017Saat Demonstran Kepung Istana, Rupanya Ini yang Diperbuat AhokMulyadi menambahkan, anggota HMI tidak bisa mundur terlalu jauh saat itu. "Jarak kami dengan pagar Istana sekitar 30-50 meter,” kata dia. Menurut dia, kawat berduri di depan barisan HMI sudah terputus dan dimanfaatkan Aliansi Aksi Bersama Rakyat untuk menimbulkan kericuhan di depan Istana.
Hingga Jumat malam ini pukul 22.15 WIB, Tempo masih berupaya menghubungi perwakilan Aliansi Aksi Bersama Rakyat untuk mengkonfirmasi pernyataan Mulyadi.
Demonstrasi yang menuntut calon gubernur inkumben DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu segera diproses hukum semula berjalan damai hingga sore hari. Selepas magrib, kericuhan pecah. Aksi lempar batu dari demonstran dibalas polisi dengan tembakan gas air mata. Korban dari demonstran dan polisi berjatuhan, namun angkanya belum dapat dikonfirmasi.
VINDRY FLORENTIN
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Front Pembela Islam Rizieq Shihab memastikan ada dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan unjuk rasa 4 November 2016. Sayangnya, Rizieq menolak mengungkapkan siapa donatur utama kegiatan itu.
"Dananya jelas, unlimited (tak terbatas). Kenapa? Karena yang kasih dana Maha Kaya, yaitu Allah SWT," ujarnya usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Kamis malam, 3 November 2016.
Rizieq menjelaskan bahwa peserta unjuk rasa dari luar DKI Jakarta datang dengan inisiatif dan biaya perjalanan masing-masing. "Dari Sabang sampai Merauke mereka turun ke Jakarta dengan ongkos sendiri."
Sebelumnya, sempat santer beredar spekulasi bahwa aksi 4 November dibiayai partai politik yang berada di balik salahsatu kandidat calon Gubernur DKI Jakarta. Akibat isu itu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menggelar konferensi pers membantah keterlibatan Demokrat dalam pendanaan aksi 4 November. Sebelumnya Ikatan Alumni Universitas Indonesia juga sudah merilis pernyataan, membantah mendanai aksi ini.
Pada kesempatan yang sama, Rizieq Shihab menjanjikan unjuk rasa 4 November bakal berlangsung tanpa rusuh. Ketua Umum sekaligus Imam Besar FPI itu meminta aparat bersikap kooperatif terhadap para peserta unjuk rasa yang jumlahnya diperkirakan sangat masif. Rizieq pun berharap penjagaan satuan Polri dan TNI tak terlampau represif.
"Kalau ada tindakan yang membahayakan nyawa peserta aksi, menyiksa, atau menyakiti, kami wajib melakukan pembelaan diri terhadap umat Islam," tuturnya.
YOHANES PASKALIS
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama rencananya diperiksa Badan Reserse kriminal Mabes Polri pada Senin, 10 November 2016. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan, surat panggilan terhadap Basuki, yang lebih dikenal dengan sapaan Ahok sudah dilayangkan.
Ahok dilaporkan sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam terkait dugaan penistaan agama dalam pidatonya di depan warga Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Ahok disebut menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51 tentang kepemimpinan. Ahok sudah meminta maaf terkait ucapannya itu.
Sebelumnya, beberapa kasus penistaan agama yang pernah terjadi di Indonesia melibatkan Syamsuriati alias Lia Eden, pendiri Komunitas Eden. Wanita itu dinyatakan bersalah karena menyerukan penghapusan seluruh agama. Pada 2 Juni 2009 Lia Eden diganjar hukuman penjara dua tahun enam bulan.
Kasus lainnya seperti yang dituduhkan kepada Tajul Muluk alias Haji Ali Murtadho. Pemimpin syiah di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, itu dihukum dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang pada 12 Juli 2012. Tajul didakwa melakukan penodaan dan penistaan agama.
Antonius Richmond Bawengan juga didakwa melakukan penistaan agama. Dia menyebarkan sejumlah selebaran dan buku yang dianggap melecehkan keyakinan agama tertentu. Pada 8 Februari 2011 Antonius divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Temanggung.
Ketentuan yang bisa dijeratkan bagi pelaku penistaan agama di Indonesia, setidaknya bisa merujuk pada dua dasar hukum. Pertama adalah Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Kedua, Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka yang dituduh melakukan penistaan agama itu, yakni Lia Eden, Tajul Muluk, Antonius dijerat dengan Pasal 156a KUHP.
1. Penetapan Presiden RI
Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 ditetapkan di Jakarta pada 27 Januari 1965. Ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Tercatat dalam lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3.
Dalam Penetapan Presiden itu diuraikan:
a. Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
b. Pasal 2
Ayat 1, Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah danperingatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Ayat 2, Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
c. Pasal 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
d. Pasal 4
Pasal ini mengambil Pasal 156a KUHP. Pasal 156 KUHP menguraikan, barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
2. Pasal 156a KUHP
Aturan lain yang bisa diterapkan untuk tuduhan penistaan agama adalah Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 itu pernah diujimaterialkan di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Para pemohon adalah Abdurrahman Wahid, Imparsial, Elsam, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M. Dawam Raharjo, Maman Imanul Haq, serta Musdah Mulia.
Pemerintah, yang saat itu diwakili Menteri Agama Suryadharma Ali berpendapat ketentuan itu masih diperlukan. Menurut Suryadharma Ali bila ketentuan itu dicabur bisa menimbulkan konflik sosial yang berpotensi terpicu. "Ini yang tidak kita harapkan," kata dia di Mahkamah Konstitusi pada 4 Februari 2010.
EVAN KOESUMAH | PDAT | SUMBER DIOLAH TEMPO
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Penjaringan Jakarta Utara, Komisaris Bismo Teguh membantah adanya informasi eksodus warga keturunan Cina yang tinggal di Pantai Mutiara akibat rencana unjuk rasa pada Jumat, 4 November 2015.
"Tidak ada, itu info hoax," kata Bismo kepada Tempo pada Kamis, 3 November 2016.
Bismo mengatakan semua wilayah di Kecamatan Penjaringan, termasuk Pantai Mutiara aman. Semua warga yang tinggal di tempat itu beraktivitas seperti biasanya.
Apalagi pihaknya juga telah mengajak diskusi berbagai elemen masyarakat sekitar untuk mengamankan wilayah menjelang demo besar-besaran yang menuntut Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diproses secara hukum karena diduga menistakan Islam dan Al Quran.
Meski demikian, Bismo tetap mewaspadai terkait rencana demo pada besok tersebut. Pihaknya telah mengerahkan 160 personel gabungan untuk mengamankan wilayah Penjaringan, khususnya Pantai Mutiara. Personel gabungan itu berasal dari Brigade Mobil (brimob), jajaran polsek, TNI, dan elemen masyarakat.
Bismo juga telah mengantisipasi jika ada massa demonstran yang datang berusaha masuk wilayah Pantai Mutiara. Mengingat di tempat itu adalah kawasan rumah Ahok. Sejauh ini semua petugas telah didistribusi untuk pengamanan siaga tingkat satu.
Selain itu, Bismo juga menjamin akan mengamankan para pasangan calon Gubernur DKI Jakarta yang berkampanye di Penjaringan. Pihaknya mengamankan wilayah dari Kamal, Pejagalan, Muara Baru, Penjaringan, Pluit, hingga Pantai Mutiara.
"Titik-titik pengamanan sudah saya kantongi," ujar dia. Dia juga menegaskan sejauh ini kawasan Pantai Mutiara kondusif. Jika ada demonstran yang datang, pihaknya juga siap mendatangkan bantuan pengamanan tambahan dari Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, beredar informasi warga keturunan Cina yang tinggal di kawasan Pluit hingga Pantai Mutiara resah. Mereka eksodus pergi dari Jakarta karena alasan kemananan jelang demonstrasi. Tapi informasi itu belum terkonfirmasi.
AVIT HIDAYAT
RMOL. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengajak seluruh elemen bangsa untuk menahan diri dan saling menghormati terkait aksi 4 November.
"Demonstrasi adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Saya menghimbau, lakukan dengan aman dan tertib. Sampaikan kebaikan dengan cara-cara yang baik," kata Zul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11).
Dia mengingatkan bahwa baik yang ikut demo atau yang tidak, semuanya Pancasilais dan bersaudara sebagai anak bangsa. Pancasilais adalah penganut ideologi Pancasila yang baik dan setia.
"Yang turun ke jalan juga saudara-saudara kita yang Pancasilais. Jadi mari hormati ekspresi dan sikap masing-masing. Jaga persaudaraan kita," ucap Zul mengajak.
Ketua umum PAN ini juga menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen Presiden Jokowi untuk tidak mengintervensi kasus hukum dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki T Purnama "Ahok".
"Kita apresiasi komitmen Presiden Jokowi untuk objektif dan independen. Dengan begitu kepolisian bisa mengusut kasus ini dengan terbuka, tanpa rekayasa dan memenuhi rasa keadilan masyarakat," ungkapnya.
Terakhir, Zul berharap semoga kasus ini bisa menjadi introspeksi bagi pemimpin, untuk menjaga ucapannya.
"Semoga kasus ini menjadi introspeksi bagi kita semua. Pemimpin seharusnya merawat kebhinnekaan dan menjaga persatuan. Jangan melampaui batas," tutupnya. [rus]
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan membantah pemberian beasiswa provinsi untuk mahasiswa Universitas Padjadjaran diskriminatif. “Bukan persyaratan, baca yang bener atuh, baca yang bener. Gak salah baca itu? Gagal paham,” kata dia di Bandung, Kamis, 5 Oktober 2016.
Media sosial diramaikan dengan viralnya surat dengan logo Universitas Padjadjaran mengenai beasiswa pemerintah Jawa Barat. Pada butir tiga persyaratan khusus penerima beasiswa itu disebutkan “Prioritas pada mahasiswa berprestasi di bidang hapal Al Quran minimal lima juzz, olahraga, seni, budaya, sains, teknologi dan komunikasi dibuktikan dengan sertifikat dari pihak berwenang.” Persyaratan hapal Al Quran itu yang ramai dituding diskriminatif.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, beasiswa itu diberikan pada calon penerima yang dinilai memiliki prestasi. “Diskriminasi kalau yang hafal Al Quran saja yang diberi beasiswa, ini mah dari sejumlah prestasi yang dihargai, salah satunya yang di apresiasi adalah hafalan Al Quran,” kata dia.
Menurut dia, salah satu alasan mencantumkan penghafal Al Quran sebagai “prestasi” karena sulit menghafalnya. “Itu hanya salah satu kriteria, ada prestasi di bidang seni, olahraga, dan di bidang akademik sendiri diberi penghargaan beasiswa,” kata Aher.
Bagaimana dengan agama lainnya? “Masalahnya hapalan Bible kan gak ada, kalau ada, kita hargai juga sama,” kata Aher.
Aher mengatakan, beasiswa pada penghafal Al Quran yang digunakan Jawa Barat saat ini diklaimnya bukan yang pertama. Universitas Padjadjaran terhitung baru. “Ada enam sampai sepuluh perguruan tinggi negeri yang sudah melakukan itu, Unpad baru mau. Pertanyaannya kenapa diributin, ributin tuh yang sepuluh yang sudah. Salah satunya UIN, UNS, ada daftarnya. Jabar karek erek geus ribut,kalau yang lain geus, teu ribut-ribut,” kata dia.
Menurut Aher, dari semua penerima beasiswa pemerintah Jawa Barat untuk program S1, S2, dan S3 hanya sedikit yang lolos karena hafalan Al Quran. “Kemarin hampir 6 ribuan yang diberi beasiswa tahun 2015, yang hafal Al Quran paling 6 orang,” kata dia.
Aher mengatakan, beasiswa yang diberikan sebelumnya bukan permanen, tahun depan penerima belum tentu menerima lagi beasiswa itu. “Mulai tahun ini kita ingin lebih fokus beasiswanya. Kita ingin memberi beasiswa satu siklus, sampai tamat, makanya kita pilih betul, orientasinya betul-betul prestasi,” kata dia.
Menurut Aher, kemungkinan penerima beasiswa bakal anjlok jumlahnya mulai tahun ini. Penilaian prestasi yang jadi pertimbangan penerima beasiswa juga akan lebih ketat. “Kalau kemarin sampai 6 ribu orang, tahun ini mungkin hanya seribu orang atau 500 orang,” kata dia.
AHMAD FIKRI
Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa insiden pemukulan di bus Transjakarta yang dialami seorang warga bernama Andrew Budikusuma adalah bentuk teror.
Oknum yang telah melakukan pemukulan tersebut sebelumnya meneriakkan nama Ahok, panggilan akrab Basuki.
Andrew adalah warga yang mengaku mendapat perlakuan rasial dan kekerasan fisik.
"Mereka kalau ketemu saya, dia mana berani gebukin saya gitu lho? Itu namanya teror saja. Coba dia berani ngulang lagi enggak? Itu kan cuma cara teror yang kampungan, orang-orang pengecut yang munafik, tahu enggak," kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Menurut Ahok, sebelumnya pihaknya sudah terbiasa menerima berbagai bentuk teror.
"Mau ke sini , tapi takut. Jadi cuma mau teror di luar, itu cuma orang pengecut saja. Iya dong, jelas itu manggil Ahok.. Ahok, padahal tampangnya beda kok," kata Ahok.
Kisah Andrew yang dipukuli oleh orang tak dikenal di halte transjakarta JCC arah Pluit menjadi viral di media sosial. Saat ini, dia berencana melaporkan kasusnya kepada Polda Metro Jaya dengan mengantongi barang bukti berupa rekaman CCTV serta hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit Siloam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran Subdit IV Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya telah menangkap AT (41), pelaku penyebaran ujaran kebencian di media sosial, Facebook, terkait insiden di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada Sabtu (30/7/2016).
Berdasarkan pengakuan pelaku, dia menyebarkan ujaran kebencian itu karena merasa kecewa terhadap pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
"Dari hasi pemeriksaan yang bersangkutan alasanya memang selama ini tidak puas dengan pemerintahan yang ada. Kondisi ekonomi dan harga-harga naik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, kepada wartawan, Selasa (2/8/2016).
AT teridentifikasi menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, Facebook, terkait insiden di Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara, pada Sabtu (30/7/2016).
Atas perbuatan itu, dia ditangkap di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/8/2016).
Penangkapan AT dilakukan setelah, aparat kepolisian melakukan penyelidikan melalui media internet (Cyber Patrol).
Pelaku menulis informasi di akun Facebook yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan.
Pelaku membuat akun Facebook menggunakan handphone dengan nama AT.
Pelaku menulis informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (sara).
Pelaku menyebutkan "Tanjung Balai Medan Rusuh 30 Juli 2016 6 Vihara dibakar buat Saudara Muslimku mari rapatkan barisan... Kita buat tragedi 98 terulang kembali Allahu Akbar...".
Atas perbuatan itu, pelaku telah diamankan. Dia diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau 160 KUHP.
Pelaku diancam pidana Pasal 45 ayat (2) pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).
Pasal (1) pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).
Selain mengamankan pelaku, aparat kepolisian turut menyita barang bukti berupa satu buah Laptop, dua buah Handphone, dan satu buah Tab.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menyesalkan terjadinya kerusuhan yang bernuansa SARA di di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Jumat (29/7/2016) malam.
Apalagi tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat pemudaMuhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, kerusuhan tersebut berujung terhadap pembakaran sejumlah Vihara.
"Apapun alasannya pembakaran Rumah Ibadah adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir dan merusak tatanan keberagaman Indonesia khususnya, Sumatera Utara," ujar Dahnil ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (30/7/2016).
Untuk itu sebagai pimpinan Dahnil pun langsung meminta anggotanya Pemuda Muhammadiyah di daerah Tanjung Balaidan sekitarnya untuk ikut menjaga kondusivitas.
Bukan itu saja, Pemuda Muhammadiyah akan menjaga dialog yang intensif dengan berbagai kelompok untuk mencegah terjadinya kekerasan dan kerusuhan bernuansa SARA.
Sebagai putra daerah Sumatera Utara, Dahnil mengajak berbagai tokoh lintas etnis dan agama untuk aktif menenangkan dan memberikan pemahaman kepada semua kelompok bahwasanya kekuatan sejati masyarakat Sumut adalah penghormatan terhadap keberagaman dan toleransi.
Lebih lanjut kata dia, Sumatera Utara selama ini dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi toleransi dan menghormati keberagaman.
Untuk itu dia mendorong aparatur hukum harus bertindak tegas terhadap siapa saja yang berusaha merusak keberagaman dan toleransi tersebut.
Dia juga mengingatkan sikap saling menghormati antar sesama pemeluk agama dan etnis harus terus dirawat.
"Dan sikap arogansi etnisitas tidak punya tempat di Indonesia termasuk Sumatera Utara," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting meminta seluruh masyarakat diTanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara tetap tenang dan menjaga kondusivitas pascakericuhan, Jumat (29/7/2016) malam.
Rina meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi.
"Jika ada informasi-informasi mengenai kerusuhan ini, janganlah sampai kembali melakukan perusakan. Kita semua harus sama-sama menjaga kondusifitas di Sumatera Utara," ungkap Rina, Sabtu (30/7/2016) siang.
Ia menjelaskan, seluruh elemen masyarakat diminta bekerjasama meredam situasi. Rina meminta agar kasus ini tidak terlalu dikembang-kembangkan, serta dibumbui dengan isu yang bukan-bukan.
"Selama ini Kota Tanjung Balai dikenal sebagai kota yang kondusif. Di sana, adalah kota yang heterogen dengan berbagai suku budaya," ujarnya.
Sebelumnya, kericuhan yang nyaris berujung SARA ini bermula dari keluhan seorang warga etnis Tionghoa bernama Meliana (41) warga Jl Karya Kelurahan Tanjung Balai Kota, Kecamatan Tanjung Balai Selatan Kota, Tanjung Balai, Sumatera Utara terhadap suara azan yang dikumandangkan di Masjid Al Maksum Jl Karya.
Sebelum kericuhan meledak, Meliana mendatangi nazir masjid meminta agar suara azan tidak dikumandangkan begitu keras.
Atas keluhan ini, jamaah masjid protes dan didengar warga hingga terjadilah kerusuhan dan pembakaran vihara.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kerusuhan di Tanjungbalai, Jumat (29/7/2016) malam, menyebabkan satu vihara dan empat kelenteng hangus terbakar.
Persoalan bermula dari adanya keluhan seorang warga etnis tionghoa bernama Meliana (41), warga Jalan Karya Kelurahan Tanjungbalai Kota I, terhadap suara azan yang dikumandangkan di Masjid Al Maksum di dekat rumahnya.
Meliana mendatangi nazir masjid dan menyampaikan keluhan. Ia merasa terganggu dengan suara azan yang dikumandangkan pihak masjid.
"Setelah oknum tadi menyampaikan keluhan, pihak masjid kemudian mendatangi kediaman wanita bernama Meliana (setelah salat Isya). Lalu, karena timbul keributan, pihak kepala lingkungan dan kelurahan setempat yang kooperatif kemudian membawa masing-masing pihak ke polsek setempat untuk dimediasi," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting, Sabtu (30/7/2016).
Di tengah mediasi, warga yang mendapat informasi lantas berkumpul di depan polsek. Jumlah warga semakin bertambah dan bergerak ke Vihara Juanda yang berjarak sekitar 500 meter dari Jalan Karya dan kemudian melakukan pengerusakan.
"Dari informasi sementara, vihara di Pantai Amor terbakar. Kemudian, turut dibakar tiga unit kelenteng serta tiga unit mobil dan tiga unit sepeda motor," kata Rina.
Selain itu, sambung Rina, ratusan warga turut merusak barang-barang di dalam kelenteng Jalan Sudirman. Kemudian, di Jalan Hamdoko barang di dalam kelenteng dirusak dan praktek pengobatan tionghoa dihancurkan serta satu unit motor nyaris dibakar.
Di Jalan KS Tubun, massa merusak barang-barang yang ada dalam klenteng dan satu unit bangunan milik Yayasan Putra Esa di Jalan Nuri. Di Jalan Imam Bonjol masyarakat membakar barang-barang yang ada dalam satu vihara.
Kemudian, di Jalan WR Supratman massa merusak isi bangunan yayasan sosial dan merusak tiga unit mobil. Di Jalan Ahmad Yani, massa merusak pagar vihara. Serta di Jalan Ade Irma, massa membakar barang-barang yang ada dalam satu unit klenteng.(ray/tribun-medan.com)
TANJUNGBALAI, SUMUTPOS.CO - Amuk massa berujung kerusuhan terjadi di Kota Tanjungbalai. Gara-gara ditegur soal volume speaker mikrofon masjid, massa yang didominasi kaum pemuda Islam membakar dan merusak 6 tempat ibadah umat Budha berupa Vihara dan klenteng, Jumat (29/7/2016) sekira pukul 23.00 Wib.
Informasi dihimpun Sumut Pos dari sumber di kepolisian menyebutkan, awalnya seorang warga etnis Tionghoa inisial Mel (41), warga Jalan Karya Kel TB Kota I Kec Tj Balai Selatan Kota Tj Balai meminta seorang nazir masjid Almaksum di Jalan Karya, dengan maksud agar mengecilkan volume speaker mikrofon yang ada di masjid. Menurut Nazir Masjid, permintaan tersebut telah diungkapkan beberapa kali.
Pada Jumat malam sekira pukul 20.00 Wib usai salat isha, jamaah dan nazir masjid menjumpai Mel ke rumahnya. Pertemuan memanas hingga Kepling mengamankan Mel dan suaminya ke Kantor Lurah dan selanjutnya ke Polsek Tj Balai Selatan.
Setibanya di Polsek, selanjutnya dilakukan pertemuan dengan melibatkan Ketua MUI, Ketua FPI, Camat, Kepling dan tokoh masyarakat.
Pada saat bersamaan, massa mulai banyak berkumpul yang dipimpin oleh kelompok elemen mahasiswa dan melakukan orasi di depan kantor polisi. Selanjutnya, massa diimbau dan sempat membubarkan diri.
Namun pada pukul 22.30 Wib, konsentrasi massa kembali berkumpul, diduga setelah mendapat informasi melalui media sosial (facebook) yang diposting oleh salah seorang aktivis atas nama Andian Sulin SH.
Selanjutnya, massa kembali mendatangi rumah Mel di Jalan Karya dan berupaya hendak membakar rumah Mel. Namun upaya itu gagal dilarang oleh warga sekitar yang khawatir kebakaran merembet ke rumah sekitar.
Namun massa semakin banyak dan semakin emosi. Selanjutnya massa bergerak menuju Vihara Juanda yg berjarak sekitar 500 meter dari Jalan Karya dan berupaya membakarnya. Untunglah upaya mereka dihadang oleh personil Polres Tj Balai. Massa melampiaskan emosi dengan melempari vihara dengan batu hingga vihara mengalami kerusakan.
Selanjutnya massa bergerak ke Pantai Amir dan merusak serta membakar satu unit vihara dan 3 unit klenteng serta 3 unit mobil dan 3 unit sepeda motor dan 1 unit betor. Kemudian di Jalan Sudirman, massa merusak satu unit klenteng.
Jalan Hamdoko merusak 1 unit klenteng dan 1 unit praktek pengobatan Tionghoa serta 1 unit sepeda motor
Di Jalan KS Tubun, massa merusak 1 unit klenteng dan satu unit bangunan milik Yayasan Putra Esa di Jl Nuri.
Di Jalan Imam Bonjol, massa membakar 1 unit Vihara.
Dj Jalan WR Supratman massa merusak isi bangunan Yayasan Sosial dan merusak 3 unit mobil.
Di Jakan Ahmad Yani, massamerusak pagar Vihara.
Di Jalan Ade Irma, massa membakar 1 unit klenteng.
Mengatasi kerusuhan tersebut, Polresta Tanjungbalai melakukan koordinasi dengan aparat keamanan terkait termasuk dengan Polres terdekat. Juga berkoordinasi dengan Muspida, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Polisi juga mengimbau dan menghalau massa agar membubarkan diri. Serta berjaga di berbagai vihara dan klenteng.
Sekira pukul 04.30 pagi, konsentrasi massa akhirnya mulai membubarkan diri. (me)
Indonesia correspondent reports Jewel Topsfield outside the largest mosque in South-East Asia on Friday evening, where thousands of muslims are demanding the arrest of Jakarta's Chinese Christian governor.
The rally was largely peaceful but erupted into violence on Friday night. One man died, a police officer lost his eye and 300 people were injured.
Many at the protest accused the president of protecting Ahok, a political ally who is Christian and from the country's Chinese minority.
Indonesian rock musician Ahmad Dhani told the crowd: "I am very sad and crying for having a president who does not respect the habibs (men who claim descent from the family of the Prophet Muhammad) and ulema (Islamic scholars). I want to say dog! I want to say pig!"
A poster has been circulating on Whatsapp messaging groups spruiking a so-called "defending Islam demonstration" on November 25, calling for President Jokowi to be brought down if Ahok remains a free man.
The president was sufficiently spooked by the volatility in the nation's sprawling capital to postpone his state visit to Australia, blaming unnamed "political actors" who he said hijacked the otherwise peaceful rally "to take advantage of the situation".
"[President Jokowi] would undoubtedly be feeling under pressure because he has a lot invested in Ahok," said Greg Fealy from the School of International, Political and Strategic Studies at the Australian National University.
"If Ahok is charged [with blasphemy] it makes it extremely difficult for him to win the gubernatorial election."
The position of governor is often a springboard for higher office, as demonstrated by the ascent of President Jokowi, himself a former Jakarta governor.
"Jokowi would be anxious about candidates emerging to challenge him in 2019," Dr Fealy added.
Former education minister Anies Baswedan and Agus Harimurti, the son of former president Susilo Bambang Yudhoyono, are both standing in the February 15 gubernatorial elections.
"Ahok is the intermediate target, not the real one," said Muradi, a lecturer in political science at Padjadjaran University. "The president is the real target, maybe not to topple him but to downgrade his performance."
President Jokowi's ruling coalition accounts for more than 70 per cent of MPs and he is enjoying popularity levels not seen since Suharto.
"There are at least four elements mixed together: the involvement of the political elite, the huge amount of money behind the rally, groups who always oppose the government and the radicals," Mr Muradi said.
Dr Yudhoyono, whose relationship with President Jokowi is understood to be hostile, held a press conference last week to vehemently deny he had orchestrated the rally.
Ahok was accused of defaming the Koran after he appeared to suggest in an edited video transcript that voters were being deceived by a verse in the Koran.
Some Islamic groups had urged voters not to re-elect Ahok on the basis of verse 51 from the fifth sura or chapter of the Koran, al-Ma'ida, which some interpret as prohibiting Muslims from living under the leadership of a non-Muslim.
Ahok apologised for the offence caused by his comments and insisted he was not criticising the Koranic verse but those who used it to attack him.
The man who instigated the outrage when he transcribed Ahok's comments, PhD student Buni Yani, has admitted to making a mistake, claiming he misheard what Ahok said in the video.
In a carefully worded statement, Police Chief Tito Karnavian said seven expert witnesses, including linguists, would be quizzed on whether Ahok's words constituted blasphemy.
He also took the unusual step of inviting the media to cover the hearing to determine if there was sufficient grounds to name Ahok a suspect, saying the president had stressed the need for transparency.
"I think Jokowi made the right call not intervening in any way," said Evan Laksmana from Indonesia's Centre for Strategic and International Studies. "A lot of this is obviously opening salvos for the 2019 election."
However Mr Laksmana believed attempts to paint Ahok and President Jokowi in the same light and weaken the appeal of the popular president were unlikely to stick, given the election was still three years away.
with Karuni RompiesBeritateratas.com - Aktivis Rumah Gerakan 98 mengecam tindakan sejumlah elite politik DPR RI yang menunggangi aksi demo 4 November 2016. Elite politik tersebut tidak mengedukasi massa agar mempercayakan penangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersebut dalam ranah hukum.
''Elite politik DPR RI terbukti menunggangi demo 4 November. Mereka justru mengobarkan semangat aksi mendesak perubahan pemerintahan hingga aksi berubah menjadi anarkis,'' ujar Juru bicara Rumah Gerakan 98, Bernard Haloho kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Elite DPR RI, kata Bernard, telah membungkus kepentingan politik terselubung atas nama dugaan penistaan agama. ''Aksi ini sebenarnya menjadikan Ahok sasaran utama. Ujung-ujungnya aksi ingin menjatuhkan Presiden Joko Widodo,'' tegasnya.
Karenanya, aktivis 98 melihat ada potensi bahaya jika transisi demokrasi yang sudah menemukan jalannya lalu dirusak lagi oleh kepentingan kekuasaan sejumlah elite. Untuk itu kepolisian diminta untuk mengambil tindakan secepat demi menyelamatkan keutuhan NKRI yang merupakan konsensus bangsa yang final
Selain itu, lanjut Bernard, Rumah Perubahan 98 menyampai enam penyataan menyikapi ulah sejumlah elite poitisi DPR RI tersebut.
IslamNKRI.COM - Habib Rizieq Syihab selaku Pembina Gerakan Nasional Pengawalan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) berangkat menuju Masjid Istiqlal dari Markas Besar (Mabes) Front Pembela Islam (FPI), Petamburan III, Jakarta Barat.
Mobilnya yang berplat B 1 FPI keluar dari jalan Petamburan III pukul 09.38 WIB, terlihat dirinya dibangku paling depan sebelah pembawa mobil.
Saat keluar dirinya membuka kaca dan sempat bersalaman dengan para anggotanya sebelum mobilnya melaju meninggalkan kerumunan.
Dirinya berangkat berasamaan dengan rombongan yang mengunakan mobil dan kendaraan roda dua
GNPF MUI: Demo Ahok ini Kami Disubsidi Lebih Rp 100 Milyar
KH. Bachtiar Nasir, selaku ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyampaikan, total dana untuk demonstrasi kasus penistaan agama Ahok, Jumat (4/11/2016), mencapai Rp 100 miliar.
"Bukan hanya Rp 10 miliar, nyatanya, mungkin lebih Rp 100 miliar. Kami disubsidi lebih dari Rp 100 miliar," ungkapnya, dalam Konfrensi pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Menurutnya dana tersebut berasal dari seluruh rakyat Indonesia yang menjadi donatur untuk digunakan sebagai penyedia dapur umum dan penunjang kesehatan.
"Jumlah massanya ada seratus ribu, tapi saat ini diperkirakan akan mencapai dua ratus ribu orang," ungkapnya.
GNPF -MUI yang menjadi pengerak aksi tersebut menuntut agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama ditangkap demi tegaknya supremasi hukum dan rasa keadilan dari kekecewaan terhadap pernyataannya.
sumber: tribunnews.com
Dirinya berangkat berasamaan dengan rombongan yang mengunakan mobil dan kendaraan roda dua
GNPF MUI: Demo Ahok ini Kami Disubsidi Lebih Rp 100 Milyar
KH. Bachtiar Nasir, selaku ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyampaikan, total dana untuk demonstrasi kasus penistaan agama Ahok, Jumat (4/11/2016), mencapai Rp 100 miliar.
"Bukan hanya Rp 10 miliar, nyatanya, mungkin lebih Rp 100 miliar. Kami disubsidi lebih dari Rp 100 miliar," ungkapnya, dalam Konfrensi pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Menurutnya dana tersebut berasal dari seluruh rakyat Indonesia yang menjadi donatur untuk digunakan sebagai penyedia dapur umum dan penunjang kesehatan.
"Jumlah massanya ada seratus ribu, tapi saat ini diperkirakan akan mencapai dua ratus ribu orang," ungkapnya.
GNPF -MUI yang menjadi pengerak aksi tersebut menuntut agar Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama ditangkap demi tegaknya supremasi hukum dan rasa keadilan dari kekecewaan terhadap pernyataannya.
sumber: tribunnews.com
ISLAMNKRI.COM - Para 'ulama' dan umat muslim yang menuduh Ahok telah melakukan penistaan dan penghinaan terhadap agama islam merupakan sikap yang Arogan, tidak adil dan sikap ke kanak2an yang ingin menang sendiri.
"Sebenarnya apa yang dilakukan Ahok yang mengutip kitab suci Alquran dengan mengatakan dibodohi pakai ayat 51 surat al-Maidah tidak berbeda jauh dengan sikap DR Zakir Naik yang mengutip ayat-ayat dalam kitab Injil yang disucikan oleh umat Kristen. Zakir Naik adalah seorang Islam idola banyak 'orang Islam' yang suka dengan mencari-cari kelemahan dan kesalahan penganut keyakinan orang lain. Kemana-mana yang dibacanya ayat² Injil, Weda dan Taurat. Luar biasa!"
Terus apakah kita akan berpikir bahwa apa yang dikatakan Zakir Naik bukan penistaan Agama karena dianggap mengatakan sesuatu yang benar?
Dan apa yang di katakan Ahok tentang ayat Al-Quran kemudian kita katakan sebagai penistaan agama dan pasti salah?
Kalo begitu cara berpikir kita lantas apa bedanya kita dengan Anak-anak yang memaksakan kehendaknya agar memiliki makanan yang sama dengan teman sepermainan nya??
Padahal apa yang diperbuat Zakir Naik itu kemudian ditiru oleh orang-orang Islam yang awam ilmu agama!"
Sehingga kemudian terjadilah penyesatan, penghinaan bahkan pengkafiran terhadap keyakinan yang berbeda.
Ada kata-kata bagus yang saya kutip dari FB salah seorang teman, begini.
"Atheis dimusuhi karena tidak bertuhan. Bertuhan dimusuhi karena tuhannya beda. Tuhannya sama dimusuhi karena nabinya beda. Nabinya sama dimusuhi karena alirannya beda. Alirannya sama dimusuhi karena pendapatnya beda. Pendapatnya sama dimusuhi karena partainya beda. Partainya sama dimusuhi karena pendapatannya beda."
Apa kamu mau hidup sendirian di muka bumi untuk memuaskan nafsu keserakahan mu??
Penulis : Jenar Tamer
Dan apa yang di katakan Ahok tentang ayat Al-Quran kemudian kita katakan sebagai penistaan agama dan pasti salah?
Kalo begitu cara berpikir kita lantas apa bedanya kita dengan Anak-anak yang memaksakan kehendaknya agar memiliki makanan yang sama dengan teman sepermainan nya??
Padahal apa yang diperbuat Zakir Naik itu kemudian ditiru oleh orang-orang Islam yang awam ilmu agama!"
Sehingga kemudian terjadilah penyesatan, penghinaan bahkan pengkafiran terhadap keyakinan yang berbeda.
Ada kata-kata bagus yang saya kutip dari FB salah seorang teman, begini.
"Atheis dimusuhi karena tidak bertuhan. Bertuhan dimusuhi karena tuhannya beda. Tuhannya sama dimusuhi karena nabinya beda. Nabinya sama dimusuhi karena alirannya beda. Alirannya sama dimusuhi karena pendapatnya beda. Pendapatnya sama dimusuhi karena partainya beda. Partainya sama dimusuhi karena pendapatannya beda."
Apa kamu mau hidup sendirian di muka bumi untuk memuaskan nafsu keserakahan mu??
Penulis : Jenar Tamer
Liputan6.com, Jakarta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membantah tudingan sebagai kelompok yang memantik kerusuhan di tengah demonstrasi 4 November. Organisasi kemahasiswaan ini berdalih ada orang tidak dikenal menyusup ke barisan aksi mereka.
"Kericuhan terjadi bakda Isya yang dipicu oleh masa yang tidak dikenal oleh kader HMI, dari mana asalnya dan siapa pemimpinnya masuk di barisan depan masa HMI, kemudian ribut dengan aparat sampai akhirnya aparat kepolisian menembakkan gas air mata," kata Ketua Umum PB HMI Mulyadi P. Tamsir dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/11/2016).
BACA JUGA
Massa HMI, Mulyadi melanjutkan, membubarkan diri ke belakang dan tidak kembali lagi ke depan Istana Merdeka. "Setelah itu baru terjadi kebakaran yang kami tidak tahu siapa pelakunya dan apa yang terbakar," ujar Mulyadi.
Mulyadi mengatakan, massa HMI saat itu berada di posisi depan di barisan aksi. Dia berdalih massa HMI terjepit saat hendak mundur bada Magrib.
"Namun karena posisi HMI berada di barisan paling depan, membawa mobil komando dan satu mobil Innova, maka tidak dimungkinkan untuk mundur. Sehingga kita duduk-duduk di sekitar mobil menunggu aksi selesai," kata Mulyadi.
"Masa aksi HMI hanya beratribut bendera kecil dengan tiang bambu belah sepanjang 1,2 meter, sehingga tidak mungkin menjebol barikade polisi," dia menambahkan.
Mulyadi juga membantah ada kabar yang menyebut terjadi benturan antara massa HMI dan FPI. "Tidak benar," kata dia.
Massa HMI yang ada di dua titik aksi, yaitu di Jalan Medan Merdeka Barat dan samping Kantor Sekretariat Negara, terlibat kericuhan dengan aparat. Mereka berupaya menerobos barikade polisi. Botol air mineral, batu, serta bambu dilempar ke arah aparat yang memilih diam dan tidak membalas.
Dua kelompok demonstran dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) terlibat kericuhan di tengah aksi di depan Istana Merdeka, tepatnya di depan RRI, dan sebelah kantor Sekretaris Negara arah Harmoni, Jumat 4 November 2016.
Sementara Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan menyebut kerusuhan bermula dari massa HMI yang hendak merangsek ke depan bada Isya.
"Pak mohon maaf, kita harus bagaimana, tadi massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) maju. Kita terpaksa membubarkan. Kalau tidak, anggota banyak yang terluka, kita harus bagaimana," ujar Iriawan saat menjelaskan penyebab kerusuhan kepada Menkopolhukam Wiranto.
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mulyadi P. Tamsir membantah pihaknya telah memprovokasi kerusuhan dalam demonstrasi Jumat, 4 November 2016. Mulyadi balik mengatakan kericuhan justru dipicu oleh sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Aksi Bersama Rakyat.
"Penglihatan kami, benturan tadi itu dari Aliansi Aksi Bersama Rakyat,” kata Mulyadi saat dihubungi Tempo, Jumat malam, 4 November 2016. Mulyadi mengatakan, posisi rombongan HMI pada awal demonstrasi memang berada di barisan paling depan. Namun setelah pukul 19.00, Mulyadi mengklaim mereka memutuskan untuk mundur.
Simak Pula
HOAX: Berita Ahok Mundur dari Pilkada DKI 2017Saat Demonstran Kepung Istana, Rupanya Ini yang Diperbuat AhokMulyadi menambahkan, anggota HMI tidak bisa mundur terlalu jauh saat itu. "Jarak kami dengan pagar Istana sekitar 30-50 meter,” kata dia. Menurut dia, kawat berduri di depan barisan HMI sudah terputus dan dimanfaatkan Aliansi Aksi Bersama Rakyat untuk menimbulkan kericuhan di depan Istana.
Hingga Jumat malam ini pukul 22.15 WIB, Tempo masih berupaya menghubungi perwakilan Aliansi Aksi Bersama Rakyat untuk mengkonfirmasi pernyataan Mulyadi.
Demonstrasi yang menuntut calon gubernur inkumben DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu segera diproses hukum semula berjalan damai hingga sore hari. Selepas magrib, kericuhan pecah. Aksi lempar batu dari demonstran dibalas polisi dengan tembakan gas air mata. Korban dari demonstran dan polisi berjatuhan, namun angkanya belum dapat dikonfirmasi.
VINDRY FLORENTIN
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Front Pembela Islam Rizieq Shihab memastikan ada dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan unjuk rasa 4 November 2016. Sayangnya, Rizieq menolak mengungkapkan siapa donatur utama kegiatan itu.
"Dananya jelas, unlimited (tak terbatas). Kenapa? Karena yang kasih dana Maha Kaya, yaitu Allah SWT," ujarnya usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Kamis malam, 3 November 2016.
Rizieq menjelaskan bahwa peserta unjuk rasa dari luar DKI Jakarta datang dengan inisiatif dan biaya perjalanan masing-masing. "Dari Sabang sampai Merauke mereka turun ke Jakarta dengan ongkos sendiri."
Sebelumnya, sempat santer beredar spekulasi bahwa aksi 4 November dibiayai partai politik yang berada di balik salahsatu kandidat calon Gubernur DKI Jakarta. Akibat isu itu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menggelar konferensi pers membantah keterlibatan Demokrat dalam pendanaan aksi 4 November. Sebelumnya Ikatan Alumni Universitas Indonesia juga sudah merilis pernyataan, membantah mendanai aksi ini.
Pada kesempatan yang sama, Rizieq Shihab menjanjikan unjuk rasa 4 November bakal berlangsung tanpa rusuh. Ketua Umum sekaligus Imam Besar FPI itu meminta aparat bersikap kooperatif terhadap para peserta unjuk rasa yang jumlahnya diperkirakan sangat masif. Rizieq pun berharap penjagaan satuan Polri dan TNI tak terlampau represif.
"Kalau ada tindakan yang membahayakan nyawa peserta aksi, menyiksa, atau menyakiti, kami wajib melakukan pembelaan diri terhadap umat Islam," tuturnya.
YOHANES PASKALIS
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama rencananya diperiksa Badan Reserse kriminal Mabes Polri pada Senin, 10 November 2016. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan, surat panggilan terhadap Basuki, yang lebih dikenal dengan sapaan Ahok sudah dilayangkan.
Ahok dilaporkan sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam terkait dugaan penistaan agama dalam pidatonya di depan warga Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Ahok disebut menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51 tentang kepemimpinan. Ahok sudah meminta maaf terkait ucapannya itu.
Sebelumnya, beberapa kasus penistaan agama yang pernah terjadi di Indonesia melibatkan Syamsuriati alias Lia Eden, pendiri Komunitas Eden. Wanita itu dinyatakan bersalah karena menyerukan penghapusan seluruh agama. Pada 2 Juni 2009 Lia Eden diganjar hukuman penjara dua tahun enam bulan.
Kasus lainnya seperti yang dituduhkan kepada Tajul Muluk alias Haji Ali Murtadho. Pemimpin syiah di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, itu dihukum dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang pada 12 Juli 2012. Tajul didakwa melakukan penodaan dan penistaan agama.
Antonius Richmond Bawengan juga didakwa melakukan penistaan agama. Dia menyebarkan sejumlah selebaran dan buku yang dianggap melecehkan keyakinan agama tertentu. Pada 8 Februari 2011 Antonius divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Temanggung.
Antonius Richmond Bawengan juga didakwa melakukan penistaan agama. Dia menyebarkan sejumlah selebaran dan buku yang dianggap melecehkan keyakinan agama tertentu. Pada 8 Februari 2011 Antonius divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Temanggung.
Ketentuan yang bisa dijeratkan bagi pelaku penistaan agama di Indonesia, setidaknya bisa merujuk pada dua dasar hukum. Pertama adalah Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Kedua, Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka yang dituduh melakukan penistaan agama itu, yakni Lia Eden, Tajul Muluk, Antonius dijerat dengan Pasal 156a KUHP.
Mereka yang dituduh melakukan penistaan agama itu, yakni Lia Eden, Tajul Muluk, Antonius dijerat dengan Pasal 156a KUHP.
1. Penetapan Presiden RI
Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 ditetapkan di Jakarta pada 27 Januari 1965. Ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Tercatat dalam lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3.
Dalam Penetapan Presiden itu diuraikan:
a. Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
b. Pasal 2
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
b. Pasal 2
Ayat 1, Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah danperingatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Ayat 2, Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
c. Pasal 3
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
d. Pasal 4
Pasal ini mengambil Pasal 156a KUHP. Pasal 156 KUHP menguraikan, barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
2. Pasal 156a KUHP
Aturan lain yang bisa diterapkan untuk tuduhan penistaan agama adalah Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 itu pernah diujimaterialkan di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Para pemohon adalah Abdurrahman Wahid, Imparsial, Elsam, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M. Dawam Raharjo, Maman Imanul Haq, serta Musdah Mulia.
Pemerintah, yang saat itu diwakili Menteri Agama Suryadharma Ali berpendapat ketentuan itu masih diperlukan. Menurut Suryadharma Ali bila ketentuan itu dicabur bisa menimbulkan konflik sosial yang berpotensi terpicu. "Ini yang tidak kita harapkan," kata dia di Mahkamah Konstitusi pada 4 Februari 2010.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
2. Pasal 156a KUHP
Aturan lain yang bisa diterapkan untuk tuduhan penistaan agama adalah Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 itu pernah diujimaterialkan di Mahkamah Konstitusi pada 2010. Para pemohon adalah Abdurrahman Wahid, Imparsial, Elsam, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M. Dawam Raharjo, Maman Imanul Haq, serta Musdah Mulia.
Pemerintah, yang saat itu diwakili Menteri Agama Suryadharma Ali berpendapat ketentuan itu masih diperlukan. Menurut Suryadharma Ali bila ketentuan itu dicabur bisa menimbulkan konflik sosial yang berpotensi terpicu. "Ini yang tidak kita harapkan," kata dia di Mahkamah Konstitusi pada 4 Februari 2010.
EVAN KOESUMAH | PDAT | SUMBER DIOLAH TEMPO
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Penjaringan Jakarta Utara, Komisaris Bismo Teguh membantah adanya informasi eksodus warga keturunan Cina yang tinggal di Pantai Mutiara akibat rencana unjuk rasa pada Jumat, 4 November 2015.
"Tidak ada, itu info hoax," kata Bismo kepada Tempo pada Kamis, 3 November 2016.
Bismo mengatakan semua wilayah di Kecamatan Penjaringan, termasuk Pantai Mutiara aman. Semua warga yang tinggal di tempat itu beraktivitas seperti biasanya.
Apalagi pihaknya juga telah mengajak diskusi berbagai elemen masyarakat sekitar untuk mengamankan wilayah menjelang demo besar-besaran yang menuntut Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diproses secara hukum karena diduga menistakan Islam dan Al Quran.
Meski demikian, Bismo tetap mewaspadai terkait rencana demo pada besok tersebut. Pihaknya telah mengerahkan 160 personel gabungan untuk mengamankan wilayah Penjaringan, khususnya Pantai Mutiara. Personel gabungan itu berasal dari Brigade Mobil (brimob), jajaran polsek, TNI, dan elemen masyarakat.
Bismo juga telah mengantisipasi jika ada massa demonstran yang datang berusaha masuk wilayah Pantai Mutiara. Mengingat di tempat itu adalah kawasan rumah Ahok. Sejauh ini semua petugas telah didistribusi untuk pengamanan siaga tingkat satu.
Selain itu, Bismo juga menjamin akan mengamankan para pasangan calon Gubernur DKI Jakarta yang berkampanye di Penjaringan. Pihaknya mengamankan wilayah dari Kamal, Pejagalan, Muara Baru, Penjaringan, Pluit, hingga Pantai Mutiara.
"Titik-titik pengamanan sudah saya kantongi," ujar dia. Dia juga menegaskan sejauh ini kawasan Pantai Mutiara kondusif. Jika ada demonstran yang datang, pihaknya juga siap mendatangkan bantuan pengamanan tambahan dari Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, beredar informasi warga keturunan Cina yang tinggal di kawasan Pluit hingga Pantai Mutiara resah. Mereka eksodus pergi dari Jakarta karena alasan kemananan jelang demonstrasi. Tapi informasi itu belum terkonfirmasi.
AVIT HIDAYAT
RMOL. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengajak seluruh elemen bangsa untuk menahan diri dan saling menghormati terkait aksi 4 November.
Dia mengingatkan bahwa baik yang ikut demo atau yang tidak, semuanya Pancasilais dan bersaudara sebagai anak bangsa. Pancasilais adalah penganut ideologi Pancasila yang baik dan setia.
"Yang turun ke jalan juga saudara-saudara kita yang Pancasilais. Jadi mari hormati ekspresi dan sikap masing-masing. Jaga persaudaraan kita," ucap Zul mengajak.
Ketua umum PAN ini juga menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen Presiden Jokowi untuk tidak mengintervensi kasus hukum dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki T Purnama "Ahok".
"Kita apresiasi komitmen Presiden Jokowi untuk objektif dan independen. Dengan begitu kepolisian bisa mengusut kasus ini dengan terbuka, tanpa rekayasa dan memenuhi rasa keadilan masyarakat," ungkapnya.
Terakhir, Zul berharap semoga kasus ini bisa menjadi introspeksi bagi pemimpin, untuk menjaga ucapannya.
"Semoga kasus ini menjadi introspeksi bagi kita semua. Pemimpin seharusnya merawat kebhinnekaan dan menjaga persatuan. Jangan melampaui batas," tutupnya. [rus]
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan membantah pemberian beasiswa provinsi untuk mahasiswa Universitas Padjadjaran diskriminatif. “Bukan persyaratan, baca yang bener atuh, baca yang bener. Gak salah baca itu? Gagal paham,” kata dia di Bandung, Kamis, 5 Oktober 2016.
Media sosial diramaikan dengan viralnya surat dengan logo Universitas Padjadjaran mengenai beasiswa pemerintah Jawa Barat. Pada butir tiga persyaratan khusus penerima beasiswa itu disebutkan “Prioritas pada mahasiswa berprestasi di bidang hapal Al Quran minimal lima juzz, olahraga, seni, budaya, sains, teknologi dan komunikasi dibuktikan dengan sertifikat dari pihak berwenang.” Persyaratan hapal Al Quran itu yang ramai dituding diskriminatif.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, beasiswa itu diberikan pada calon penerima yang dinilai memiliki prestasi. “Diskriminasi kalau yang hafal Al Quran saja yang diberi beasiswa, ini mah dari sejumlah prestasi yang dihargai, salah satunya yang di apresiasi adalah hafalan Al Quran,” kata dia.
Menurut dia, salah satu alasan mencantumkan penghafal Al Quran sebagai “prestasi” karena sulit menghafalnya. “Itu hanya salah satu kriteria, ada prestasi di bidang seni, olahraga, dan di bidang akademik sendiri diberi penghargaan beasiswa,” kata Aher.
Bagaimana dengan agama lainnya? “Masalahnya hapalan Bible kan gak ada, kalau ada, kita hargai juga sama,” kata Aher.
Aher mengatakan, beasiswa pada penghafal Al Quran yang digunakan Jawa Barat saat ini diklaimnya bukan yang pertama. Universitas Padjadjaran terhitung baru. “Ada enam sampai sepuluh perguruan tinggi negeri yang sudah melakukan itu, Unpad baru mau. Pertanyaannya kenapa diributin, ributin tuh yang sepuluh yang sudah. Salah satunya UIN, UNS, ada daftarnya. Jabar karek erek geus ribut,kalau yang lain geus, teu ribut-ribut,” kata dia.
Menurut Aher, dari semua penerima beasiswa pemerintah Jawa Barat untuk program S1, S2, dan S3 hanya sedikit yang lolos karena hafalan Al Quran. “Kemarin hampir 6 ribuan yang diberi beasiswa tahun 2015, yang hafal Al Quran paling 6 orang,” kata dia.
Aher mengatakan, beasiswa yang diberikan sebelumnya bukan permanen, tahun depan penerima belum tentu menerima lagi beasiswa itu. “Mulai tahun ini kita ingin lebih fokus beasiswanya. Kita ingin memberi beasiswa satu siklus, sampai tamat, makanya kita pilih betul, orientasinya betul-betul prestasi,” kata dia.
Menurut Aher, kemungkinan penerima beasiswa bakal anjlok jumlahnya mulai tahun ini. Penilaian prestasi yang jadi pertimbangan penerima beasiswa juga akan lebih ketat. “Kalau kemarin sampai 6 ribu orang, tahun ini mungkin hanya seribu orang atau 500 orang,” kata dia.
AHMAD FIKRI
Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa insiden pemukulan di bus Transjakarta yang dialami seorang warga bernama Andrew Budikusuma adalah bentuk teror.
Oknum yang telah melakukan pemukulan tersebut sebelumnya meneriakkan nama Ahok, panggilan akrab Basuki.
Andrew adalah warga yang mengaku mendapat perlakuan rasial dan kekerasan fisik.
"Mereka kalau ketemu saya, dia mana berani gebukin saya gitu lho? Itu namanya teror saja. Coba dia berani ngulang lagi enggak? Itu kan cuma cara teror yang kampungan, orang-orang pengecut yang munafik, tahu enggak," kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Menurut Ahok, sebelumnya pihaknya sudah terbiasa menerima berbagai bentuk teror.
"Mau ke sini , tapi takut. Jadi cuma mau teror di luar, itu cuma orang pengecut saja. Iya dong, jelas itu manggil Ahok.. Ahok, padahal tampangnya beda kok," kata Ahok.
Kisah Andrew yang dipukuli oleh orang tak dikenal di halte transjakarta JCC arah Pluit menjadi viral di media sosial. Saat ini, dia berencana melaporkan kasusnya kepada Polda Metro Jaya dengan mengantongi barang bukti berupa rekaman CCTV serta hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit Siloam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran Subdit IV Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya telah menangkap AT (41), pelaku penyebaran ujaran kebencian di media sosial, Facebook, terkait insiden di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada Sabtu (30/7/2016).
Berdasarkan pengakuan pelaku, dia menyebarkan ujaran kebencian itu karena merasa kecewa terhadap pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
"Dari hasi pemeriksaan yang bersangkutan alasanya memang selama ini tidak puas dengan pemerintahan yang ada. Kondisi ekonomi dan harga-harga naik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, kepada wartawan, Selasa (2/8/2016).
AT teridentifikasi menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, Facebook, terkait insiden di Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara, pada Sabtu (30/7/2016).
Atas perbuatan itu, dia ditangkap di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/8/2016).
Penangkapan AT dilakukan setelah, aparat kepolisian melakukan penyelidikan melalui media internet (Cyber Patrol).
Pelaku menulis informasi di akun Facebook yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan.
Pelaku membuat akun Facebook menggunakan handphone dengan nama AT.
Pelaku menulis informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (sara).
Pelaku menyebutkan "Tanjung Balai Medan Rusuh 30 Juli 2016 6 Vihara dibakar buat Saudara Muslimku mari rapatkan barisan... Kita buat tragedi 98 terulang kembali Allahu Akbar...".
Atas perbuatan itu, pelaku telah diamankan. Dia diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau 160 KUHP.
Pelaku diancam pidana Pasal 45 ayat (2) pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).
Pasal (1) pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).
Selain mengamankan pelaku, aparat kepolisian turut menyita barang bukti berupa satu buah Laptop, dua buah Handphone, dan satu buah Tab.
Apalagi tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat pemudaMuhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, kerusuhan tersebut berujung terhadap pembakaran sejumlah Vihara.
"Apapun alasannya pembakaran Rumah Ibadah adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir dan merusak tatanan keberagaman Indonesia khususnya, Sumatera Utara," ujar Dahnil ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (30/7/2016).
Untuk itu sebagai pimpinan Dahnil pun langsung meminta anggotanya Pemuda Muhammadiyah di daerah Tanjung Balaidan sekitarnya untuk ikut menjaga kondusivitas.
Bukan itu saja, Pemuda Muhammadiyah akan menjaga dialog yang intensif dengan berbagai kelompok untuk mencegah terjadinya kekerasan dan kerusuhan bernuansa SARA.
Sebagai putra daerah Sumatera Utara, Dahnil mengajak berbagai tokoh lintas etnis dan agama untuk aktif menenangkan dan memberikan pemahaman kepada semua kelompok bahwasanya kekuatan sejati masyarakat Sumut adalah penghormatan terhadap keberagaman dan toleransi.
Lebih lanjut kata dia, Sumatera Utara selama ini dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi toleransi dan menghormati keberagaman.
Untuk itu dia mendorong aparatur hukum harus bertindak tegas terhadap siapa saja yang berusaha merusak keberagaman dan toleransi tersebut.
Dia juga mengingatkan sikap saling menghormati antar sesama pemeluk agama dan etnis harus terus dirawat.
"Dan sikap arogansi etnisitas tidak punya tempat di Indonesia termasuk Sumatera Utara," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting meminta seluruh masyarakat diTanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara tetap tenang dan menjaga kondusivitas pascakericuhan, Jumat (29/7/2016) malam.
Rina meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi.
"Jika ada informasi-informasi mengenai kerusuhan ini, janganlah sampai kembali melakukan perusakan. Kita semua harus sama-sama menjaga kondusifitas di Sumatera Utara," ungkap Rina, Sabtu (30/7/2016) siang.
Ia menjelaskan, seluruh elemen masyarakat diminta bekerjasama meredam situasi. Rina meminta agar kasus ini tidak terlalu dikembang-kembangkan, serta dibumbui dengan isu yang bukan-bukan.
"Selama ini Kota Tanjung Balai dikenal sebagai kota yang kondusif. Di sana, adalah kota yang heterogen dengan berbagai suku budaya," ujarnya.
Sebelumnya, kericuhan yang nyaris berujung SARA ini bermula dari keluhan seorang warga etnis Tionghoa bernama Meliana (41) warga Jl Karya Kelurahan Tanjung Balai Kota, Kecamatan Tanjung Balai Selatan Kota, Tanjung Balai, Sumatera Utara terhadap suara azan yang dikumandangkan di Masjid Al Maksum Jl Karya.
Sebelum kericuhan meledak, Meliana mendatangi nazir masjid meminta agar suara azan tidak dikumandangkan begitu keras.
Atas keluhan ini, jamaah masjid protes dan didengar warga hingga terjadilah kerusuhan dan pembakaran vihara.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kerusuhan di Tanjungbalai, Jumat (29/7/2016) malam, menyebabkan satu vihara dan empat kelenteng hangus terbakar.
Informasi dihimpun Sumut Pos dari sumber di kepolisian menyebutkan, awalnya seorang warga etnis Tionghoa inisial Mel (41), warga Jalan Karya Kel TB Kota I Kec Tj Balai Selatan Kota Tj Balai meminta seorang nazir masjid Almaksum di Jalan Karya, dengan maksud agar mengecilkan volume speaker mikrofon yang ada di masjid. Menurut Nazir Masjid, permintaan tersebut telah diungkapkan beberapa kali.
Pada Jumat malam sekira pukul 20.00 Wib usai salat isha, jamaah dan nazir masjid menjumpai Mel ke rumahnya. Pertemuan memanas hingga Kepling mengamankan Mel dan suaminya ke Kantor Lurah dan selanjutnya ke Polsek Tj Balai Selatan.
Setibanya di Polsek, selanjutnya dilakukan pertemuan dengan melibatkan Ketua MUI, Ketua FPI, Camat, Kepling dan tokoh masyarakat.
Pada saat bersamaan, massa mulai banyak berkumpul yang dipimpin oleh kelompok elemen mahasiswa dan melakukan orasi di depan kantor polisi. Selanjutnya, massa diimbau dan sempat membubarkan diri.
Namun pada pukul 22.30 Wib, konsentrasi massa kembali berkumpul, diduga setelah mendapat informasi melalui media sosial (facebook) yang diposting oleh salah seorang aktivis atas nama Andian Sulin SH.
Selanjutnya, massa kembali mendatangi rumah Mel di Jalan Karya dan berupaya hendak membakar rumah Mel. Namun upaya itu gagal dilarang oleh warga sekitar yang khawatir kebakaran merembet ke rumah sekitar.
Namun massa semakin banyak dan semakin emosi. Selanjutnya massa bergerak menuju Vihara Juanda yg berjarak sekitar 500 meter dari Jalan Karya dan berupaya membakarnya. Untunglah upaya mereka dihadang oleh personil Polres Tj Balai. Massa melampiaskan emosi dengan melempari vihara dengan batu hingga vihara mengalami kerusakan.
Selanjutnya massa bergerak ke Pantai Amir dan merusak serta membakar satu unit vihara dan 3 unit klenteng serta 3 unit mobil dan 3 unit sepeda motor dan 1 unit betor. Kemudian di Jalan Sudirman, massa merusak satu unit klenteng.
Jalan Hamdoko merusak 1 unit klenteng dan 1 unit praktek pengobatan Tionghoa serta 1 unit sepeda motor
Di Jalan KS Tubun, massa merusak 1 unit klenteng dan satu unit bangunan milik Yayasan Putra Esa di Jl Nuri.
Di Jalan KS Tubun, massa merusak 1 unit klenteng dan satu unit bangunan milik Yayasan Putra Esa di Jl Nuri.
Di Jalan Imam Bonjol, massa membakar 1 unit Vihara.
Dj Jalan WR Supratman massa merusak isi bangunan Yayasan Sosial dan merusak 3 unit mobil.
Di Jakan Ahmad Yani, massamerusak pagar Vihara.
Di Jalan Ade Irma, massa membakar 1 unit klenteng.
Mengatasi kerusuhan tersebut, Polresta Tanjungbalai melakukan koordinasi dengan aparat keamanan terkait termasuk dengan Polres terdekat. Juga berkoordinasi dengan Muspida, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Polisi juga mengimbau dan menghalau massa agar membubarkan diri. Serta berjaga di berbagai vihara dan klenteng.
Sekira pukul 04.30 pagi, konsentrasi massa akhirnya mulai membubarkan diri. (me)
Berlebihannya Tokoh dan Parpol Hadapi Ahok
Berlebihannya Para Tokoh dan Parpol Hadapi Ahok
Penulis: Robigusta Suryanto
Assalamua'laikum. Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrohim
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada untuk DKI Jakarta masih terbilang jauh. Namun gegap gempita penyambutannya luar biasa. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok saja sudah melakukan kejut gerilya di setiap-setiap wilayah Ibukota melalui sikapnya. Bahkan ada tim yang dinamakan 'Teman Ahok' untuk mewadahi suara. Tim Ahok ini bertugas melakukan safari "liar", propaganda ke mall-mall. Entah ini bagian pelanggaran atau tidak. Tetapi yang jelas bagi penulis ini merupakan bagian dari kampanye terselubung. Namun Ahok sebagai Gubernur bisa saja mengatakan bahwa itu bukan dari usul dirinya. Benar. Karena Ahok sendiri tidak langsung turun ke jalan.
Kembali ke tim. Tim Ahok ini melakukan demikian (baca: manuver) sudah terbilang cukup lama. Tepatnya tahun lalu. Aktivitas mereka pun sudah diketahui banyak publik. Mulai dari pengumpulan copy-an Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga penyuluhan 'mengapa memilih Ahok kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta'. Alasan Tim ini simpel: karena Ahok dinilai tegas dan tidak korupsi.
Tim ini "menjajakan" dirinya dengan membangun stand atau tempat "suara" dukungan untuk Ahok.
Tim Ahok ini tidak hanya memperluas jaringannya melalui dunia nyata. Face to face. Akan tetapi Tim ini pun juga bergerak ke hampir setiap lini jaringan media sosial, salah satunya Twitter. Dalam jaringan Twitter mereka begitu massif menggelontorkan sisi positif Ahok. Nyaris tanpa kelemahan sama sekali. Dan itu sebetulnya tidak sehat. Karena yang kita tahu manusia pastilah ada sisi buruknya. Namun Tim ini seakan menutupinya. Sebut saja dugaan terindikasinya Ahok melakukan korupsi terhadap rumah sakit Sumber Waras. Atau juga dugaan ia bermain terhadap pengadaan UPS.
Untuk indikasi pengadaan RS Sumber Waras, misalnya jika dilihat dan dinilai cukup senyap dari pemberitaan. Kasus yang lama dan ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuanga (BPK) ini tidak kunjung "dieksekusi". Entah apa masalahnya. Padahal bukti dari BPK, lembaga yang mempunyai kredibel dan keadilan telah cukup memadai. Bahkan ormas yang peduli akan nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah datang berkali-kali agar Ahok diperiksa. Namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata.
KPK sebagai lembaga antirasuah memang pernah mengeluarkan pernyataan bahwa akan memanggil Ahok untuk dimintai keterangan. Akan tetapi hingga saat ini, Mantan Bupati Bangka Belitung tidak kunjung dipanggil. Masih samar.
Jangan Berlebihan Menghadapi Ahok
Kemarin, tepatnya hari Jum'at (12/02/2016) di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat sedang berlangsung "penyaringan" untuk Calon Gubernur. Acara ini digawangi oleh partai Gerindra. Dan hadir pula beberapa tokoh di sana. Dari sekian banyaknya tokoh sebagaimana yang terdapat dalam undangan, ada salah satu orang yang telah mendeklarasikan ia sebagai calon Gubernur, yaitu Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Adyaksa Dault.
Adyaksa baru saja mendeklarasikan dirinya tahun lalu. Meski dikatakan teralalu cepat, namun jika dilihat gegap gempitanya pemilihan tahun depan tentunya sah-sah saja. Karena proses untuk mengenal diri lebih jauh dibutuhkan sejak dini.
Mantan Menpora ini pada waktu mendeklarasikan dirinya didukung oleh berbagai tokoh dan aktivis pergerakan. Namun yang menurut penulis kurang hingga saat ini ia belum dapat dukungan resmi dari partai politik, khususnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang pernah menaunginya.
Setelah didaulatnya Adyaksa ternyata tidak membuat sebagain tokoh ataupun aktivis pergerakan puas. Dalam pertemuan yang dipelopori Gerindra tersebut, misalnya ada beberapa orang yang hadir. Ada yang berlatarbelakang pengusaha, pakar hukum dan lain-lain. Acara tersebut dimaksudkan memilih calon dari rating yang ada. Hal ini terlihat tersirat penulisan nama-nama tokoh yang terdapat dalam undangan. Di sisi lain tidak lama ini telah ada pula dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mendaulat musisi Ahmad Dhani sebagai calon Gubernur. Tetapi hal ini belum final karena dari DPP PKB sendiri belum mengeluarkan pernyataan dukungannya secara resmi.
Silahkan saja banyak calon untuk memimpin Jakarta. Hanya saja enulis melihat, apa yang dilakukan beberapa tokoh dan partai merupakan bagian dari intrik untuk memecah belah suara, khsususnya suara umat Islam. Umat dibuat linglung, "kepada siapa mereka dapat dituntun?"
Jakarta, walau ditinggali oleh bermacam suku atau etnis dan agama tetapi umat Islam adalah sasaran utamanya dari intrik ini. Suara yang dapat dimainkan ini dimaksudkan untuk membuyarkan suara mayoritas terhadap banyak calon (nantinya). Sehingga nanti pada hari 'H' suara mengecil karena terbagi-bagi. Sedangkan 'Teman Ahok' yang saat ini telah didukung partai Nasdem, juga sejak awal telah gerilya akan mendapatkan suara besar karena secara otomatis suaranya akan mengerucut. Merek SATU. Suara besar ini didapat karena tidak seperti "kita" yang cuma sibuk membentuk nafsu kebenaran sendiri. Tidak melihat sisi positif besar ke depan umat, yang selama Ahok menjabat jauh dari prestasi atau gebrakan. Banjir dan macet salah satu dari sekian warna kesemrautan Jakarta. Dan itu tidak cukup membuat tokoh-tokoh Islam atau nasionalis menyadarinya.
Umat butuh bimbingan. Umat butuh persatuan. Dan umat tidak butuh sikap ababil para tokoh ataupun aktivis Islam, serta nasionalis. Tentunya Gerindra tahu (sebagai partai nasionalis) jika melihat Ahok. Karena Ahok mantan anggota dari partai besutan Prabowo Subianto tersebut. Dan kemungkinan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama (baca: membesarkan anak macan).
Gerindra ataupun partai lain (khusus berbasis agama Islam) harus satu suara jika ingin dapatkan kemenangan. Singkirkan ego atau merasa benar sendiri. Ingat, masa depan Jakarta lima tahun ke depan!
Saran penulis, dahulukan untuk kebaikan bersama daripada untuk kelompok atau golongan. Untuk aktivis Islam mari bersatu ke partai yang telah jelas "memusuhi" Ahok. Jangan membuat kembali garis lain untuk menjadi rival. Selain itu tetap hati-hati dengan penyusup yang datangnya tidak diduga-duga. Karena penyusup ini tidak akan bisa diam melihat umat Islam mempunyai pemimpin yang jauh lebih baik dari saat ini.
Wallahua'alam bishawab.
TEMPO.CO, Jakarta - Bukan pertama kali ini insiden di Papua menyeret Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Lima tahun lalu, tepatnya 17 Maret 2010, seorang pendeta sidang gereja GIDI Toragi, Distrik Tinggi Nambut, bernama Kinderman Gire tewas setelah dianiaya anggota Tentara Nasional Indonesia. Warga Puncak Jaya itu ditangkap karena dicurigai sebagai bagian kelompok bersenjata di wilayah itu.
Atas kasus ini, pada Agustus 2011, Pengadilan Militer Jayapura menghukum tiga tersangka, yakni Prajurit Satu Hasirun (6 bulan penjara), Prajurit Dua Hery Purwanto (15 bulan), dan Sersan Satu Saut Sihombing (7 bulan). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sempat memprotes putusan tersebut lantaran TNI tak mengusut peristiwa pembunuhan, melainkan hanya menerapkan sangkaan melanggar perintah.
Inilah sepenggal riwayat GIDI:
- 1955: Misionaris gereja pertama kali tiba di Tolikara pada 25 Maret 1955.
- 1962: Jemaat pertama yang dibaptis terdiri atas sembilan orang.
- 1963: Gereja dinamai Gereja Injili Irian Barat (GIIB) pada 12 Februari 1963.
- 1971: GIIB berganti nama menjadi Gereja Injili Irian Jaya (GIIJ).
- 1988: GIIJ berganti nama menjadi Gereja Injili di Indonesia.
Perintis:
Organisasi misionaris asal Australia, yaitu Unevangelised Fields Mission (UFM) dan The Asia-Pacific Christian Mission (APCM)
Wilayah:
Delapan wilayah pelayanan, yakni Bogo, Toli, Yamo, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Pantai Utara, Pantai Selatan, dan Jasumbas.
Aset:
- Dua rumah sakit swasta, yaitu Klinik Kalvari di Wamena dan Rumah Sakit Immanuel di Mulia.
- Sekolah: TAKIN, SAID.
- Perguruan tinggi: STT GIDI di Sentani.
- Sekolah Alkitab berbahasa daerah (lokal): tujuh.
- TK-PAUD: lima.
- SMP dan SMA: sembilan.
Semuanya tersebar di seluruh wilayah GIDI
Status hukum:
Terdaftar di Kementerian Agama melalui ketetapan nomor E/Ket/385-1745/76, yang kemudian diperbarui melalui ketetapan F/Ket/43-642/89 pada 1989.
Anggota jemaat: 976.000 jiwa
Kerja sama dengan Gereja Injili di luar negeri: Israel, Papua Nugini, Palau, Belanda, Aboriginal, Yunani, Pakistan, dan Etiopia.
EVAN | AGOENG WIJAYA | Sumber: Diolah GIDI Indonesia
Berdasarkan keterangan dari Kapolres Bantul, AKBP Dadiyo menceritakan peristiwa ini terjadi sekitar pukul 02.30 WIB, pelaku meletakkan ban yang telah tersulut api di pintu masuk gereja. "Jadi bakarnya pakai ban," ujarnya, Selasa (21/7/2015).
Dirinya meminta kepada masyarakat untuk tidak mudah tersulut provokasi. Untungnya kobaran api tidak sampai melahap seluruh bangunan gereja, karena tetangga setempat yang beragama Muslim sudah terlebih dulu berupaya memadamkan api.
Hingga kini pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan siapa pelaku pembakaran tersebut. "Kami belum mengetahui siapa pelaku penyerangan ini, karena masih diselidiki," tambahnya.
Otoritas pemilik gereja juga telah diperiksa mengenai kasus kebakaran tersebut. Ia juga meminta semua pihak tidak mudah tersulut provokasi atas hal-hal berbau konflik keagamaan. [ton]
- See more at: http://nasional.inilah.com/read/detail/2223529/pintu-gereja-baptis-di-bantul-dibakar#sthash.0FLR0j5F.dpuf
Pembatasan itu diinstruksikan dalam rapat bersama puluhan pendeta di Kota Kediri di Gereja Getsmany, Selasa siang, 21 Juli 2015. Mereka merundingkan kegiatan peribadatan umat pascakerusuhan yang terjadi di Papua, Jumat pekan lalu.
“Kami mengimbau kepada seluruh umat kristiani dan pengurus gereja untuk membatasi kegiatan ibadah di dalam gereja atau gedung saja,” kata Kapolresta Kediri Ajun Komisaris Besar Bambang Widjanarko, Selasa, 21 Juli 2015.
Selain itu, Bambang juga meminta kepada setiap pengurus gereja untuk menjadi polisi dalam gereja. Tak hanya membantu kegiatan peribadatan, pengurus juga harus memantau situasi keamanan jemaat dan segera melaporkan ke polisi jika terjadi ancaman. “Kami juga tempatkan personel 24 jam dalam sehari di lingkungan gereja,” kata Bambang.
Pendeta Gereja Getsmany, Timotius Kabul, berterima kasih atas perhatian polisi terhadap jemaat gereja. Pengawasan ini, menurutnya, memberi rasa aman dalam beribadah meski sebenarnya dia tak terlalu khawatir adanya ancaman tersebut di Kediri. “Setidaknya jemaat merasa aman,” katanya.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri Achmad Subakir juga menganggap pengamanan polisi itu berlebihan. Sebagai warga asli Kediri yang sudah lama berinteraksi dengan tokoh-tokoh agama, dia menilai tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang sikap toleransi beragama di Kediri.
Bakir khawatir sikap berlebihan polisi ini justru akan memancing pihak tertentu untuk melakukan upaya provokasi. Jika jemaat gereja merasa ketakutan dan terancam, dia juga mempersilakan warga meminta bantuan Banser untuk membantu pengamanan peribadatan mereka.
HARI TRI WASONO
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat berkunjung ke Kabupaten Tolikara, Papua, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meresmikan pembangunan rumah ibadah pascainsiden yang terjadi bertepatan di Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah.
"Tadi pagi saya meletakkan batu pertama dimulainya pembangunan kembali musala bertempat di halaman kantor Koramil di Tolikara bersama tokoh agama, Pangdam dan Bupati," ujar Tjahjo dalam keterangannya, Selasa (21/7/2015).
Selain meresmikan pembangunan rumah ibadah, Tjahjo mengatakan pihaknya telah melakukan rapat bersama instansi terkait agar segera memulihkan kecemasan masyarakat dan ekonomi di Papua.
"Membangun segera dengan bakti karya TNI dan Pemda untuk pembangunan kios-kios yang terbakar, atau rusak terbakar," kata Tjahjo.
Tjahjo juga meminta kepada Gubernur Papua untuk segera turun ke warga Papua. Selain itu, dia juga meminta TNI dan Polri untuk membangun posko penjagaan sementara di batas masuk Kabupaten Tolikara agar warga di luar Kabupaten bisa terpantau.
Tjahjo mengatakan saat ini situasi di Tolikara aman dan tenang. Bahkan warga dan TNI bergotong-royong membersihkan reruntuhan puing-puing kios dan musala yang terbakar.
"Saya minta Bupati dan DPRD Tolikara mencari arsip apakah benar ada Perda tentang ibadah agama tertentu yang boleh di Kabupaten Tolikara. Kalau perlu DPRD bahas kembali Perda tersebut kalau pernah ada," kata Tjahjo.
"Tadi pagi saya meletakkan batu pertama dimulainya pembangunan kembali musala bertempat di halaman kantor Koramil di Tolikara bersama tokoh agama, Pangdam dan Bupati," ujar Tjahjo dalam keterangannya, Selasa (21/7/2015).
Selain meresmikan pembangunan rumah ibadah, Tjahjo mengatakan pihaknya telah melakukan rapat bersama instansi terkait agar segera memulihkan kecemasan masyarakat dan ekonomi di Papua.
"Membangun segera dengan bakti karya TNI dan Pemda untuk pembangunan kios-kios yang terbakar, atau rusak terbakar," kata Tjahjo.
Tjahjo juga meminta kepada Gubernur Papua untuk segera turun ke warga Papua. Selain itu, dia juga meminta TNI dan Polri untuk membangun posko penjagaan sementara di batas masuk Kabupaten Tolikara agar warga di luar Kabupaten bisa terpantau.
Tjahjo mengatakan saat ini situasi di Tolikara aman dan tenang. Bahkan warga dan TNI bergotong-royong membersihkan reruntuhan puing-puing kios dan musala yang terbakar.
"Saya minta Bupati dan DPRD Tolikara mencari arsip apakah benar ada Perda tentang ibadah agama tertentu yang boleh di Kabupaten Tolikara. Kalau perlu DPRD bahas kembali Perda tersebut kalau pernah ada," kata Tjahjo.
Mendagri dan rombongan tiba di Tolikara, Selasa (21/7/2015) sekitar pukul 08.00 WIT langsung melakukan rapat dengan Muspida kabupaten Tolikara di kediaman Bupati Tolikara sekitar 1 jam. Politisi PDIP itu kemudian melanjutkan peninjauan ke lokasi kejadian di jalan Irian dan kompleks Koramil Tolikara, kemudian bertemu dengan pengungsi.
Usai dialog dengan korban kebakaran, Mendagri juga menyerahkan 100 buah kitab suci Alquran kepada para umat muslim yang berada di tempat pengungsian.
Warga meminta kepada Mendagri agar pemerintah segera membangun kembali tempat tinggal dan musala yang terbakar. Mendagri mengatakan pemerintah akan segara membangun kembali rumah-rumah dan musala yang terbakar tersebut.
"Akan dilakukan pembangunan rumah dan musala yang terbakar kembali," katanya.
Kemudian Mendagri ke lokasi kebakaran yang sejak pagi telah dilakukan pembersihan oleh anggota TNI dan Polri, dan melakukan peletakan batu pertama pembangunan kembali rumah, toko dan musala yang terbakar.
Saat peletakan batu pertama, Tjahjo didampingi Bupati Tolikara, Pangdam XVII/ Cenderwasih dan Muspida Tolikara serta tokoh agama muslim dan kristen.
Usai meletakkan batu pertama di lokasi kebakaran, Mendagri mengunjungi salah satu korban penembakan yang berada di Rumah Sakit Tolikara bernama Lenis Wandikbo yang kena luka serpihan peluru.
Mendagri Tjahjo Kumolo punya penilaian sendiri terkait insiden yang terjadi saat hari raya Idul Fitri itu. Tjahjo meyakini masalah ini bukanlah persoalan suku, ras dan agama (SARA), melainkan hanya masalah emosional warga.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo dan rombongan sekitar pukul 12.00 WIT meninggalkan Tolikara menggunakan pesawat Caravan PK-DLY menuju Sentani, Jayapura.
(mad/mad)
Terkait dengan kejadian itu agar umat beragama di seluruh Indonesia tidak terprovokasi. Jangan sampai terpancing yang akhirnya merugikan banyak pihak dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kejadian di Purworejo itu sangat disayangkan. Apa pun alasannya tidak dapat dibenarkan. Mengusik ketenangan yang selama ini warganya selalu hidup rukun dan saling bantu membantu meskipun beda agama," ujar pengamat kepolisian Aqua Dwipayana saat diminta tanggapannya tentang ini pada Selasa (21/7/2015).
Pakar komunikasi ini berharap agar polisi dapat segera mengungkap dengan tuntas kasusnya. Sehingga tidak menimbulkan keresahan pada umat kristen yang biasanya menggunakan gereja tersebut sebagai tempat beribadah.
Selain itu, ungkap Aqua, agar tidak menimbulkan rasa saling curiga antar umat beragama di sekitar gereja tersebut. Jangan sampai kejadian itu membuat hubungan antar umat beragama di sana jadi renggang.
Seperti diberitakan kepolisian menangani kasus pembakaran pintu gereja yang terjadi di Purworejo, Jawa Tengah. Namun Polda Jateng mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kerukunan umat beragama.
Dari informasi yang dihimpun, peristiwa diketahui hari Senin (20/7) sekira pukul 05.30 tepatnya di Gereja Kristen Jawa Tlepok, Desa Tlepok Wetan, RT 01, RW 01, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Saat itu saksi Ibnu Prabowo (57) yang juga merupakan pendeta di sana sedang pulang dari jalan sehat kemudian mencium aroma bensin dan mendapati pintu bagian depan sudah terbakar. Bersama tiga saksi lainnya, Ibnu melihat lokasi dan ternyata pintu depan dan sebelah Barat sudah terbakar separuh.
Di pojok kiri pintu depan, saksi menemukan kertas bertuliskan, "Pesan atas tragedi Papua, Papua bakar gereja se Jawa". Kemudian saksi Ibnu dilaporkan ke Kades setempat dan Polsek Grabag Polres Purworejo.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol A Liliek Darmanto mengatakan kejadian tersebut hanya percobaan.
"Tidak perlu diperbesar, itu percobaan. Yang kena pintunya" kata Liliek saat dihubungi wartawan, Senin (20/7/2015).
Ia juga menegaskan masyarakat agar tetap menjaga kerukunan beragama sementara pihak kepolisian tetap menangani kasus tersebut.
"Kami tentu tidak diam (Polda Jateng dan Polres Purworejo) soal adanya kejadian itu. Tetep ditangani," tegasnya.
Dari peristiwa tersebut, ada tiga saksi lain yang diperiksa yaitu Kustantia Prabaningtyas (22), Eni tri mulatsih (48), dan Wiyoto (45). Sedangkan barang bukti yang diamankan adalah secarik kertas, 7 batang korek yaitu yang berada di depan pintu 5 batang, dan 2 batang di depan pintu sebelah barat gereja. Selain itu ada sisa arang dan abu bekas pintu terbakar
Aqua menambahkan jajaran Polres Purworejo dibantu dari Polda Jawa Tengah hendaknya fokus, serius, dan sungguh-sungguh menangani kasus tersebut. Meskipun yang dibakar pintu gereja namun perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab itu sangat meresahkan terutama di kalangan masyarakat yang tinggal di sekitar gereja tersebut.
Dengan berhasil mengungkap pelakunya, kata mantan wartawan harian Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ini akan diketahui motifnya melakukan pembakaran dan menulis ancaman di dekat pintu tersebut. Bisa jadi itu perbuatan orang atau sekelompok orang yang ingin memperkeruh suasana.
"Dalam situasi sekarang ini semua umat beragama di Tanah Air harus waspada, mawas diri, dan hati-hati. Jangan mudah terpancing, terprovokasi, dan dipecah belah. Justru harus berusaha sebaliknya yakni meningkatkan soliditas dan bersama-sama menghadapi ancaman teror. Tunjukkan bahwa kebersamaan selama ini efektif menghadapi sekelompok orang yang berniat jahat," ungkap anggota Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) ini.
Pasca penyerangan umat Islam yang sedang melaksanakan salat Idul Fitri di Karubaga, Tolikara, Papua, Aqua memperkirakan ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memancing di air keruh. Memanfaatkan situasi yang tidak kondusif tersebut.
Terkait dengan itu, kata Aqua, selain masyarakat sama-sama meningkatkan soliditasnya, aparat keamanan termasuk intelijen agar lebih mengintensifkan kepekaannya. Sekecil apa pun laporan kasus mencurigakan yang diterima agar jangan dianggap enteng. Segera ditindaklanjuti dan dituntaskan.
"Selama ini sebagian besar rakyat Indonesia sudah hidup damai berdampingan dengan sesama umat beragama. Situasi yang kondusif tersebut harus terus dijaga. Jangan sampai pengalaman masa lalu dipecah belah yang akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda terulang kembali," pungkas Aqua.
(gah/mok)
Berdasarkan informasi yang diterima kepolisian saat ini menyebut bahwa ada dua surat dari GIDI. Surat pertama dikirim ke Pemda dan Polres Tolikara pada 11 Juli 2015. Isi surat itu adalah larangan digelarnya Salat Id. Setelah dilakukan koordinasi dengan Pemda dan Polres, surat kemudian direvisi pada tanggal 15 Juli 2015.
Dalam surat yang kedua ada perbaikan. GIDI tidak melarang digelarnya salat Id oleh umat Muslim. Namun diminta agar salat Id tidak dilakukan di halaman atau ruang terbuka melainkan di Musala. GIDI juga meminta agar ibadah salat Id tidak menggunakan pengeras suara dengan volume yang kencang. Alasannya karena hari itu bertepatan dengan digelarnya seminar internasional GIDI yang dihadiri perwakilan dari seluruh Indonesia.
Namun pada Jumat (17/7) polisi tidak mengakomodir permintaaan GIDI. Polisi/TNI tetap mengamankan jalannya ibadah salat Id hingga akhirnya terjadi penyerangan pada pukul 07.10 WIT. Penyerang lantas membakar rumah sekaligus kios hingga api merembet ke musala.
Wapres Jusuf Kalla meminta kepolisian mengecek kebenaran surat edaran itu. JK yang mengaku sudah membaca surat tersebut menilai bahwa melarang umat muslim menggelar Salat Id adalah tindakan tidak benar. Dia pun menilai bahwa surat edaran tersebut aneh dan janggal.
Sementara itu, Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikmbo, meminta maaf kepada umat muslim atas insiden penyerangan di Karubaga, Tolikara saat digelarnya Salat Id. Ia menegaskan tidak ada larangan umat Islam menunaikan salat Id, hanya menyarankan agar salat Id tidak dilaksanakan di lapangan terbuka menyusul adanya acara seminar internasional GIDI.
Kini, aparat kepolisian masih kerja keras menyelidiki surat edaran dan alasan diterbitkannya surat tersebut. Sejumlah saksi juga telah dimintai keterangan untuk mengungkap kebenaran. Mediasi antarumat terus dilakukan demi terwujudnya kerukunan beragama lagi di Tolikara.
"Surat memang dibuat oleh sinode GIDI Tolikara dalam rangka kegiatan gereja," kata Ronny di Jakarta Sabtu, 18 Juli 2015.
Ronny mengaku baru menerima dan membaca surat edaran itu setelah bentrok itu terjadi. Surat itu berisi larangan untuk tidak melakukan kegiatan lebaran karena bertepatan dengan kegiatan seminar internasional yang diselenggarakan GIdI. "Setelah terjadi baru kami dapat surat. Jadi kami baru tahu setelah kejadian itu," kata Ronny.
Menurut Ronny, PGLII tak menyetujui isi surat edaran tersebut karena melarang kegiatan ibadah umat lain. " Kami tidak setuju karena rentan konglik. Itu bukanlah seruan apalagi tidak ada koordinasi dengan kami," kata Ronny Mandang.
"Tapi surat itu beredar dan seakan-akan mewakili kami. Surat itu bukan suara PGLII dan tidak mewakili umat Kristen," imbuhnya.
Ronny mengatakan, pihak keamanan semestinya bisa mencegah bentrok terkait surat yang berisi larangan berlebaran yang telah beredar di Tolikara. "Jika sudah ada surat edaran pada 11 Juli, seharusnya dapat dicegah sejak awal sehingga tidak sampai terjadi keributan," imbuhnya.
Ronny mengatakan, larangan ini sebenarnya adalah bentuk antisipasi agar speaker masjid tak menganggu jalannya acara GIDI. Surat ini pun sudah ditembuskan ke bupati, DPRD, Kapolres, hingga Danramil setempat.
Adapun, kerusuhan terjadi di Kaburaga, Kabupaten Tolikara, Papua, tepat pada perayaan Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat, 17 Juli 2015. Sekelompok warga Tolikara membakar kios, rumah, dan Musala Baitul Mutaqin yang terletak di dekat tempat penyelenggaraan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda.
Para pelaku pembakaran sempat melempari musala dengan batu sambil melarang pelaksanaan salat Idul Fitri. Saat kebakaran meluas, warga muslim Tolikara langsung membubarkan diri. Salat terpaksa dibatalkan. Enam rumah, sebelas kios, dan satu musala ludes terbakar.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
"Tapi surat itu beredar dan seakan-akan mewakili kami. Surat itu bukan suara PGLII dan tidak mewakili umat Kristen," imbuhnya.
Ronny mengatakan, pihak keamanan semestinya bisa mencegah bentrok terkait surat yang berisi larangan berlebaran yang telah beredar di Tolikara. "Jika sudah ada surat edaran pada 11 Juli, seharusnya dapat dicegah sejak awal sehingga tidak sampai terjadi keributan," imbuhnya.
Ronny mengatakan, larangan ini sebenarnya adalah bentuk antisipasi agar speaker masjid tak menganggu jalannya acara GIDI. Surat ini pun sudah ditembuskan ke bupati, DPRD, Kapolres, hingga Danramil setempat.
Adapun, kerusuhan terjadi di Kaburaga, Kabupaten Tolikara, Papua, tepat pada perayaan Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat, 17 Juli 2015. Sekelompok warga Tolikara membakar kios, rumah, dan Musala Baitul Mutaqin yang terletak di dekat tempat penyelenggaraan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda.
Para pelaku pembakaran sempat melempari musala dengan batu sambil melarang pelaksanaan salat Idul Fitri. Saat kebakaran meluas, warga muslim Tolikara langsung membubarkan diri. Salat terpaksa dibatalkan. Enam rumah, sebelas kios, dan satu musala ludes terbakar.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
Jaga Toleransi, Sering Bantu Tetangga yang Beragama Islam
Bangkalan merupakan kabupaten yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, tidak menutup mata terhadap
warga lain yang berkeyakinan di luar Islam. Bahkan, toleransi terlihat
jelas dalam setiap kehidupan sosial. MESKI Bangkalan adalah Kota Santri
dengan penduduk mayoritas muslim, namun itu bukan alasan untuk tidak
toleran terhadap keyakinan dan agama lain. Termasuk, bagi mereka yang
sedang melaksanakan peribadatan sesuai keyakinannya.
Adalah Romo Eli Hariyanto, salah satu
pastor di Gereja Katolik Maria Fatima Bangkalan yang merasakan toleransi
itu. Romo Eli -sapaan akrabnya-cukup bersyukur ketika harus
bertugas membimbing umat Nasrani di Bangkalan sejak enam tahun
silam. Dulu, ketika belum memasuki Bangkalan, dirinya cukup ketir-ketir
lantaran Kota Salak adalah kabupaten yang memiliki nilai historis yang
sangat kental terhadap Islam. Bahkan, beberapa pemuka Islam di
Bangkalan diakui secara nasional sebagai rahim yang melahirkan ulama
besar di Jawa.
Begitu pula dengan asumsi-asumsi negatif
yang sering dibangun tentang budaya kekerasan di Madura. Namun,
kenyataannya itu sama sekali tidak terbukti bagi Romo Eli. Masyarakat
Bangkalan di sekitar kediamannya di Jalan Letnan Mestu, Kelurahan
Keraton, Bangkalan, termasuk masyarakat yang menyenangkan. ”Kita saling
menjaga. Meskipun umat Nasrani minoritas, mereka menghargai
kami selayaknya. Setiap kegiatan kampung kami diundang,” ungkap lelaki
asal Probolinggo tersebut.
Romo Eli pun mengaku setiap kali
menjelang Hari Raya Idul Fitri, Gereja Katolik Maria Fatima memberikan
parcel kepada tetangga sekitar. Tidak ada tujuan lain, melainkan
hanya menyambung tali silaturahmi antartetangga. ”Setiap Idul Fitri kita
memberikan bingkisan ke tetangga sekitar untuk membangun interaksi
dengan mereka,” imbuhnya. Toleransi antarumat beragama pun ditunjukkan
dengan baik oleh Jumiati, pemilik toko yang berada tepat di
depan gerbang Gereja. Jumiati mengakui sosok Romo Eli adalah pribadi
yang santun dan menghormati orang lain.
Jumiati pun mengaku tidak terganggu sama
sekali dengan kehadiran Gereja di depan rumahnya, meskipun ia
berbeda keyakinan. ”Kita tidak keberatan, dulu bahkan waktu mengajukan
pembangunan Gereja kan minta tanda tangan seluruh warga. Romo Eli
juga tidak sungkan datang ke toko saya untuk sekadar membeli sabun
cuci,” timpalnya. Pun demikian halnya dengan ketua RT sekitar Gereja,
Suharleni. Dia mengakui, bahwa urusan agama itu urusan masing- masing
individu dengan Tuhan.
Soal sosok Romo Eli, menurutnya, adalah
pastor yang sangat toleran dan menjaga hubungan baik dengan semua
warga. ”Bahkan, kalau warga meninggal dan tahlilan, beliau
datang meskipun hanya berdiri di luar,” paparnya. Ditambahkan, setiap
kegiatan sosial seperti peringatan 17 Agustus, Romo Eli meski tidak bisa
datang, tidak pernah lupa untuk ikut berpartisipasi. Yakni, memberikan
sumbangan untuk pelaksanaan momen peringatan kemerdekaan tersebut.
(radar)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya telah beberapa kali memberikan rekomendasi ke Kemendagri menyoal ulah ormas Front Pembela Islam (FPI) yang kerap berujung ricuh.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Unggung Cahyono mengatakan pihaknya sudah dua kali memberikan rekomendasi pada Kemendagri.
"Pembubaran itu bukan ranah polisi. Itu ranah Kemendagri. Kami sudah dua kali menyampaikan rekomendasi ke Kemendagri," ujar Unggung, Kamis (9/10/2014) di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.
Lebih lanjut, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan sepengetahuannya FPI terdaftar di Banglimas Kemendagri.
Dan berkaitan dengan perilaku massa FPI yang kerap kali berunjuk rasa berujung anarkis, pihak Kemendagri sudah dua kali memberikan peringatan.
"Rekomendasi Polda jadi bahan evaluasi Kemendagri. Tapi semua kembali dalam kewenangan Mendagri. Kita dimintakan memberikan input, kami berikan menyoal bagaimana selama ini FPI dalam berunjuk rasa selalu berbuat anarkisme," tambah Rikwanto.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemungutan suara pemilihan presiden Republik Indonesia yang digelar Panitia Pemungutan Luar Negeri di Hongkong berlangsung ricuh, Minggu (26/7) sore. Sekitar 500 sampai 1.000 pemilih mengamuk, merobohkan pagar TPS karena panitia telah menutup TPS padahal mereka belum melaksanakan hak mencoblos.
Keributan pun terjadi karena celetukan seorang oknum panitia yang hanya membolehkan pemilih Prabowo Subianto-Hatta Rajasa masuk mencoblos.
Para pengantre yang di urutan belakang tidak bisa memperhatikan kondisi di depan. Ketika di depan ada teriakan, ayo masuk, sebab TPS akan ditutup, orang-orang yang antre di belakang tidak sadar kalau akan ditutup.
"Pengantre masih banyak, ratusan sampai seribuan orang. Tiba-tiba pagar TPS ditutup, jadi mereka yang mengantre maju. Lalu sebagai pemilih adalah pendukung Jokowi-JK, protes dan teriak-teriak "Jokowi... Jokowi...," kata Arista Devi, seorang WNI yang ikut mencoblos di Hongkong, dalam perbincangan melalui telepon dengan Tribunnews.com, Minggu malam.
Kericuhan pun tak terelakkan. Ratusan pemilih yang tidak tersalurkan hak pilihnya memprotes pihak PPLN Hongkong dan Konsulat Jenderal RI di Hongkong.
"Saat demo itu, seorang oknum panitia berceletuk. Ayo, silakan masuk, tapi hanya pemilih nomor 1 (Prabowo-Hatta) yang dibolehkan masuk. Dan ucapan itu memicu suasana memanas. Pengunjuk rasa marah dan merobohkan pagar," kata Arista Devi.
"Apakah sudah teridentifikasi sumber suara, yang mengucapkan hanya pemilih Prabowo-Hatta yang bisa mencoblos," tanya Tribun kepada Devi.
"Mereka semua bilang dari pihak panitia. Masalahnya massa tidak bisa membedakan siapa panitia. Mana yang Bawaslu, PPLN, atau relawan," kata Devi.
Devi melanjutkan, dia melihat panitia kurang antisipatif terhadap kondisi. Sebab sejak awal, tidak memperhitungkan peningkatan jumlah pemilih yang mencapai 114 ribu orang. Jumlahnya meningkat dibandingkan Pileg 9 April lalu.
"Antisipasi penitia Pilpres kali beda dibandingkan pileg 9 April lalu. Kali ini panitia mematok TPS buka sampai jam 17.00. Tetapi pemilih rupanya banyak sekali, sampai-sampai mengantre mengular, berkelok-kelok. Panjang antrean sekitar 500 meter. Jumlah pemilih yang antre antara 500-1.000 orang," kata Devi.
Informasi kericuhan pencoblosan di Hongkong ini pun segera beredar memalui sosial media, termasuk Facebook. Arista Devi pun mengunggah foto-foto pencoblosan dan dan unjuk rasa melalui facebooknya. Lalu, beragam tanggapan bermuculan.
"Saya juga menjadi saksi, bahwa KJRI kurang siap dalam mengantisipasi membludaknya pemilih yang ingin berpesta Demokrasi!!! Suara mereka harus tetap di dengungkan!!!," tulis pemilik akun Laras Wati.
Seorang lainnya berkomentar, "Mbak tadi saya mendengar dari salah satu Bara JP Hongkong, katanya panitia mau membuka kembali TPS asalkan mencoblos no 1. Bukankah ini satu bentuk kecurangan," ujar seorang WNI.
Pemilik akun Facebook Amooy Luph'e Tyan Classic'er Wah menulis, "saya aja standby pagi sampe jam 2.30. Sayang sekali suara yang sia-sia."
Jakarta, GATRAnews - Presiden Partai keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengungkapkan banyak mendapatkan sindiran ketika partainya memutuskan untuk berkoalisi dengan Partai Gerindra pada pilpres tahun ini. Sindiran-sindiran tersebut menurutnya lebih mengarah kepada ideologi partai yang sudah identik didalamnya.
"Ketika PKS memutuskan berkoalisi, di luar sana banyak isu beredar. Ini koalisi antar seorang tentara dan islam fundamentalis," kata Anis saat pidato di acara 'Kebaktian Kebangunan Rohani dan Perayaan Kenaikan Isa Almasih dan Pentakosta' di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (3/7) malam.
Terkait hal tersebut, Anis mengaku sudah pernah berbicara langsung dengan Prabowo. Ia pun terkejut dengan jawaban yang dilontarkan oleh mantan danjen Kopasus itu. "Saya bilang, Mas (Prabowo) kira-kira orang di luar sana khususnya barat, kalau lihat kita koalisi, komentarnya gimana?" tanya Anis.
"Kira-kira ultra-nasionalis dan Islam fundamentalis," ujar Anis menirukan jawaban Prabowo. Ultra-nasionalis sendiri mempunyai makna hampir sama dengan ideologi fasisme, dimana kepentingan negara merupakan yang utama dibandingkan dengan kepentingan lain dengan sidikit embel-embel SARA.
Namun Anis membantah hal ini terjadi dalam koalisi yang dibentuk bersama Gerindra. "Tapi saudara semua, masyarakat Kristiani pendukung prabowo disini. Jadi ini panggung baik mengklarifikasi banyak hal, saling mencintai. Dulu sebelum saya lahir, saya tidak ditanya Tuhan Allah, mau lahir sebagai ras apa, di negeri mana, mau lahir dari orang tua siapa, tiba-tiba lahir sebagai orang Indonesia. Percaya, menjadi orang Indonesia takdir. Menjadi muslim atau Kristen pilihan. Jadi tidak ada yang perlu kita pertentangkan," katanya.
Penulis:Wanto
Editor: Nur Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara film Jagal (The Act of Killing) meraih nominasi film dokumenter terbaik Oscar, Joshua Oppenheimer menorehkan perhatiannya pada pemilihan presiden Indonesia dengan membuat surat terbuka kepada masyarakat Indonesia. Surat terbuka itu juga di-posting di laman Facebook milik Joshua, Jumat, 27 Juni 2014.
"Saya setuju dan bangga pernyataan saya 'Mengapa Saya Peduli dengan Pemilihan Presiden Indonesia' diterbitkan," kata Joshua kepada Tempo, Jumat sore, 27 Juni 2014.
Joshua dalam pernyataan terbukanya, antara lain mengatakan sisi gelap Indonesia dan secara umum sisi gelap kemanusiaan ini mewujudkan dalam satu calon presiden, Prabowo Subianto. "Sekalipun Prabowo sendiri tidak muncul dalam film Jagal," kata Joshua.
Berikut surat pernyataan terbuka Joshua yang diterbitkan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris:
Film Jagal (The Act of Killing) memaparkan suasana hari ini yang dihantui korupsi, ketakutan, dan premanisme, kesemuanya dilandaskan pada impunitas atas pelanggaran berat hak asasi manusia berikut kejahatan terhadap kemanusiaan.
Film Jagal menggambarkan para oligarki yang menjarah sebuah bangsa yang bergelut dengan trauma, yang mengipasi kebencian rasis anti-Tionghoa, yang mengutus para preman untuk melaksanakan pekerjaan kotor mereka—termasuk membunuh dalam skala besar—untuk memperkaya diri mereka sendiri, dan untuk terus menggenggam kekuasaan.
Sisi gelap Indonesia dan secara umum sisi gelap kemanusiaan ini mewujud dalam satu calon presiden, Prabowo Subianto, sekalipun Prabowo sendiri tidak muncul dalam film Jagal.
Oleh karena itu saya berharap Jokowi akan terpilih sebagai presiden pada 9 Juli mendatang. Jokowi bukanlah seorang oligarki. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia telah menunjukkan kepeduliannya pada problema rakyat kebanyakan, mungkin jauh lebih peduli daripada politisi yang manapun sejak genosida 1965, ketika Soeharto dan para kroninya mengubah pemerintahan menjadi kleptokrasi yang bertahan hingga hari ini. Kita bisa, setidaknya, berharap bahwa Jokowi akan membawa perjalanan politik nasional ke arah yang baru. Kita tak mungkin menggantungkan harapan seperti ini pada Prabowo.
Di atas segalanya, saya berharap Jokowi menang karena, tidak seperti pesaingnya, Jokowi tidak pernah melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Jokowi tidak pernah menculik atau membunuh manusia lain, dan tidak pernah dituduh berbuat demikian.
Beberapa hari terakhir ini, banyak yang bertanya, mengapa saya peduli. Seringkali, pertanyaan tersebut diikuti dengan pertanyaan lanjutan: mengapa saya tidak memusatkan perhatian pada pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah negara saya sendiri, Amerika Serikat? Pada pertanyaan kedua, jawaban saya sederhana: Itulah yang sedang saya lakukan. Pemerintah negara saya juga adalah pelaku genosida 1965 di Indonesia, dan pelaku berbagai kejahatan di seluruh dunia.
Saya malu akan hal ini, demikian juga seharusnya warga Amerika Serikat yang lain. Dan kalau kita tidak munafik, kita harus menuntut penghentian impunitas di Tanah Air, bukan hanya di luar negeri. Lima puluh tahun terlalu lama untuk menyangkal bahwa sebuah genosida adalah ‘genosida.’ Sudah waktunya bagi Amerika Serikat, Inggris Raya, dan negara-negara lain yang mendukung genosida (juga pelanggaran HAM selanjutnya yang dilakukan rezim Orde Baru) mengakui peran mereka di dalam berbagai kejahatan ini, dan menjelaskan kepada publik rincian peran serta mereka. Seperti pemerintah Indonesia, pemerintah negara saya pun harus bertanggung jawab sepenuhnya atas perannya dalam pembantaian tersebut.
Tetapi saya peduli dengan hak-hak asasi manusia di Indonesia lebih karena alasan pribadi—lebih pribadi daripada karena saya telah menghabiskan 13 tahun bekerja dengan para penyintas dan pelaku pembunuhan massal 1965. Saya peduli karena saya percaya bahwa semua pelanggaran hak asasi manusia, semua kejahatan terhadap kemanusiaan, adalah kejahatan terhadap seluruh umat manusia di mana pun. Alasan yang sebaiknya juga melandasi kepedulian Anda.
Semua orang Indonesia, dan semua manusia di mana pun, harus mencegah seorang pelanggar HAM seperti Prabowo Subianto menjadi presiden.
Joshua Oppenheimer
Sutradara film Jagal l The Act of Killing
MARIA RITA
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku heran atas penolakan beberapa masjid di Jakarta terhadap kunjungannya. Menurutnya, penolakan ini jauh berbeda saat ia menjabat Bupati Belitung Timur.
"Di Jakarta, masih ada masjid yang tak mau menerima saya," kata Basuki di Pondok Pesantren Khairul Ummah Masjid At-Taqwa di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarya Utara, Rabu, 2 Juli 2014. Hanya saja, Ahok menolak menyebut pengurus masjid mana saja yang menolak kedatangannya.
Ahok menuturkan, penolakan tersebut lantaran agama yang dianutnya. Beberapa masjid menolak kedatangan Ahok dalam rangka safari Ramadan. Padahal saat menjadi Bupati, kata dia, sebanyak 93 persen warga Belitung Timur beragama Islam.
Di Belitung Timur, ia mengisahkan, warga menjunjung tinggi persatuan tanpa membedakan agama. Ia berharap, kunjungannya ke Pesantren Khairul Ummah dapat membuka jalan silaturahmi dengan masjid dan pesantren lain. "Silaturahmi sangat penting meski kita berbeda keyakinan," ujarnya di hadapan hadirin.
Ahok mengisi Ramadan kali ini dengan bersafari ke sepuluh masjid di Ibu Kota. Dia akan blusukan ke masjid untuk berbuka puasa bersama dengan warga. Selain bersama warga, Ahok pun dijadwalkan berbuka puasa dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lima kantor wali kota.
LINDA HAIRANI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kicauan 'sinting' anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Fahri Hamzah, untuk calon presiden Joko Widodo terkait penetapan Hari Santri Nasional, dinilai melecehkan kaum santri yang memiliki peran besar atas berdirinya negara Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU), Sultonul Huda menanggapi pernyataan anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dianggap melecehkan capres Jokowi dan melukai kelompok santri.
"Pernyataan Fahri itu, membuktikan dia tidak paham peran sejarah berdirinya bangsa Indonesia yang melibatkan kaum santri dari prakemerdekaan dan mengisi kemerdekaan sampai sekarang. Kami akan melawan sampai titik darah penghabisan ucapan jorok Fahri itu ," ujar Sulton dalam rilisnya, Selasa (1/7/2014).
Menurut Sulton, santri yang pada waktu itu dikomando KH Hasyim Asyari mencetuskan resolusi jihad sebagai awal embrio dari perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.
"Jadi wajar jika Jokowi menghargai peran santri dengan menetapkan tanggal satu Muharram sebagai hari santri nasional," tegasnya.
KBNU yang mempunyai jaringan santri di seluruh Indonesia, semakin yakin bahwa pasangan Prabowo-Hatta memang tidak mempunyai keberpihakan terhadap kelompok santri.
"Ini bukti jelas, bahwa Prabowo dan PKS antiterhadap kelompok santri," tegasnya.
Jakarta - Wasekjen PKS Fahri Hamzah dilaporkan ke Bawaslu gara-gara kicauannya di twitter yang menyebut capres Joko Widodo 'sinting'. Fahri pun siap mengikuti prosesnya nanti.
"Kita ikuti saja prosesnya," kata Fahri yang juga tim sukses Prabowo-Hatta ini kepada detikcom, Selasa (7/1/2014).
Fahri berkilah apa yang disampaikannya bukan bentuk penghinaan. "Kata sinting itu kritik, kritik saya terhadap janji-janji Jokowi yang tidak dipenuhi. Itu kritik, bukan penghinaan," kata Fahri.
Fahri juga enggan meminta maaf terkait hal ini, meski kubu Jokowi-JK mengultimatum Fahri untuk meminta maaf dalam 3x24 jam.
"Kalau pengkritik Jokowi harus minta maaf maka semua yang pernah mengkritik Jokowi harus minta maaf. Dan kalau saya harus minta maaf maka harus berapa kali? Karena saya sejak awal mengkritik Jokowi," pungkasnya.
Tim kampanye Jokowi-JK melaporkan Fahri ke Bawaslu lantaran dianggap merendahkan capres Joko Widodo. Mereka melaporkan kicauan Fahri di twitter yang menyebut Jokowi 'sinting'.
Kicauan itu dilontarkan Fahri melalui akun twitternya @fahrihamzah pada 27 Juni 2014 sekitar pukul 10.40. "Jokowi janji 1 Muharram hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!" kicau Fahri.
Kicauan Fahri itu menanggapi janji Jokowi atas tuntutan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Banjarejo, Malang, Jawa Timur, agar menjadikan 1 Muharam sebagai hari santri nasional.
Kini Bawaslu bersiap memanggil Fahri dalam waktu dekat. Akankah politisi dari partai dakwah itu mendapat teguran keras dari Bawaslu?
good fruit and vegetables: Prabowo Subianto stands on stage in his beige safari suit, pounds the podium and shouts to a 100,000-strong crowd that they are nothing more than lackeys.
"Every year the wealth of Indonesia has been flowing out … the wealth of Indonesians has been stolen, stolen, stolen from the people," bellows the man who has a real prospect of becoming the next Indonesian president.
"All of us, all of the Indonesian people, do forced labour. We're the lackeys of other countries."
The fire-breathing May Day speech was typical of Prabowo on the stump: portraying a man of the people, a friend to the poor, and the scourge of foreign thieves and the "neoliberal economic system".
But the man who launched his presidential campaign with the aid of a helicopter, a $300,000 horse and the trappings of Javanese royalty, is from one of the country's richest families, with interests in the international trade in oil and gas, pulp and paper, and palm oil.Prabowo has spent most of his adult life in the public eye, first as an army strongman and then, for the past 12 years, as a permanent candidate for Indonesia's presidency. And yet it remains unclear what exactly he stands for.
He expresses commitment to freedom of religion, but his platform says the state must "manage" religions to ensure their "purity" and his campaign has dallied with violent Islamic hardliners.
He rails against corruption, but his coalition includes a brace of corrupters – a "tactical compromise", according to billionaire brother Hashim Djojohadikusumo. And he is an international trader and business magnate who spouts anti-capitalist slogans, implying (then later denying) that he'd nationalise foreign mining companies.
What Prabowo truly believes, though, is secondary to his real pitch, which can be described by a simple Indonesian word: "tegas" – firmness.
"His political philosophy from the 1990s … to the present consists of essentially a single point," says academic John Roosa, from the University of British Columbia in Canada. "Indonesia needs a strong leader." It resonates with many Indonesians, but deeply worries those who remember Indonesia's repressive past. Australian National University academic Ed Aspinall fears Prabowo poses "a significant threat of a reversal towards authoritarianism".
Prabowo was born in 1951 to an elite family that traces its lineage back to Java's sultans. When he was seven, his father, Dutch-educated economist Sumitro Djojohadikusumo, was exiled by Indonesia's founding president, Sukarno, for collaborating with the CIA in an attempted coup.
For a decade – Prabowo's formative years – the family shifted from Singapore to Kuala Lumpur, Hong Kong, London and Zurich. When they returned under the new president, Suharto, in 1968, Prabowo was 17. He spoke fluent English, but had to apply himself to relearn his own language.
Suharto made Prabowo's father his trade minister, from which position Sumitro mentored the so-called "Berkeley Mafia" of US-trained economists. They courted the very international businesses Prabowo now decries, opening up Indonesia by auctioning off its natural resources. Prabowo himself did what ambitious youngsters did under Suharto: he joined the army.
High-born, foreign educated, intelligent and energetic, he became one of the army's brightest stars. US General Wayne Downing, who trained him at Fort Bragg in the United States, described Prabowo as one of the best he'd seen.
In 1983 Prabowo boosted his career in a less conventional way, marrying Suharto's second daughter Siti Hediati Hariyadi. Senior sources say this union accelerated his rise and encouraged a growing tendency to act outside the chain of command.
In the 1970s and '80s, ambitious young officers had plenty of separatist conflicts to cut their teeth on, from Aceh to West Papua. But it was in East Timor, where Prabowo served several tours with the notorious special forces group, Kopassus, that, according to author Joseph Nevins, he "developed his reputation as the military's most ruthless field commander".
One of the young officer's acknowledged talents was setting up and training local militias and death squads.
"The concept of militia, the concept of local self-defence forces is an age-old concept," Prabowo told the ABC in 2009. "That's a part of the Indonesian national defence concept."
In 1978, he was involved in the capture and killing of Fretilin leader Nicolau Lobato. In 1983, Prabowo was said to have been a commander at the massacre of 530 or more people around Kraras, since known as "the village of widows". However, hard evidence of his involvement is thin and Prabowo calls the stories "unproven allegations, innuendos and third-hand reports". The same year, at 32, he was promoted from captain to major.
In the separatist province of West Papua in 1996, Prabowo, by now a general, personally led a controversial military mission, strafing a village using a Red Cross helicopter, to save a group of Western hostages. Eight villagers were killed and all but two of the hostages rescued.
This history is little known within Indonesia, but Prabowo is infamous for other things: his fiery, sometimes violent, temper and his role in events surrounding the downfall of Suharto in 1998. Details are murky and have never been subject to an open judicial process, but the stories persist.
Prabowo is accused of, and denies, using civil militias to foment anti-Chinese riots in which perhaps 1000 died and 168 women were raped. He likewise denies a story that he attempted a coup against Suharto's successor, B.J. Habibie.
He admits, though, that during student protests, his unit "detained" nine pro-democracy activists (the more commonly used word "kidnapped" angers him) and tortured them. Thirteen other activists disappeared and one died during the unrest, but Prabowo denies any knowledge of them.
Of the nine, Prabowo denies ordering their torture and insists he was only following orders. His line has been undermined, however, by the recent leak of the military inquiry decision into the abductions, which concluded he was to blame and, in fact, was guilty of indiscipline and failing to follow orders.
In August 1998, a military commission sacked him and he went to live in Jordan. Two years later, Prabowo became the first person denied entry into the United States under the UN Convention on Torture. That ban still stands, though the US ambassador has made it clear that, should Prabowo become Indonesia's president, it would be reversed.
In 2001, he divorced Suharto's daughter and has been single since. Politics, though, was harder to let go. Watching Indonesia's fledgling democracy from afar in 2002, Prabowo decided that the country needed saving and that he was the man for the job.
Twelve years later, there is no doubting his determination. Rejected as a candidate by the Golkar party in 2004, Prabowo set up his own, Gerindra, from scratch. He remade himself as a populist, likening himself to the Kennedys: "They come also from a very rich family, but they were always fighting for the poor"; and to Nelson Mandela: "blacklisted from the US at one time – am I not in good company?".
The July 9 presidential election is Prabowo's best and last chance. His pitch is mainstream economic nationalism with a lacing of xenophobia. He promises a strong, better managed, protectionist economy, the end of corruption and to redistribute wealth from the rich and the central to the poor and the remote.
The pace of his campaign has been furious, its messages focused and its funding enormous, care of his brother, two media moguls and other Indonesian tycoons. His less-articulate opponent Joko Widodo has been caught flat-footed and has also been damaged by a well-organised "black" campaign of racial and religious slurs that resembles the "birther" movement against Barack Obama.
Joko's lead of more than 20 points in the polls earlier this year had, by last week, narrowed to single digits. ANU's Aspinall thinks Prabowo may win.
Questions over his human rights record and evidence of his explosive temper – such as being caught on video seemingly punching a man outside the election commission – seem only to have added to his strongman image.
But his record is something Prabowo remains acutely sensitive about. He was visibly irritated when asked about it in a presidential debate.
"Do you think the Indonesian people are stupid?" he has said. "I've been campaigning … for 15 years; this is my third general election. Let the Indonesian people … scrutinise the past. Let them decide."
One important figure from his past has very publicly done just that. General Luhut Pandjaitan, Prabowo's commanding officer for six years in the 1980s and subsequently his business partner, is now working hard for his opponent, Joko.
"It's based on my experience [of Prabowo] … over many years," Luhut said. "I think he is not fit to be president."
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA--Pimpinan Gereja Katolik Keuskupan Pangkalpinang, Mgr Hilarius Moa Nurak SVD, mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa kepada seluruh umat Islam di Bangka Belitung.
"Umat Islam mulai hari ini dan besok kembali akan memasuki bulan suci Ramadan. Itulah satu jenjang ujian yang harus dilalui sebelum mampu meraih apa yang diidam-idamkan sebagai manusia, yakni kesucian dan kefitrahan diri.
Saya bersama seluruh umat Katolik di Propinsi Babel mengucapkan selamat menjalakan ibadah puasa, turut mendoakan agar ibadah puasa dapat terlaksana dengan baik," ungkap Mgr Hilarius Moa Nurak, kepada bangkapos.com (Tribunnews.com Network), Sabtu (28/6/2014).
Mgr Hilarius Moa Nurak pun menghimbau agar seluruh umat Katolik mendukung pelaksanaan ibadah puasa, menjaga keamanan dan ketertiban, menjunjung tinggi sikap saling menghormati dan menghargai.
"Semangat kerukunan dan persaudaran yang sudah terbina selama ini, kiranya semakin terjaga selama bulan suci ramadhan," harap Mgr Hilarius Moa Nurak.
Mgr Hilarius mengharapkan agar Ramadan yang datang di tengah suasana persiapan pilpres mesti disambut dengan semangat memperbaiki diri, semangat perubahan.
"Semangat puasa kiranya bisa menghindarkan kita dari sifat pragmatisme dan keinginan berbuat curang, melempar fitnah dan kebohongan. Semoga puasa mampu mengembalikan dan mempertahankan wajah bumi Serumpun Sebalai yang ramah, toleran, dan kekeluargaan. Selamat berpuasa," harap Mgr. Hilarius Moa Nurak.
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar tiga ratus orang menghadiri doa dan dialog dengan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Hashim Djojohadikusumo di Balai Kartini, Selasa, 17 Juni 2014, malam.
Mereka merupakan pendukung calon presiden Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden tanggal 9 Juli 2014. Pendeta Gilbert Lumiondong membawakan kotbah di acara yang bertajuk Doa Bagi Bangsa. Usai doa bersama, Hashim mengadakan sesi dialog untuk mengklarifikasi isu-isu negatif tentang Prabowo maupun untuk menjelaskan program kerja prioritas Prabowo jika terpilih jadi presiden.
Menurut Hashim, tidak benar isu yang menyatakan Prabowo yang beragama Islam akan menyingkirkan umat Kristen jika nanti dia terpilih sebagai presiden. "Itu bohong," kata dia. Sebaliknya, menurut Hasim, Prabowo penyokong utama Bhinneka Tunggal Ika. (Baca:Video-Hashim-Serang-PKS-Gaet-3000-Lebih-Penonton)
Hashim mengaku sempat tidak sejalan dengan Prabowo saat abangnya menerima dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera yang dianggap selama ini tidak toleran kepada umat nonmuslim. Hashim sebagai penganut Kristen memiliki rasa khawatir yang sama dengan umat nonmuslim lainnya. "Saya sempat mengatakan, akan memilih pulang ke London," ujar Hashim.
Namun, ia kemudian berbalik mendukung Prabowo setelah mendengarkan alasan abangnya menerima PKS masuk dalam koalisi dengan Gerindra termasuk kemudian menerima dukungan dari Front Pembela Islam. "Mereka memberikan dukungan, ya kita terima tanpa syarat," kata Hashim menirukan ucapan Prabowo.
Prabowo kemudian mengutip ayat di Alkitab tentang Daniel yang dilempar ke kandang singa namun tak satupun dari singa-singa itu memangsanya karena Tuhan melindunginya. Para peserta bertepuk tangan dan mengucapkan "Amin."
Lebih dari itu, Hashim mengaku punya alasan pribadi. Sebagai penganut Kristen, ujarnya, ia memegang perintah Tuhan untuk mengampuni siapa saja yang memusuhi dirinya. "Kita harus merangkul musuh-musuh kita, merangkul lawan-lawan kita. Sekarang mereka saudara saya," ujarnya. Penjelasan Hashim kembali disambut tepuk tangan dan ucapan "Amin" dari para peserta.
Saat sesi mengajukan pertanyaan, seorang perempuan mengenakan kerudung berdiri. "Saya Ahmadiyah," ujarnya. Ia kemudian menanyakan komitmen Prabowo dalam melindungi kelompok minoritas termasuk Ahmadiyah. (Baca:Gerindra Hapus Manifesto Pemurnian Agama)
Hashim memastikan Prabowo pendukung sepenuhnya keberagamanan yang tumbuh di masyarakat. Prabowo, ujar Hashim, sudah berjanji, jika terpilih sebagai presiden, semua penganut agama mendapat perlakuan yang sama dan adil. "Umat Budha Hindu, akan hidup tenang jika Prabowo terpilih jadi presiden," kata Hashim sambil menyapa beberapa peserta dialog beragama Hindu dan Budha.
Acara doa dan dialog yang berlangsung sekitar dua jam itu, diakhiri dengan doa bersama. Hashim kemudian melanjutkan dialog dengan para difabel di ruangan yang sama.
MARIA RITA
detik Jakarta - Berkaca dari kasus penyerangan di Sleman dan Yogyakarta terhadap jemaat yang tengah melakukan ibadah, Kapolri berharap tidak ada lagi rumah yang dijadikan tempat ibadah.
"Rumah dijadikan tempat ibadah tidak boleh. Itu ketentuan!" ujar Kapolri Jenderal Sutarman dalam paparan di hadapan ratusan Pamen dan Pati Polri di Gedung PTIK, Jl Tirtayasa, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2014).
Sutarman mengatakan, kegiatan keagamaan diperbolehkan dilakukan di rumah apabila tidak dilakukan rutin.
"Bukan dalam artian rutin mingguan. Itu tidak boleh. Kalau rumah dijadikan tempat solat Jumat itu tidak boleh, kebaktian setiap minggu itu tidak boleh, " tegas Sutarman.
Dia meminta jajarannya untuk berkoordinasi dengan Pemda setempat terkait permasalahan tersebut. Namun, apabila terjadi pelanggaran hukum maka menjadi tugas Polri dalam penegakan hukumnya.
"Masyarakat tidak boleh main hakim sendiri," imbau Sutarman.
Mengutip laporan dari jajarannya di Yogyakarta, bahwa lokasi kejadian di Sleman pernah dijerat Tindak Pidana Ringan (Tipiring) pada Januari lalu. Namun, dia menyayangkan apa yang telah dijeratkan tersebut terulang kembali.
"Yang di Yogya jangan terulang, jangan terjadi di tempat lain," tegas Sutarman.
(ahy/fjp)
detik Jakarta - Anies Baswedan menyinggung adanya cara berpikir yang tidak tepat menyikapi pluralitas masyarakat Indonesia. Padahal pola pikir ini menjadi penting sebagai pijakan mengambil keputusan di pemerintahan.
"Penegakan hukum harus ada ketegasan, tapi mindset juga harus tegas. Kita jangan ikut-ikutan dengan terminologi yang tidak tepat kita adopsi," kata Anies berbicara dalam seminar bertajuk "Pluralitas Masyarakat Menuju Indonesia Satu" di Gedung Yustinus, Kampus Unika Atmajaya, Jakarta, Selasa (3/6/2014).
Menurutnya, pemerintah wajib memberi perlindungan kepada setiap warga negara tanpa terkecuali. "Indonesia tidak dirancang untuk melindungi minoritas, Indonesia tidak dirancang untuk melindungi mayoritas. Tapi Indonesia dirancang untuk melindungi setiap warga negara," tutur Anies.
Konstitusi lanjut Anies secara tegas menyatakan perlindungan terhadap keberagaman latar belakang masyarakat. Karena itu perlu cara pandang benar terhadap keberagaman.
"Kalau kita tidak jaga kebhinekaan dengan ketegasan hukum maka ancaman benar-benar di depan mata," imbuh Anies.
Baginya, dunia pendidikan penting untuk kembali membangun semangat kebhinekaan. Pendidikan seharusnya menopang bertumbuhnya sikap toleran. "Kalau di dunia pendidikan dihomogenkan, kapan melatih berinteraksi," kata dia.
Sementara itu Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf mengingatkan pentingnya sikap toleransi di masyarakat. "Kita memiliki dasar negara yang menghimpun pluralitas. NKRI itu diberikan Tuhan, jadi jangan memaksa (kehendak). Dalam kondisi plural, penyeragaman tidak dapat dilakukan," ujarnya.
Slamet Effendi juga menyesalkan penyerangan gereja di Sleman. Polisi diminta memproses hukum para pelaku. "Tidak boleh peristiwa-peristiwa di Yogyakarta terjadi lagi. Peristiwa itu adalah penyimpangan," tegasnya.
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul Iman mengatakan, kampanye dengan menonjolkan sentimen perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan tidak dapat dihindari dalam politik. "PKS tidak akan terpancing isu-isu tersebut," katanya ketika dihubungi pada Senin, 2 Juni 2014, soal pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Hashim Djojohadikusumo yang menyinggung PKS. Namun, Sohibul tak menjelaskan mengapa dia menganggap serangan menggunakan SARA adalah hal yang lumrah. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini menjelaskan, dirinya belum menyaksikan video yang direkam pada Juli 2013 itu. PKS, menurut dia, akan melakukan klarifikasi apabila video tersebut mengandung pesan negatif terhadap partainya. "Apabila mengada-ada maka itu adalah fitnah." Sohibul memastikan, PKS tidak akan membalas kampanye hitam dengan cara yang sama. PKS adalah salah satu partai yang digandeng oleh Gerindra dalam pemilihan presiden yang akan dihelat pada 9 Juli nanti. Partai pengusung Prabowo-Hatta Rajasa selain Gerindra dan PKS adalah Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, dan Partai Bulan Bintang. Partai Demokrat disebut-sebut segera bergabung mendukung Prabowo. Pernyataan Hashim yang menyinggung PKS disampaikannya dalam forum The United States-Indonesia Society (Usindo) di Washington, DC, Amerika Serikat, pada Juli 2013. Hashim berbicara untuk menyampaikan visi-misi Gerindra dan calon presiden Prabowo Subianto. (Baca: Hashim: Prabowo Bersahabat dengan Amerika) Ia mengatakan, masih terjadi intoleransi di Indonesia. Ia lantas mencontohkan, sudah 73 pegawai beragama Kristen yang dipecat di Kementerian Pertanian dalam sembilan tahun terakhir. Hashim pun mengatakan, Kementerian Pertanian selama ini dipimpin kader PKS. Pidato adik Prabowo ini diunggah di situs YouTube.com oleh akun Maulana Syuhada dan Dwiko Sulistyo pada 1 Juni 2014. Akun Maulanda mengunggah cuplikan pidato berdurasi 3 menit 11 detik yang mencakup tiga substansi. Sampai Senin siang, 2 Juni 2014, sekitar pukul 13.00 WIB, video berjudul 'Pidato Hashim Djojohadikusumo di Washington' tadi diakses lebih dari 3.000 kali. Tiga substansi itu adalah pengakuan Hasyim bahwa Prabowo sangat menyukai Amerika dan berjanji memberikan perlakuan istimewa jika menjadi presiden; pengakuan perbedaan agama yang dipeluk oleh keluarga Prabowo; dan intoleransi yang dilakukan oleh kader PKS di Kementerian Pertanian. (Baca: Gerindra Hapus Manifesto Pemurnian Agama) DINI PRAMITA
Yogyakarta - Cawapres nomor urut 2 Jusuf Kalla menjenguk korban penyerangan dan penganiayaan oleh sekelompok orang, Julius Felicianus. JK menegaskan tidak ada unsur politik dalam kunjungannya tersebut.
"Saya datang bukan karena politik," kata JK di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, Senin (2/6/2014).
JK menjelaskan, kedatangannya karena ada unsur pelanggaran keras. "Pengalaman saya, ada satu titik pecah dibiarkan, bisa menimbulkan pecah di mana-mana," jelasnya.
JK menegaskan hukum harus menindak tegas kasus kekerasan ini. "Julius itu sudah memaafkan secara pribadi tapi secara hukum tidak boleh. Kalau sekali dibiarin nanti akan terulang lagi, dan Sri Sultan sudah mengambil tindakan pra hukum kepada pelaku kekerasan," jelasnya.
Kamis (29/5/2014), sekelompok orang menyerang rumah Julius di Sleman, Yogyakarta. Saat itu tengah digelar doa rosario. Julius dan sejumlah perempuan terluka akibat penyerangan tersebut. Kemarin, massa menyerbu gereja di Sleman. Belum diketahui pelaku dan motif aksi brutal tersebut.
detik Yogyakarta - Puluhan orang tak dikenal melakukan perusakan sebuah gereja di Sleman, Minggu (1/6/2014). Massa menganggap gereja Kristen yang ada di wilayah Panggukan, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman tidak berizin.
Perusakan terjadi seusai kebaktian yang dilakukan pagi hari. Massa dari luar wilayah kecamatan Sleman datang menggunakan sepeda motor. Mereka memprotes rumah milik pendeta NL yang digunakan tempat kebaktian itu tidak berizin.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun di lapangan, gereja yang berada di halaman pendeta itu sudah diprotes warga sejak tahun 2012. Bahkan pada tahun lalu pemerintah kabupaten Sleman telah menyegelnya. Namun kemudian digunakan kebaktian lagi. Beberapa orang yang tergabung dalam ormas Islam menyatakan protes.
"Ini sudah diprotes lama tapi digunakan lagi sejak awal tahun lalu," kata salah satu saksi mata Dullah.
Setelah jemaat pergi meninggalkan lokasi, gereja kemudian dijaga aparat kepolisian resor Sleman bersama Kodim Sleman. Namun kemudian puluhan massa yang sebagian besar mengenakan penutup wajah seperti kain kafiyeh itu datang lagi sekitar pukul 13.30 WIB. Mereka langsung memasuki halaman gereja dan melakukan perusakan.
Beberapa orang massa ada yang terlihat membawa senjata tajam dan pentungan. Namun tidak ada tindakan dari aparat keamanan. Saat aparat keamanan mau masuk halaman justru dihalang-halangi oleh massa yang berjaga-jaga. Beberapa orang massa sempat melakukan perusakan dengan memecah kaca jendela dan pintu dengan palu dan batu.
Rumah pendeta NL yang berada di samping gereja yang telah kosong ditinggal pemiliknya itu rusak. Saat kejadian bupati Sleman, Sri Purnomo juga tiba di lokasi namun tidak mampu menghentikannya.
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane menilai kasus penyerangan terhadap rumah milik penerbit Galangpress, Julius Felicianus, Kamis malam, 29 Mei 2014, lebih kental unsur politis ketimbang unsur agama. Meski saat penyerangan itu sedang berlangsung kegiatan ibadah Rosario ke-29. "Bukan soal SARA, tetapi kental politisnya," ujar Neta di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, saat menjenguk Julius, Sabtu, 31 Mei 2014.
Menurut dia, jika karena beribadah di rumah, hal itu sudah sering dilakukan. “Dan tidak terjadi apa-apa,” kata Neta. Saat penyerangan berlangsung sebanyak 14 orang yang terdiri dari tiga lelaki dewasa, dan sisanya kaum perempuan dan anak-anak.
Julius memang saat ini menjadi salah satu penggerak untuk kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla maju menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Bahkan, ia menyediakan tempat sebagai markas Sekretariat Jangkar (Jaringan Kerja Relawan) Jokowi-JK. Yaitu di Jalan Mawar Tengah Nomor 72, Baciro,Yogyakarta. “Dukungan kepada salah satu pasangan salon ini menjadi unsur politis yang sangat kental,” kata Neta.
Menurut dia, gerakan politik Julius mendukung pasangan Jokowi-Kalla itu bisa menjadi penyulut adanya penyerangan ke rumah dia saat ada peribadatan Rosario. Apalagi, ujarnya, jika penyerang yang jumlahnya belasan orang itu mengaku suruhan Ustad Ja'far Umar Tholib, bekas komandan Laskar Jihad. “Rekam jejak Jak'far salah satunya adalah dipelihara para jenderal tentara saat ada Laskar Jihad di Ambon beberapa tahun lalu,” ujar Neta.
Adapun Julius yang masih terbaring di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, menyatakan kasus penyerangan itu jika dihubungkan dengan unsur politis ada benarnya. Sebab, dia saat ini getol melakukan gerakan dukungan terhadap pasangan Jokowi-Kalla. "Kalau politis ya benar juga," kata dia.
MUH. SYAIFULLAH
Bisnis.com, JAKARTA -- Gerakan Kebhinekaan Untuk Pemilu Berkualitas (GKPB) mengecam tindakan Pemerintah Kota Bekasi beserta aparat kepolisian dan TNI dari Kodim Bekasi karena menggembok Mesjid Al Misbah Jatibening, Bekasi, Jawa Barat.
Tindakan penggembokan itu adalah yang kedua kalinya dilakukan Pemkot Bekasi. Sebelumnya, 8 Maret 2013 Pemkot Bekasi melakukan penggembokan dan 4 April pemasangan seng di Mesjid Al Misbah tersebut.
Sebelum penggembokan, Jumat (16/5/2014), segerombolan masyarakat tak dikenal melakukan intimidasi terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia yang sedang melaksanakan ibadah di Mesjid Al Misbah dan menghalangi JAI saat menuju mesjid.
Aktivis GKPB Uli Parulian Sihombing mengatakan intimidasi dan penggembokan masjid, merupakan perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat minoritas, yang didahului tekanan dari kelompok massa, sehingga Pemkot Bekasi tidak bisa berbuat adil.
Kasus penggembokan dan pemasangan seng di Mesjid Al Misbah Jatibening terjadi pada saat proses hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sedang berjalan.
Pihak JAI memang dikalahkan di dalam kasus penggembokan di PTUN Bandung, tetapi di dalam kasus pemasangan seng pihak JAI dimenangkan juga di PTUN Bandung.
Bahkan, di dalam substansi putusan PTUN Bandung dalam kasus penggembokan awal, secara tegas dinyatakan bahwa hak ibadah JAI tidak boleh dilanggar walaupun sedang ada proses hukum.
Dari hal ini, sangat jelas Pemkot Bekasi, Polres dan Kodim Bekasi tidak menghormati upaya hukum yang ada.
“Tindakan melakukan penggembokan yang kedua kalinya ini merupakan bentuk pelecehan atas upaya hukum yang sedang berjalan,” tulis Uli Parulian dalam siaran resmi yang diterima Bisnis, Minggu (18/5/2014).
Editor : Saeno
MINGGU, 20 APRIL 2014 | 14:37 WIB 4 Poin Deklarasi Anti-Syiah di Bandung TEMPO.CO, Bandung - Isi Deklarasi Aliansi Nasional Anti-Syiah berisi empat poin komitmen dan tekad untuk menghadang ajaran Syiah di Indonesia. Deklarasi di Jalan Cijagra, Bandung, Jawa Barat, Ahad, 20 April 2014, itu dihadiri 500 orang lebih. Poin pertama deklarasi yakni menjadikan aliansi tersebut sebagai wadah dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Kedua, memaksimalkan upaya preventif, antisipatif, serta proaktif membela dan melindungi umat dari berbagai upaya penyesatan akidah dan syariat yang dilakukan kelompok Syiah di Indonesia. Ketiga, menjalin ukhuwah islamiyah dengan berbagai organisasi dan gerakan dakwah di Indonesia untuk mewaspadai, menghambat, dan mencegah pengembangan ajaran Syiah. Keempat, mendesak pemerintah agar segera melarang penyebaran paham dan ajaran Syiah, serta mencabut izin seluruh organisasi, yayasan, dan lembaga yang terkait dengan ajaran Syiah di seluruh Indonesia. Ketua Pengurus Harian Aliansi Nasional Anti-Syiah Athian Ali M. Dai mengatakan deklarasi tersebut digelar karena telah terjadi keresahan di masyarakat atas ajaran Syiah. Langkah aksi setelah deklarasi hari ini yaitu menjadikan masjid-masjid sebagai penampung laporan keresahaan warga atas Syiah. "Pemerintah harus melarang kegiatan Syiah. Kami tidak melarang mereka punya keyakinan (Syiah)," ujarnya seusai acara. Dia pun meminta umat non-Syiah agar tidak terpancing provokasi dari pihak mana pun. Aliansi akan terus bergerak agar pemerintah pusat melarang penyebarluasan Syiah di Indonesia. "Aturan itu kami minta dari pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah," ujarnya. Penyelenggara deklarasi juga mengundang Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Namanya tercantum pada baliho besar acara di depan Masjid Al-Fajr milik Ketua FUUI Athian Ali M. Dai, yang menjadi tempat deklarasi sekaligus orasi sejumlah ulama. Namun, hingga acara usai, kader PKS yang biasa disebut Kang Aher itu tak tampak. Abdi M. Soeherman, juru bicara komunitas Syiah Al-Muntazar, mengatakan deklarasi tersebut tidak layak digelar karena melanggar hukum, UUD 1945, serta nilai dan semangat Pancasila. "Karena semuanya memiliki hak beragama," kata Abdi dalam pernyataan tertulisnya. Selain itu, ujar Abdi, pernyataan antiagama atau mazhab tertentu yang dilakukan secara luas di hadapan publik merupakan pelanggaran hukum dalam kategori pidana kebencian yang dapat menyebabkan pelakunya ditindak secara hukum. ANWAR SISWADI SENIN, 30 SEPTEMBER 2013 | 06:47 WIB Jusuf Kalla Dukung Lurah Susan TEMPO.CO, Jakarta - Depok- Mantan Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla angkat bicara soal penolakan masyarakat Lenteng Agung terhadap penempatan Susan Jasmine Zulkifli sebagai Lurah dengan alasan berbeda agama. Jusuf Kalla mengaku tidak sepakat jika penempatan seorang pejabat dinilai dari asal usulnya. (Baca: Pendemo Lurah Susan Bukan Warga Lenteng Agung?) "Pejabat itu harus (dinilai) berdasarkan kemampuan, bukan asal usulnya," kata JK-sapaan akrabnya, ditemui di Hotel Bumi Wiyata, Ahad, 29 September 2013. (Baca:Jokowi Tak Akan Pindahkan Lurah Susan) Menurut JK, selama prosedur penempatan dan kinerja seorang pejabat itu benar, maka tidak ada alasan untuk melakukan penolakan. Dalam kasus Lurah Susan, masyarakat seharusnya melihat bagaimana lurah itu dipilih dan di tempatkan di Lenteng Agung. Bukan malah menolak karena agama yang berbeda. "Jadi kalau dia cara pemilihnya benar, kapasitas bagus, ya harus didukung," kata JK. (baca:Ditegur Mendagri, Ahok: Cuekin Saja) Ratusan warga Lenteng Agung telah dua kali unjuk rasa menolak penempatan Lurah Susan. Aksi terakhir pada 26 September 2013 disertai pengumpulan tanda tangan dan hadiah keranda mayat di depan Kantor Kelurahan Lenteng Agung. JK menyayangkan gelombang protes itu dilakukan sebelum mengetahui kapasitas sang lurah. (Baca: dan Provokator Demo Lurah Susan Ketahuan) ILHAM TIRTA Romo Benny: Mendagri tak Miliki Sifat Negarawan Minggu, 29 September 2013 12:25 WIB Laporan Wartawan Tribunnews.com Samuel Febriyanto TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, terus menuai kritik setelah meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memutasikan Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli. Termutakhir, rohaniawan sekaligus tokoh masyarakat Romo Benny Susetyo ikut menyangkan pernyataan Gamawan Fauzi tersebut.
"Harusnya sebagai pemimpin, (Gamawan) mendidik rakyatnya menaati konsitusi. Bukan sebaliknya, tunduk pada kepentingan sempit," ujar Romo Benny dalam pesan singkat kepada Tribunnews.com, Minggu (29/9/2013).
Menurutnya, pernyataan Gamawan Fauzi itu menunjukan sang menteri bukanlah seorang negarawan.
"Anjuran itu sebenarnya kurang tepat. Ini menunjukkan pemimpin tidak memiliki sifat negarawan, selalu berpikir pragmatis. Ini berbahaya bagi upaya untuk membangun bangsa yang rasional," tuturnya.Sebaliknya, Romo Benny justru menyanjung sikap Jokowi yang mempertahankan Susan sebagai Lurah Lenteng Agung. "Menurut saya, Jokowi teguh pada konsitusi karena ujian seorang pemimpin berjiwa negarawan. Saya yakin, Jokowi akan berpegang teguh prinsip konsitusi dengan tidak mengikuti anjuran Mendagri," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Mendagri Gamawan Fauzi menyarankan Jokowi menggantikan Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli, agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Lurah Susan didemo oleh segelintir orang, diduga berlatar belakang sentimen agama.(*)
RABU, 25 SEPTEMBER 2013 | 11:30 WIB
Lurah Susan Didemo, Grace Tiaramudi Dipuji Warga
Lurah Susan Didemo, Grace Tiaramudi Dipuji Warga
Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli saat berbincang dengan media yang ditemui di ruangannya, Jakarta (26/8). Ahok menegaskan tidak akan mengganti Lurah ini hanya karena permintaan subjektif warga. Tempo/Aditia Noviansyah
Berita Terkait
Lurah Susan Didemo Warga Lenteng Agung Lagi
Publik Dukung Lurah Susan
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, terus menolak Lurah Susan Jasmine Zulkifli. Hari ini saja, 700-an warga berunjuk rasa hingga membuat jalan Lenteng Agung macet. Warga menolak Susan lantaran keyakinan yang berbeda.
Hal ini sangat kontras dengan yang dialami Lurah Grace Tiaramudi, 45 tahun. Grace merupakan Lurah Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mayoritas warga Pejaten juga muslim. Namun mereka tetap menerima kehadiran Grace yang terpilih sebagai lurah, meski beda keyakinan. ”Kinerjanya di sini bagus, kami tak mempermasalahkan (beda keyakinan) itu," kata Hamjali, Ketua RT 09 RW 11, kepada Tempo, awal September 2013.
Grace Tiaramudi terpilih dalam lelang jabatan akhir Juni lalu. Dia memang non-muslim. Tapi Hamjali menyatakan pelayanan Grace bagus. "Pelayanan administrasi bagus, rajin juga ke lapangan," ujar tokoh masyarakat yang menjabat ketua RT sejak 20 tahun lalu ini. "Kalau bagus (kerjanya), buat apa menolak."
Warga Lenteng Agung membahas penolakan terhadap Lurah Susan sejak akhir Juni lalu. Namun Jokowi tetap menegaskan tak akan merotasi Lurah Susan. Penolakan berlanjut hingga warga penolak berdemo di depan kantor kelurahan. (Baca lengkap: Lurah Lenteng Agung)
M. ANDI PERDANA SENIN, 23 SEPTEMBER 2013 | 19:09 WIB Komnas HAM Kecam Penyegelan Gereja St. Bernadette TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila mengecam penyegelan gereja St. Bernadette di Bintaro, Tangerang Selatan, yang terjadi pada Minggu 22 September 2013. Ia menilai kasus penyegelan rumah ibadah berulang akibat ketidaktegasan aparat penegak hukum. "Para pelaku intoleransi beragama itu tak pernah mendapat hukuman yang membuat jera, kejadian serupa kerap berulang," katanya kepada Tempo, Senin 23 September 2013. (Baca: Gereja St Bernadette Didemo, Pintu Digembok) Kasus terakhir melanda Gereja Pariko St Bernadette di Bintaro, Tangerang Selatan. Gereja itu didemo massa yang mengatasnamakan warga sekitar pada Ahad 22 September 2013, sekitar pukul 8.00 hingga 11.00 WIB. Massa lalu menggembok gereja tersebut dari luar dan meminta pembangunan gereja dihentikan. Ini bukan kali pertama kalinya ada penolakan pembangunan tempat ibadah. Sejumlah tempat peribadatan lain juga beberapa kali mendapat perlakuan serupa. "Penegakan hukumnya masih tidak tegas, seharusnya tidak boleh ada bias penegak hukum kepada kelompok mayoritas," kata Siti. Dia meminta aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa menegakkan aturan yang seimbang. "Peraturan kan hanya ada satu, jangan malah mendukung tirani mayoritas," ujar Siti. Apalagi, saat ini semakin banyak kelompok fanatik yang muncul dan pada akhirnya main hakim sendiri. Siti menyayangkan berulangnya kasus penyegelan terhadap rumah ibadah di Indonesia. Komnas HAM akan terus memantau kasus ini dan mencari tahu penyebab konflik. ANGGRITA DESYANI
[zul]
SELASA, 09 APRIL 2013 | 15:26 WIB
Kalau Lihat IMB, Banyak Rumah Ibadah Dibongkar
SELASA, 27 AGUSTUS 2013 | 22:55 WIB
Warga Penolak Lurah Susan Juga Akan Demo Jokowi
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Lenteng Agung berencana menggelar aksi unjukrasa di Kantor Kelurahan setempat, Rabu 28 Agustus 2013. Mereka akan menyampaikan penolakan mereka atas penempatan Lurah Susan Jasmine Zulkifli di wilayah mereka.
Selain mendemo Lurah Susan, warga penolak juga berencana menggelar aksi unjukrasa di kantor Gubernur Jakarta Joko Widodo di Balai Kota DKI. "Kami memberi batas waktu hingga Senin, 26 Agustus agar Balai Kota menyatakan pendapatnya soal tuntutan kami. Jika tidak ditanggapi, kami juga akan berdemo di Balai Kota," ujar juru bicara Forum Warga Lenteng Agung, Mochamad Rusli, Selasa 27 Agustus 2013.
Sejauh ini, Kepolisian Sektor Jagakarsa sudah memberi izin aksi unjuk rasa yang akan digelar esok hari di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. "Sudah ada laporannya ke Polsek," ujar Camat Jagakarsa Asril Rizal lewat pesan singkat.
Kapolsek Jagakarsa Kompol Herawati belum merespon pertanyaan Tempo soal berapa banyak personil yang akan diturunkan untuk mengawal demo warga.
Lurah Susan sendiri tak mau berkomentar banyak soal penolakan ini. "Kalau soal itu, saya no comment," ujarnya.
M. ANDI PERDANA
Ahok Tak akan Ganti Lurah Lenteng Agung
TEMPO.COTEMPO.CO – Jum, 23 Agu 2013
TEMPO.CO , Jakarta:
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua I Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan, apabila pembongkaran rumah ibadah mengacu pada IMB (izin mendirikan bangunan), akan ada banyak rumah ibadah yang bisa dibongkar.
"Perlu kalian ketahui, 85 persen rumah ibadah di Indonesia itu tak berizin. Mayoritas adalah masjid dan musala. Kalau pakai IMB sebagai acuan, siapin saja buldozer yang banyak," kata Imdadun kepada Tempo, Selasa, 9 April 2013.
Imdadun mengatakan, kebanyakan rumah ibadah dibangun tanpa IMB karena mengacu pada kebutuhan umat beragama di wilayah terkait. Jika dirasa perlu ada rumah ibadah sesegera mungkin, rumah ibadah itu langsung dibangun. (Baca: Komnas HAM: Penyegelan Gereja Ini Tidak Tepat)
Imdadun sendiri menambahkan, apabila mengacu pada Surat Keterangan Bersama Tiga Menteri (Agama, Dalam Negeri, dan Hukum-HAM), rumah ibadah tanpa IMB bisa dipertahankan. Asal, memang diperlukan umat beragama di daerah tersebut.
"Kalau punya unsur historis, juga bisa tak dibongkar. Jadi, rumah ibadah itu tak bisa disamakan dengan bangunan biasa, tanpa IMB langsung dibongkar," ujar Imdadun.
Kalaupun sebuah rumah ibadah tanpa IMB tetap ingin dibongkar, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan, seperti musyawarah warga, mediasi oleh pemda, hingga menyerahkannya pada putusan pengadilan.
"Hal ini berlaku untuk kasus HKBP Setu di Bekasi," ujar Imdadun. Sebagaimana diketahui, tanggal 22 Maret 2013 lalu, HKBP Setu di Bekasi disegel karena tak memiliki IMB. Selengkapnya soal berita penyegelan gereja klik di sini.
ISTMAN MP
"Perlu kalian ketahui, 85 persen rumah ibadah di Indonesia itu tak berizin. Mayoritas adalah masjid dan musala. Kalau pakai IMB sebagai acuan, siapin saja buldozer yang banyak," kata Imdadun kepada Tempo, Selasa, 9 April 2013.
Imdadun mengatakan, kebanyakan rumah ibadah dibangun tanpa IMB karena mengacu pada kebutuhan umat beragama di wilayah terkait. Jika dirasa perlu ada rumah ibadah sesegera mungkin, rumah ibadah itu langsung dibangun. (Baca: Komnas HAM: Penyegelan Gereja Ini Tidak Tepat)
Imdadun sendiri menambahkan, apabila mengacu pada Surat Keterangan Bersama Tiga Menteri (Agama, Dalam Negeri, dan Hukum-HAM), rumah ibadah tanpa IMB bisa dipertahankan. Asal, memang diperlukan umat beragama di daerah tersebut.
"Kalau punya unsur historis, juga bisa tak dibongkar. Jadi, rumah ibadah itu tak bisa disamakan dengan bangunan biasa, tanpa IMB langsung dibongkar," ujar Imdadun.
Kalaupun sebuah rumah ibadah tanpa IMB tetap ingin dibongkar, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan, seperti musyawarah warga, mediasi oleh pemda, hingga menyerahkannya pada putusan pengadilan.
"Hal ini berlaku untuk kasus HKBP Setu di Bekasi," ujar Imdadun. Sebagaimana diketahui, tanggal 22 Maret 2013 lalu, HKBP Setu di Bekasi disegel karena tak memiliki IMB. Selengkapnya soal berita penyegelan gereja klik di sini.
ISTMAN MP
Ahok mengatakan pengumpulan Kartu Tanda Penduduk tak akan digubris pemerintah. Alasannya, pemimpin tak harus didukung oleh semua warganya. Dia mencontoh dirinya dan Gubernur Jokowi yang hanya mendapat 52 persen suara pada pemilihan Gubernur. "Itu kan berarti ada lebih dari 40 persen warga Jakarta yang tidak mau saya pimpin, tapi ya enggak ada urusan," katanya.
Namun berdasarkan Undang-undang, jumlah suara itu sudah cukup bagi pasangan Jokowi-Ahok untuk memimpin Jakarta. Basuki mengatakan, pemerintah hanya mengikuti aturan dalam konstitusi dalam menjalankan pemerintahan "Bukan taat pada konstituen," katanya.
Sebelumnya, warga Lenteng Agung pernah datang ke balai Kota DKI untuk menyerahkan 2.300 nama dan sekitar 1.500 KTP sebagai dukungan mencopot Susan. Mereka beralasan, mereka tak nyaman dipimpin oleh Susan yang tak beragama Islam. ANGGRITA DESYANI ===
Penghargaan Presiden SBY Menuai Kecaman
wsj
oleh Andreas Ismar
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan ini dijadwalkan akan menerima penghargaan dari sebuah organisasi antar agama di Amerika Serikat, The Appeal of Conscience Foundation. Hal tersebut mengundang hujan kritik dari aktivis hak asasi manusia yang berpandangan Presiden SBY khususnya telah gagal dalam melindungi kaum minoritas beragama.
The Appeal of Conscience Foundation menganugerahkan World Statesman Award bagi SBY atas “upaya mewujudkan perdamaian dan membawa Indonesia menjadi negeri yang demokratis dan menentang ekstremisme,” demikian pernyataan organisasi tersebut.
Penghargaan yang rencananya akan diterima SBY secara pribadi di New York, Amerika Serikat, Kamis malam, merupakan “dorongan untuk memajukan hak asasi manusia, kebebasan beragama dan kerjasama antaragama– tujuan inti Appeal of Conscience Foundation di seluruh dunia,” tulis organisasi itu melalui sebuah email.
East Timor and Indonesia Action Network (ETAN), organisasi berbasis di Amerika Serikat, berencana melakukan protes di luar gedung tempat berlangsungnya acara pemberian penghargaan tersebut. Sementara itu, dua petisi online yang memprotes pemberian penghargaan itu telah mendapat lebih dari 10 ribu tanda tangan.
“Presiden Yudhoyono tidak boleh memoles citra di tengah meningkatnya pelbagai insiden intoleransi beragama,” kata koordinator ETAN, John Miller.
Presiden SBY menyadari banyaknya kritikan yang ditujukan kepadanya. Menurutnya ia menghargai perbedaan pendapat serta akan berupaya lebih keras untuk mendorong toleransi di Indonesia.
“Masih ada sejumlah kejadian yang belum mencerminkan kerukunan hidup beragama, itu saya akui,” ujar Presiden. Menurutnya hal itu justru harus membuat kita bekerja lebih keras, lebih serius dan lebih efektif untuk memperbaki hal yang belum berjalan dengan baik di negeri kita.
Ia menambahkan alasan pemberian penghargaan lebih ditujukan bagi kemajuan demokrasi, membangun dialog serta komitmennya sebagai presiden dalam membangun proses perdamaian.
Sejumlah tokoh penerima penghargaan sebelumnya mencakup tokoh-tokoh dunia seperti mantan perdana menteri Inggris, Gordon Brown, mantan presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak dan perdana menteri Kanada saat ini, Stephen Harper.
Menjelang masa jabatan sembilan tahun, SBY telah dipuji atas upayanya memerangi terorisme dan membantu menciptakan stabilitas politik menyusul penggulingan Suharto pada 1998. Pemerintahan SBY turut serta mengakhiri konflik separatis yang telah terjadi bertahun-tahun di Aceh. Presiden SBY pun dipuji atas kepemimpinannya di wilayah Asia Tenggara, contohnya, dalam memungkinkan adanya solusi damai atas perselisihan wilayah perbatasan antara Thailand dan Kamboja pada 2011.
Sementara aktivis setempat memuji langkah-langkah SBY, mereka mengatakan Presiden SBY belum melakukan upaya yang cukup dalam melindungi hak-hak semua warga, khususnya mengenai masalah perbedaan-perbedaan antar umat beragama.
Kekerasan beragama masih sering terjadi di Indonesia. Mereka merujuk kepada insiden seperti yang terjadi pada Februari 2011, di mana ratusan orang, beberapa diantaranya membawa golok, menyerang rumah seorang pemuka agama Ahmadiyah, yang dianggap oleh kelompok Islam tertentu sebagai aliran sesat. Saat itu, polisi tak terlihat di lapangan. Kepala kepolisian Cikeusik beserta dua anggota senior lainnya dipecat seminggu setelah insiden tersebut. Tiga orang dinyatakan bersalah dalam aksi penyerangan tersebut, dijatuhkan hukuman penjara selama 3,5 tahun.
Sementara itu, sekelompok orang juga dinyatakan bersalah karena menyerang dan membakar rumah-rumah komunitas Syiah di Madura pada tahun 2011 dan 2012. Mereka dijatuhi hukuman penjara antara 8 sampai 10 bulan.
Banyak orang yang menganggap hukuman tersebut terlalu ringan, terutama jika dibandingkan hukuman bagi jenis kejahatan “minor” lainnya, seperti hukuman penjara 5 tahun bagi pencuri sendal jepit di Palu, Sulawesi Tengah.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat sebelumnya juga pernah menyuarakan pandangan yang serupa dengan kelompok HAM.
Menurut Hendardi, ketua Setara Institute, mayoritas penduduk Muslim di Indonesia masih moderat, sementara konflik-konflik yang terjadi disebabkan oleh sekelompok kecil Musim bergaris keras.
Namun, tambahnya, jumlah konflik beragama semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena pemerintah dinilai gagal mengambil langkah yang tegas. Jumlah konflik beragama di Indonesia naik menjadi 264 pada tahun 2012, dari 135 pada tahun 2007, menurut data Setara Institute.
TEMPO.CO, Washington DC - Pada Kamis malam, 30 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan “World Statesman Award” atau “Anugerah Negarawan Dunia” dari The Appeal of Conscience Foundation di Hotel Pierre, New York. SBY mendapat penghargaan atas upaya menggalang perdamaian dan memimpin Indonesia menjadi masyarakat demokratis yang menolak ekstremisme.
Di luar hotel, sekitar 60 orang menyambut kedatangan Presiden SBY dengan melambai-lambaikan bendera merah-putih dan bertepuk tangan sambil bersorak. Sumber Tempo menyebutkan, acara penyambutan ini tidak dilakukan dengan cuma-cuma.
"Kami diberi US$ 100 per orang," ujar seorang pemuda yang turut menyambut Presiden SBY ketika itu. Sayangnya pemuda ini menolak menyebutkan namanya. Dia juga tak mau menceritakan siapa yang menawarkan uang itu kepadanya dan bagaimana uang itu dibagikan. Pemuda itu hanya menjelaskan bahwa banyak temannya menolak tawaran itu karena kesibukan di tempat kerja masing-masing.
Selain mendapat uang, kata pemuda itu, para pendukung World Statesman Award untuk Presiden SBY juga mendapat fasilitas antar-jemput dari kediaman ke Hotel Pierre. Tapi lagi-lagi, pemuda itu tak menjelaskan berapa orang yang dijemput ke hotel mewah itu dan naik mobil apa.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tenne, mengatakan kabar dukungan berbayar itu tidak benar. "Itu hanya rumor, tidak benar," kata Tenne ketika dihubungi Sabtu, 1 Juni 2013. Dia mengatakan, tidak ada perintah dari Kementerian Luar Negeri untuk mengerahkan orang Indonesia di Amerika.
VICTORIA SIDJABAT (WASHINGTON DC) | SUNDARI (JAKARTA)
SBY Khusnul Khatimah Kalau Tolak Penghargaan ACF
Minggu, 02 Juni 2013 , 22:58:00 WIB
Laporan: Ihsan Dalimunthe
RMOL. Presiden SBY gagal mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penghargaan negarawan dunia yang diterimanya dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) atas penilaian mampu menjaga toleransi dalam berbangsa dan bernegara hanyalah lelucon yang mengerikan.
Demikian disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens kepada wartawan di Restaurat Pulau Dua, Jakarta, Minggu (2/6).
Alasannya menurut Boni, pada saat yang bersamaan saat penghargaan itu diberikan di Indonesia masih terjadi perusakan, pembakaran, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap muslim Ahmadiyah, Syiah, dan pengrusakan gereja-gereja. Seharusnya menurut dia, sebagai presiden yang memang punya jiwa refleksi, SBY menolak penghargaan dengan mengatakan bahwa dirinya gagal mengawasi situasi toleransi di Indonesia.
"Seharusnya dia bilang, 'Saya lemah mengawasi, saya nyatakan kepada seluruh dunia, demi Indonesia saya tidak pantas menerima penghargaan ini. Tapi saya berjanji akan membuat Indonesia makin toleran ke depan'," ujar Boni.
Namun, apalah daya SBY tetap menerima penghargaan itu. Padahal kata Boni, seandainya SBY melakukan pengakuan seperti tadi, otomatis SBY akan mengakhiri jabatan dengan khusnul khatimah dan baik buat Partai Demokrat.
Lebih lanjut Boni mengatakan tidak ada kata terlambat dengan waktu tinggal setahun menjelang 2014. SBY diharapkan Boni harus gentle mengakui dosa-dosa dan ketidakmampuannya kepada bangsa Indonesia.
"SBY harus berani bilang 'Saya berdiri di awal 2004 mimpi besar bangun Indonesia baik. Tapi ternyata saya gagal untuk merubah sistem yang masih tidak terbangun dengan baik. Saya akui 10 tahun belum behasil menepati janji Indoneisa bebas atas korupsi, mohon dimaafkan segala dosa saya karena tidak bisa membuat menteri-menteri bebas dari korupsi. Saya harap figur baru di 2014 mampu membangun sitem yang sempurna untuk Indonesia lebih baik'," ucap Boni menirukan.[dem]
Demikian disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens kepada wartawan di Restaurat Pulau Dua, Jakarta, Minggu (2/6).
Alasannya menurut Boni, pada saat yang bersamaan saat penghargaan itu diberikan di Indonesia masih terjadi perusakan, pembakaran, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap muslim Ahmadiyah, Syiah, dan pengrusakan gereja-gereja. Seharusnya menurut dia, sebagai presiden yang memang punya jiwa refleksi, SBY menolak penghargaan dengan mengatakan bahwa dirinya gagal mengawasi situasi toleransi di Indonesia.
"Seharusnya dia bilang, 'Saya lemah mengawasi, saya nyatakan kepada seluruh dunia, demi Indonesia saya tidak pantas menerima penghargaan ini. Tapi saya berjanji akan membuat Indonesia makin toleran ke depan'," ujar Boni.
Namun, apalah daya SBY tetap menerima penghargaan itu. Padahal kata Boni, seandainya SBY melakukan pengakuan seperti tadi, otomatis SBY akan mengakhiri jabatan dengan khusnul khatimah dan baik buat Partai Demokrat.
Lebih lanjut Boni mengatakan tidak ada kata terlambat dengan waktu tinggal setahun menjelang 2014. SBY diharapkan Boni harus gentle mengakui dosa-dosa dan ketidakmampuannya kepada bangsa Indonesia.
"SBY harus berani bilang 'Saya berdiri di awal 2004 mimpi besar bangun Indonesia baik. Tapi ternyata saya gagal untuk merubah sistem yang masih tidak terbangun dengan baik. Saya akui 10 tahun belum behasil menepati janji Indoneisa bebas atas korupsi, mohon dimaafkan segala dosa saya karena tidak bisa membuat menteri-menteri bebas dari korupsi. Saya harap figur baru di 2014 mampu membangun sitem yang sempurna untuk Indonesia lebih baik'," ucap Boni menirukan.[dem]
Rektor Paramadina Sebut SBY Layak Dapatkan Penghargaan dari AS
Minggu, 02 Juni 2013 , 21:06:00 WIB
Laporan: Widian Vebriyanto
RMOL. Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang layak mendapatkan 2013 World Statesman Award dari yayasan nirlaba Amerika Serikat, The Appeal of Conscience Foundation (ACF).
Ia tidak mau mengatakan pengahargaan itu layak atau tidak, karena faktanya Presiden SBY sudah menerima itu. Artinya, kata Anis, secara tersirat SBY dipandang AFC sudah layak untuk mendapatkan penghargaan itu.
"Sudah diberikan. Itu fakta. Sekarang adalah tunaikan apa yang menjadi apresiasi disitu," kata dia kepada wartawan usai menghadiri acara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Perpustakaan Negara, Jakarta. (Minggu,2/6).
Ia hanya berharap presiden bisa mempraktekkan penghargaan itu, yaitu dengan membuat kebijakan yang mampu menyelesaikan konflik kebebasan beragama di Indonesia.
"Ya, mudah-mudahan beliau kemudian mempraktekkan dalam pemerintahannya ke depan," tandasnya. [ian]
Ia tidak mau mengatakan pengahargaan itu layak atau tidak, karena faktanya Presiden SBY sudah menerima itu. Artinya, kata Anis, secara tersirat SBY dipandang AFC sudah layak untuk mendapatkan penghargaan itu.
"Sudah diberikan. Itu fakta. Sekarang adalah tunaikan apa yang menjadi apresiasi disitu," kata dia kepada wartawan usai menghadiri acara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Perpustakaan Negara, Jakarta. (Minggu,2/6).
Ia hanya berharap presiden bisa mempraktekkan penghargaan itu, yaitu dengan membuat kebijakan yang mampu menyelesaikan konflik kebebasan beragama di Indonesia.
"Ya, mudah-mudahan beliau kemudian mempraktekkan dalam pemerintahannya ke depan," tandasnya. [ian]
Minority groups ask Yudhoyono to turn down religious freedom award
Selasa, 25 Desember 2012 | 14:57 WIB
SBY Tak Hadiri Misa Natal Filadelfia dan Yasmin
TEMPO.CO, Jakarta - Jemaat dari dua gereja di Bogor dan Bekasi, Selasa, 25 Desember 2012, siang tadi menggelar misa Natal di depan Istana Presiden. Hal ini mereka lakukan setelah tempat ibadahnya disegel oleh pemerintah daerahnya.Dalam misa di bawah terik mentari itu, panitia misa menyediakan kursi dan meja untuk Presiden SBY dan istri. Sayangnya saat misa berakhir, Presiden dan Ibu Negara tidak tampak di depan jemaat gabungan dari Gereja GKI Taman Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Tambun, Bekasi.
Sekitar 150 peserta misa mengaku kecewa atas ketidakhadiran SBY. "Kami sudah kirim undangan resmi ke Presiden SBY. Tadi pagi di Gereja dia juga tak datang. Siang ini juga tak tampak batang hidungnya," kata Bonar Sigalingging, juru bicara YKI Yasmin.
Misa Natal yang berlangsung di depan Istana ini merupakan kali ketiga mereka lakukan. Dua tahun sebelumnya, menurut Bonar, mereka terpaksa melakukan hal serupa karena adanya larangan beribadah oleh pihak Pemkot Bogor. Dalam misa Natalnya, jemaat juga membawa spanduk besar bertuliskan "Save Pacefull Indonesia Pray With GKI Yasmin for Unity in Diversity".
"SBY sebagai orang yang memiliki kewenangan besar seharusnya dapat menjadikan Natal tahun ini sebagai simbol kebebasan beribadah bagi setiap warganya," kata Bonar di sela-sela misa Natal yang dipimpin oleh Pendeta Filadelfia HKBP, Falti Panjaitan.
Muhammad Subhi Azhari, kepala program advokasi Wahid Institute, meminta pemerintah untuk bijak dalam melihat persoalan antara Jemaat dari dua gereja dan pemerintah daerah di Bogor dan Bekasi. Kepada jemaat, Subhi Azhari meminta mereka tetap solid dalam memperjuangan hak-hak kebebasan beragama.
"Kami sudah dua tahun mendampingi mereka, sayangnya belum ada titik terang. Kita tidak boleh menyerah, kita tunggu hingga pergantian pemerintahan," ujarnya, di hadapan jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia.
Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin untuk ketiga kalinya tak bisa menjalankan misa Natal di bangunan gereja mereka yang berdiri di Jalan KH Abdullah bin Nuh Nomor 31, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Mereka terpaksa menunaikan ibadah di salah satu rumah anggota jemaat.
Adapun masalah bangunan gereja antara jemaat GKI Yasmin dengan Wali Kota Bogor hingga kini belum tuntas. Penyebabnya, Wali Kota tak mau mematuhi putusan Mahkamah Agung dan Komisi Ombudsman RI atas bangunan gereja. Hingga kini bangunan gereja masih disegel Pemerintah Kota Bogor.
Wali Kota Bogor justru memberi usul relokasi bangunan gereja ke Jalan Doktor Sumeru 33, Kota Paris, Bogor. Atas sikap Wali Kota ini, jemaat tidak bisa melaksanakan ibadah Natal di gereja mereka sejak 2010 lalu.
PARLIZA HENDRAWAN
Selasa, 25 Desember 2012 | 09:10 WIB
Untuk GKI Yasmin, Jawa Barat Siapkan Rp 10 Miliar
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan penanganan masalah Gereja Kristen Indonesia Yasmin kini dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Namun begitu, ia memastikan Provinsi Jawa Barat siap membantu penanganan lewat dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2013"Konspep penanganan gereja Yasmin secara permanen sudah ditangani Kemendagri bukan oleh provinsi lagi. Tapi Provinsi siap backup Rp 10 miliar untuk penyelesaian tahun 2013 nanti," kata Heryawan di sela kunjungan ke sejumlah gereja di Kota Bandung Senin malam, 24 Desember 2012.
Dana sebesar itu, lanjut dia, dapat digunakan untuk pengadaan lahan pembangunan gereja yang baru. Selain dari Provinsi, Heryawan menambahkan bantuan dana relokasi juga akan dipasok Pemrintah Kota Bogor, sekitar Rp 2 miliar.
Adapun soal keinginan jemaat Gereja Kristen Indonesia Yasmin Kota Bogor untuk tetap menggunakan bangunan gereja Jalan KH Abdullah bin Nuh 31, ia serahkaan kepada Walikota Bogor dan aparat kemanan.
Sebelumnya, Komnas HAM melayangkan surat rekomendasi yang meminta Wali Kota Bogor, Diani Budiarto, mengizinkan jemaat GKI Yasmin untuk menjalankan ibadah Natal 25 Desember 2012 di bangunan gereja Jalan KH Abdullah bin Nuh Nomor 31, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat. Surat ini ditembuskan antara lain kepada Gubernur Jawa Barat.
ERICK P. HARDI
Selasa, 25 Desember 2012 | 10:19 WIB
Malam Natal, GKI Yasmin Diawasi Preman Berjubah
TEMPO.CO, Bogor - Meski sudah menggelar kebaktian malam Natal, Selasa, 24 Desember 2012, di rumah seorang warga secara sembunyi-sembunyi, jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin belum juga bisa menunaikan ibadah dengan tenang. Misa mereka tetap diawasi sekelompok orang dengan tindak-tanduk mencurigakan.Reporter Tempo turut menghadiri misa Natal GKI Yasmin di sebuah rumah yang dirahasiakan di kawasan Bogor, bersama sejumlah jurnalis lain. Sejumlah pegiat hak asasi manusia juga hadir. Tampak Komisioner Komisi Nasional Perempuan Andy Yentriani dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Febionesta.
"Tadi ada sekelompok orang berjubah yang lewat di depan rumah," kata seorang jemaat GKI Yasmin, Jayadi Damanik, di lokasi kebaktian. Keempat orang berjubah itu mengendarai dua sepeda motor. Mereka memperlambat laju kendaraan persis di depan rumah tempat kebaktian.
Sejak bangunan gereja disegel Pemerintah Kota Bogor, jemaat GKI Yasmin memang harus menggelar kebaktian mingguan di rumah warga. Itu pun tak terbebas dari intimidasi. Kadang, massa anti-GKI Yasmin berhasil menemukan lokasi mereka. "Kadang mereka berhasil mendeteksi, kadang tidak," kata Jayadi.
Pada misa malam Natal, ada 70 jemaat yang terlihat khusyuk beribadah selama kurang lebih dua jam. Kebaktian malam Natal dipimpin Penatua Alexander Paulus.
PRIHANDOKO
Selasa, 25/12/2012 19:48 WIB
Menag: GKI Yasmin & HKBP Filadelfia Itu Masalah Hukum
"Kalau persoalannya hukum harus ke hukum. Jangan masalah-masalah rumah ibadah dibawa ke ranah politik," kata Suryadharma usai menjenguk cucu Presiden SBY di RS Pondok Indah, Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (25/12/2012).
Siang tadi, jemaah GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi melakukan misa Natal di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Mereka melakukan aksi tersebut karena tidak bisa beribadah di gereja mereka masing-masing. Suryadharma menilai bahwa permasalahan yang mereka alami sesungguhnya adalah perkara Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Seperti bang Faridz (Djan Faridz, Menpera-red) ini pengurus NU di Jakarta, beliau semisalnya belum dapat izin mendirikan masjid, tapi nggak demo di Istana. Itu masalah IMB. Kalau IMB-nya belum terpenuhi, selesaikanlah permasalahannya secara administrasi," kata Suryadharma yang didampingi Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz.
Menteri Agama yang juga Ketum PPP ini mengimbau agar permasalahan ini segera diselesaikan agar tidak menjadi berlarut-larut. Namun demikian, dia menyarankan bahwa permasalahan ini jangan ditarik ke ranah politik.
"Jangan dipolitisasikan. Pemerintah tidak membiarkan itu terjadi," pungkasnya.
(rmd/nwk)
Masyarakat Indonesia Makin Tidak Toleran?
Survei mengungkap banyak warga tak nyaman bertetangga beda agama.
Minggu, 21 Oktober 2012, 18:23
Bayu Galih, Alfin Tofler
VIVAnews
-Lingkaran Survei Indonesia dan Yayasan Denny JA mengungkap hasil
survei mengejutkan mengenai kehidupan antar-umat beragama di Indonesia.
Survei itu mengatakan mayoritas masyarakat di Indonesia merasa tidak
nyaman jika hidup berdampingan, dan bertetangga dengan yang berbeda,
baik itu beda agama juga beda orientasi seksual.
Sebanyak 15,1 persen responden mengaku tidak nyaman hidup berdampingan dengan tetangga berbeda agama. Angka intoleran terhadap aliran yang dianggap sesat lebih tinggi lagi. Sebanyak 41,8 persen mengaku tak nyaman bertetangga dengan aliran Syiah. Sedangkan 46,6 persen mengatakan tak nyaman dengan Ahmadiyah.
Sebanyak 15,1 persen responden mengaku tidak nyaman hidup berdampingan dengan tetangga berbeda agama. Angka intoleran terhadap aliran yang dianggap sesat lebih tinggi lagi. Sebanyak 41,8 persen mengaku tak nyaman bertetangga dengan aliran Syiah. Sedangkan 46,6 persen mengatakan tak nyaman dengan Ahmadiyah.
Tapi angka intoleransi
terbesar adalah terhadap komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan
Transgender). "Yang paling tinggi, terhadap homoseksual yang mencapai
80,6 persen," kata peneliti LSI, Ardian Sopa, saat merilis hasil survei
ini di Jakarta, Minggu, 21 Oktober 2012.
Secara umum, angka tingkat intoleransi ini meningkat dibanding tahun lalu. Mulai dari berbeda agama (dari 8,2 menjadi 15,1 persen), penganut Syiah (dari 26,7 menjadi 41,8 persen), penganut Ahmadiyah (dari 39,1 persen menjadi 46,6 persen), dan komunitas LGBT (dari 64,7 persen menjadi 80,6 persen).
Selain angka tersebut Sopa lebih lanjut menjelaskan toleransi masyarakat terhadap penggunaan kekerasan sebagai salah satu cara dalam menegakkan prinsip agama juga meningkat. Tahun 2005 tercatat penggunaan kekerasan hanya diterima oleh 9,8 persen, tapi kini menjadi 24 persen pada tahun 2012.
Sedangkan Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, menyatakan berdasarkan data dari Wahid Institute jumlah kekerasan atas nama agama juga semakin meningkat dari tahun 2010 ke 2011 dari 62 menjadi 92 kasus.
Pendidikan rendah
Ardian Sopa mengungkapkan, pengambilan data untuk survei ini dilakukan pada tanggal 1 - 8 Oktober 2012 dengan jumlah responden sebanyak 1200. Survei, dijelaskan Sopa, menggunakan metode wawancara melalui tatap muka dan margin of error diperkirakan sekitar plus minus 2,9 persen.
Menariknya, hasil survei juga mengungkap sikap intoleran juga dipengaruhi dengan tingkat pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan orang Indonesia maka ia akan cenderung mempunyai sikap toleransi yang rendah, dan yang berpendidikan tinggi cenderung lebih toleran.
Dari survei tersebut penduduk dengan pendidikan SMA ke bawah tidak merasa nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama sebesar 67,8 persen, dengan aliran Syiah sebesar 61,2 persen, dengan penganut Ahmadiyah sebesar 63,1 persen, dan dengan homoseksual sebesar 65,1 persen.
Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi atau minimal pernah kuliah angkanya di bawah 35 persen untuk tiap kategori.
Tinggi dan rendahnya penghasilan responden juga diketahui memiliki pengaruh ke sikap intoleransi. Tercatat responden dengan penghasilan di bawah 2 juta, angka penolakan terhadap mempunyai tetangga yang berbeda agama sebesar 63,4 persen, penganut Syiah sebesar 57,8 persen, penganut Ahmadiyah sebesar 61,2 persen, dan homoseksual sebesar 59,1 persen.
"Dari survei ini juga terlihat laki-laki dalam semua perbedaan yang disurvei, cenderung lebih intoleran dibandingkan dengan perempuan," kata Ardian.
Peringatan
Menanggapi hasil survei ini, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim menyatakan prihatin atas tingginya angka intoleransi terhadap perbedaan. Menurut Ifdhal, hasil riset pun bisa dijadikan peringatan agar sikap intoleransi tak tumbuh di Indonesia.
"Kondisi semakin memprihatinkan karena sikap intoleransi itu juga disertai dengan kekerasan. Hasil riset ini bisa dijadikan peringatan bagi pengambil kebijakan," ucap Ifdhal, saat dihubungi VIVAnews, Minggu, 21 Oktober 2012.
Hasil survei juga mengungkap bahwa responden mengaku tidak puas dengan kinerja Presiden, pemerintah, politisi, juga polisi, dalam kasus terkait perbedaan paham agama. "Mayoritas responden, bahkan lebih dari 50 persen, mengaku tidak puas dengan kinerja presiden, politisi dan polisi dalam memberikan perlindungan keamanan dan hak azasi masyarakat," ucap Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar.
Menanggapi itu, Ifdhal pun memahami jika banyaknya terjadi kasus kekerasan juga dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah. Ifdhal kemudian mengatakan, butuh kerjasama semua pihak menumbuhkan toleransi beragama di Indonesia. "Agar tidak ada yang menyederhanakan masalah dan menciptakan situasi kondusif bagi sikap toleransi terhadap perbedaan," ujar Ifdhal.
Tantangan pemerintah
Secara umum, angka tingkat intoleransi ini meningkat dibanding tahun lalu. Mulai dari berbeda agama (dari 8,2 menjadi 15,1 persen), penganut Syiah (dari 26,7 menjadi 41,8 persen), penganut Ahmadiyah (dari 39,1 persen menjadi 46,6 persen), dan komunitas LGBT (dari 64,7 persen menjadi 80,6 persen).
Selain angka tersebut Sopa lebih lanjut menjelaskan toleransi masyarakat terhadap penggunaan kekerasan sebagai salah satu cara dalam menegakkan prinsip agama juga meningkat. Tahun 2005 tercatat penggunaan kekerasan hanya diterima oleh 9,8 persen, tapi kini menjadi 24 persen pada tahun 2012.
Sedangkan Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, menyatakan berdasarkan data dari Wahid Institute jumlah kekerasan atas nama agama juga semakin meningkat dari tahun 2010 ke 2011 dari 62 menjadi 92 kasus.
Pendidikan rendah
Ardian Sopa mengungkapkan, pengambilan data untuk survei ini dilakukan pada tanggal 1 - 8 Oktober 2012 dengan jumlah responden sebanyak 1200. Survei, dijelaskan Sopa, menggunakan metode wawancara melalui tatap muka dan margin of error diperkirakan sekitar plus minus 2,9 persen.
Menariknya, hasil survei juga mengungkap sikap intoleran juga dipengaruhi dengan tingkat pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan orang Indonesia maka ia akan cenderung mempunyai sikap toleransi yang rendah, dan yang berpendidikan tinggi cenderung lebih toleran.
Dari survei tersebut penduduk dengan pendidikan SMA ke bawah tidak merasa nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama sebesar 67,8 persen, dengan aliran Syiah sebesar 61,2 persen, dengan penganut Ahmadiyah sebesar 63,1 persen, dan dengan homoseksual sebesar 65,1 persen.
Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi atau minimal pernah kuliah angkanya di bawah 35 persen untuk tiap kategori.
Tinggi dan rendahnya penghasilan responden juga diketahui memiliki pengaruh ke sikap intoleransi. Tercatat responden dengan penghasilan di bawah 2 juta, angka penolakan terhadap mempunyai tetangga yang berbeda agama sebesar 63,4 persen, penganut Syiah sebesar 57,8 persen, penganut Ahmadiyah sebesar 61,2 persen, dan homoseksual sebesar 59,1 persen.
"Dari survei ini juga terlihat laki-laki dalam semua perbedaan yang disurvei, cenderung lebih intoleran dibandingkan dengan perempuan," kata Ardian.
Peringatan
Menanggapi hasil survei ini, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim menyatakan prihatin atas tingginya angka intoleransi terhadap perbedaan. Menurut Ifdhal, hasil riset pun bisa dijadikan peringatan agar sikap intoleransi tak tumbuh di Indonesia.
"Kondisi semakin memprihatinkan karena sikap intoleransi itu juga disertai dengan kekerasan. Hasil riset ini bisa dijadikan peringatan bagi pengambil kebijakan," ucap Ifdhal, saat dihubungi VIVAnews, Minggu, 21 Oktober 2012.
Hasil survei juga mengungkap bahwa responden mengaku tidak puas dengan kinerja Presiden, pemerintah, politisi, juga polisi, dalam kasus terkait perbedaan paham agama. "Mayoritas responden, bahkan lebih dari 50 persen, mengaku tidak puas dengan kinerja presiden, politisi dan polisi dalam memberikan perlindungan keamanan dan hak azasi masyarakat," ucap Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar.
Menanggapi itu, Ifdhal pun memahami jika banyaknya terjadi kasus kekerasan juga dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah. Ifdhal kemudian mengatakan, butuh kerjasama semua pihak menumbuhkan toleransi beragama di Indonesia. "Agar tidak ada yang menyederhanakan masalah dan menciptakan situasi kondusif bagi sikap toleransi terhadap perbedaan," ujar Ifdhal.
Tantangan pemerintah
Wakil Menteri Agama
Nasarudin Umar bahwa hasil survei ini akan jadi tantangan bagi
pemerintah. "Tantangan yang patut dijawab dengan kematangan dalam
kehidupan beragama," ucap Wamenag, saat dihubungi VIVanews, Minggu, 21 Oktober 2012.
Meski begitu, Nasarudin juga mengatakan agar semua pihak introspeksi jika terjadi kasus kekerasan dalam beragama. Sebab kekerasan itu ada sebab dan akibatnya.
Hasil survei pun, menurut Nasarudin, ikut dipengaruhi kondisi tertentu di masyarakat dan tak mencerminkan masyarakat Indonesia secara umum. "Ini fluktuatif, tergantung keadaan. Tapi ini memang tantangan," ucapnya.(np)
Meski begitu, Nasarudin juga mengatakan agar semua pihak introspeksi jika terjadi kasus kekerasan dalam beragama. Sebab kekerasan itu ada sebab dan akibatnya.
Hasil survei pun, menurut Nasarudin, ikut dipengaruhi kondisi tertentu di masyarakat dan tak mencerminkan masyarakat Indonesia secara umum. "Ini fluktuatif, tergantung keadaan. Tapi ini memang tantangan," ucapnya.(np)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar