Minggu, 06/10/2013 06:32 WIB
Dukung SBY, Mahfud MD Setuju Perpu Penyelamatan MK
Ahmad Toriq - detikNews
Jakarta - Presiden SBY menyiapkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) yang di dalamnya di antaranya memuat aturan mengenai pengawasan untuk Mahkamah Konstitusi (MK). Eks Ketua MK Mahfud MD mendukung langkah SBY.
"Itu memang wewenang konstitusional presiden. Kalau memang ada alasan-alasan yang dianggap genting. Menurut saya saat ini keadaan cukup genting," kata Mahfud saat berbincang, Sabtu (5/10/2013) malam.
Mahfud mengatakan MK saat ini sudah dihujani oleh kritik dan kecurigaan. Sudah selaiknya seorang kepala negara mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan.
"Kalau dibiarkan ini bisa gawat. Kalau menunggu proses hukumnya, satu setengah tahun mungkin baru incraacht," ujarnya.
Mahfud mengingatkan, langkah SBY ini akan mendapat tentangan. Namun dia berharap presiden tak gentar.
"Kalau saya mendukung, tapi pasti ada yang tidak mendukung. Kalau menunggu Undang-undang atau prosedur normal, bisa kacau balau keadaan," pungkasnya.
Akhir Ambiguitas Nasib Akil Mochtar di MK
Oleh Silvanus Alvin, Edward Panggabean, Raden Mutia Hatta
Posted: 06/10/2013 00:30
Liputan6.com, Keputusan cepat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan untuk memecat Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar yang tersangkut dugaan menerima suap pengurusan pilkada di MK, patut diapresiasi. Keputusan itu diambil setelah SBY menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara tanpa melibatkan MK yang telah membuat Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK).
Penangkapan Ketua MK Akil Mochtar membuat Presiden SBY terkejut. Lantaran, reputasi, kredibilitas dan wibawa MK yang selama ini dibangun 2 pendahulunya Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, runtuh seketika Rabu 2 Oktober lalu. Indonesia yang sedang menggelar hajat besar Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik (KTT APEC) di Bali, seketika dipermalukan dengan ulah Akil.
Presiden SBY pun memutuskan untuk menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara sebelum bertolak ke Bali. Pertemuan itu dihadiri Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Utomo, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, dan Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki.
"Saya ingin mengajak para pimpinan lembaga negara tersebut untuk memikirkan masa depan MK yang bisa menjaga tegaknya kebenaran dan keadilan. Kita ingin MK menjadi benteng konstitusi dan meluruskan kehidupan bernegara yang dinilai menyimpang," kata SBY.
Pertemuan yang digelar tanpa melibatkan unsur dari Mahkamah Konstitusi itu juga akan meninjau mekanisme Pemilihan Ketua MK.
"Perlu pula kita pikirkan bagaimana persyaratan dan mekanisme pemilihan hakim konstitusi. Kalau perlu kita atur dalam undang-undang," imbuh SBY.
Tentang tidak adanya petinggi MK yang diundang, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, mengatakan hal itu memang disengaja, karena yang dibahas terkait MK.
"Kali ini kita akan konsultasi lebih bijak soal MK dengan pimpinan negara lainnya. Itulah kenapa MK tidak hadir, tidak diundang," tegas Julian.
Menurut Julian, pertemuan nanti dinilai penting sebagai sarana konsultasi antarpimpinan lembaga negara untuk menjaga kestabilan dan kepercayaan terhadap lembaga negara.
Rencana pertemuan itu pun mengundang pro dan kontra. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengungkapkan kekhawatirannya pertemuan itu bisa mengancam indepedensi proses hukum yang sedang dilakukan KPK.
"Rencana Presiden mengumpulkan pimpinan lembaga-lembaga negara harus dicermati jangan sampai ambil sebuah keputusan besama atau keputusan atas nama lembaga tinggi negara. Hal tersebut bisa membuat lembaga-lembaga itu terancam tidak independen lagi," kata Tjahjo Kumolo.
Namun, Ketua KPK Abraham Samad mengaku tak khawatir pertemuan itu akan mengintervensi proses hukum Akil di KPK.
"Oh tidak (ganggu penyidikan), karena presiden kan sudah mengeluarkan statement akan mendukung sepenuhnya upaya-upaya KPK untuk menuntaskan kasus suap yang terjadi di MK," ujar Abraham Samad.
Menurut Abraham, Presiden SBY yang sudah memberikan apresiasi terhadap penangkapan tersebut dinilai KPK sudah cukup sebagai jaminan tidak ada intervensi.
Pecat
Presiden SBY pun meneken surat pemberhentian Akil dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Presiden SBY telah tandatangani Keppres pemberhentian sementara Akil Mochtar sbg Ketua MK," tulis Staf Khusus Presiden di akun twitter @SBYudhoyono, Sabtu (5/10/2013).
Surat pemberhentian sementara Akil telah dilayangkan MK kepada Presiden SBY, Jumat 4 Oktober 2013 kemarin.
Namun, Presiden SBY menyatakan tak bisa memenuhi permintaan rakyat Indonesia yang meminta pembubaran MK dan hukum mati Akil Mochtar.
"Saya diminta untuk mengeluarkan dektrit dan dengan dekrit itu membubarkan atau membekukan MK. Tentu presiden tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan dekrit untuk membubarkan dan membekukan lembaga yang keberadaannya diatur Undang-Undang," papar SBY.
Selain itu, sambung SBY, banyak juga yang menyampaikan kepadanya agar presiden menetapkan hukuman mati kepada koruptor. SBY pun menjawab bahwa presiden tidak bisa menetapkan seseorang itu dihukum mati atau hukuman apapun.
"Yang memutuskan adalah majelis hakim. Saya tahu rakyat ingin tindakan yang tepat dan tegas. Tapi tindakan ini tidak boleh melanggar konstitusi, melanggar UUD 1945," kata SBY.
Ia pun mengaku geram dengan tingkah laku koruptor dan menyebut kasus Akil sebagai tragedi politik. "Peristiwa ini boleh dikatakan sebagai tragedi politik, tragedi hukum dan keadilan," ucap SBY.
Konsolidasi
Pertemuan Presiden SBY dengan para pimpinan lembaga tinggi negara di Kantor Presiden, menghasilkan 5 butir kesepakatan.
"Setelah kami bertukar pikiran, ada 5 butir yang akan saya sampaikan," ujar Presiden SBY.
1. Dalam persidangan di MK diharapkan dijalankan dengan penuh hati-hati, jangan ada penyimpangan baru. Karena itu, MK diminta menunda semua proses persidangan.
"Ingat kepercayaan rakyat sangat rendah kepada MK saat ini. Apakah kemelut yang ada saat ini dengan kepercayaan rakyat yang rendah saat ini, konsolidasi MK sekarang ini, MK akan menunda persidangan jangka pendek, saya serahkan ke MK," papar SBY.
2. Penegakan hukum yang dilaksanakan KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif. "Ini untuk meyakinkan semua pihak bahwa jajaran MK lainnya bersih dari korupsi dan penyimpangan lain, agar kepercayaan kepada MK segera pulih kembali," lanjut SBY.
3. Presiden SBY berencana menyiapkan Perppu untuk diajukan ke DPR, yang antara lain akan mengatur persyarakat aturan mekanisme seleksi pemilihan Hakim MK.
"Ini penting sesuai semangat UUD 45 maka materi Perppu ini perlu mendapatkan masukan dari 3 pihak, Presiden, DPR dan MA. Saya berharap apabila Perppu ini dilakukan, maka tidak mudah di judicial review di MK sendiri dan kemudian digugurkan, dibatalkan. Kalau itu terjadi maka tidak akan ada koreksi dan perbaikan."
4. Dalam Perppu itu perlu juga diatur pengawasan terhadap proses peradilan di MK.
5. MK perlu diaudit eksternal.
"Dalam masa konsolidasi yang sedang dilakukan MK saat ini, MK melakukan audit internalnya. Kami berpendapat dipandang perlu dilakukan audit eksternal oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk itu," tukas Presiden SBY.
Ambiguitas
Rekomendasi pemberhentian Akil dari Ketua MK, menjadi antiklimaks bagi Majelis Kehormatan Konstitusi yang dibentuk MK untuk menyelidiki kasus itu. Lantaran, sanksi pemecatan bagi MK memakan waktu cukup lama untuk penyelidikan yakni maksimal 90 hari. Meski demikian, MKK menyatakan optimis bisa memecat Akil sebagai rekomendasi akhir MK.
"Kalau hakim melakukan perbuatan tercela, melanggar kode etik, itu bisa dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat. Pertanyaannya apakah Pak Akil Mochtar melakukan tindakan itu, itu yang sedang didalami oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Sekretaris Majelis Kehormatan Hikmahanto Juwana.
KPK menetapkan Akil sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap sengketa 2 Pilkada di MK. Akil ditangkap di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada pukul 22.00 WIB Rabu 3 Oktober malam.
Selain Akil, KPK juga menangkap anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Chairun Nisa, pengusaha CNA, DH pihak swasta, dan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. KPK juga menangkap sejumlah orang terkait Pilkada Lebak, Banten, salah satunya adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaery Wardana. (Adi)
3 Hakim Diduga Terlibat, MK Ogah Komentar
Jum'at, 04 Oktober 2013 12:47 wibCatur Nugroho Saputra - Okezone
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut uang Rp3 miliar yang ditemukan dalam operasi tangkap tangan dikediaman Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, juga akan diberikan kepada tiga orang hakim lainnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, enggan berkomentar banyak. Menurutnya, masalah hukum yang menjerat Akil diserahkan sepenuhnya kepada KPK.
"Kami menyerahkan urusan hukumnya kepada KPK dan urusan etik pada Majelis Kehormatan, kami tidak berkomentar dengan itu siapa yang terlibat silahkan," kata Hamdan, kepada wartawan, di Gedung MK, Jumat (4/10/2013).
Hamdan mengatakan pihaknya tidak akan menghalang-halangi KPK yang tengah melakukan penyidikan.
"Kami ingin membuka akses kepada KPK melakukan tindakan dan informasi apa saja yang diperlukan. Kami tidak ingin terlibat mengurus kasus itu," ujarnya.
Penyerahan kasus hukum dan etik dilakukan agar tidak mengganggu hakim konstitusi lainnya dalam menyelesaikan masalah MK yang bebannya sudah berat.
"Jadi setelah ini, ingin tegaskan MK, hakim bertanggung jawab penuh melaksanakan amanat kontitusi, amanat negara dan bangsa, dan kami insya Allah ingin bekerja profesional, integritas, itu janji kami dan hakim MK," tuturnya.
(sus)
Mobil-mobil Mewah di Garasi Rumah Tubagus Chaeri Wardhana
TRIBUNnews.comTRIBUNnews.com – 3 jam yang lalu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sejumlah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah tersangka kasus korupsi Pilkada Kabupaten Lebak, Tubagus Chaeri Wardhana, di Jalan Denpasar IV nomor 35 Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (03/10/2013). Suami Wali Kota Tanggerang Selatan, Airin Rachmi Diany, diamankan dari rumah itu Rabu (02/03).
Petugas KPK tiba di rumah seluas 4.000 meter itu sekitar pukul 16.45 WIB, dengan menumpangi tiga unit Toyota Avanza dan satu Toyota Inova. Belasan petugas itu masuk dengan membawa satu buah kardus, dan beberapa lembar kardus yang belum disusun. Mereka langsung masuk ke dalam rumah itu, dan tidak jelas terlihat dari luar apa yang mereka lakukan di dalam.
Dari luar rumah itu tampak temaram, dengan lampu-lampu bagian dalam rumah yang menyeruak di balik tirai. Sementara sejumlah lampu yang menempel di tembok bagian luar rumah tidak bisa membuat rumah itu terang. Kesan temaram bertambah kuat karena di jalanan depan rumah itu tidak terdapat lampu penerangan jalan, hanya terdapat sejumlah lampu kecil yang menerangi pohon-pohon di depan pagar rumah.
Di garasi bagian kiri, di bagian depan terparkirsebuah Toyota Inova, Sedan Bentley bernomor Polisi B 888 GIF. Sedangkan bagian kiri Toyota Land Crusier bernomor Polisi B 888 TCM dan Toyota Land Crusier TX bernomor Polisi B 1978 RFR.
Tiba-tiba sekitar pukul 19.30 WIB, garasi rumah itu dibuka, alhasil lampu dari dalam garasi yang terang memancar keluar, dan menerangi bagian depan rumah. Setelah pintu garasi dibuka, tampak di dalamnya terparkir sejumlah mobil mewah.
Garasi rumah itu berukuran sekitar 20 X 25 meter, dengan 25 X 15 meter diantaranya tertutup pintu garasi yang berupa pintu kayu yang dilipat kesamping. Garasi itu dibagi dua dengan sebuah tembok tebal di tengahnya.
Di garasi bagian kanan, di dalamnya terparkir empat buah mobil mewah. Di bagian kiri, terparkir memanjang dua mobil sedan merek Ferari berwarna merah berplat nomor B 888 CNW dan B 888 GEF. Di sebelah kanannya, terdapat sedan merek Lamborgini berwarna putih, dan di depannya terdapat sedan Nisan GTR yang juga berwarna putih.
Di garasi bagian kanan bagian dalam, terparkir satu unit sedan Lexsus berwarna hitam bernomor Polisi B 888 ARD, dan di depannya terparkir sebuapedamotor Harley Davidson jenis Sportster bernomor Polisi B 3484 WWW. Di bagian kanan terparkir sedan Toyota Camry berwarna hitam, dan sebuah Roll Rocye warna hitam bernomor Polisi B 888 CHW.
Sekitar lima orang petugas KPK yang mengenakan rompi KPK, sarung tangan dan masker penutup bagian mulut tampak memeriksa mobil-mobil itu dengan seksama. Salah seorang petugas yang memeriksa mobil sedan Bentley nampak memeriksa sejumlah dokumen yang tersimpan di bagasi mobil.
Husni (51), kepala keamanan menuturkan di kawasan Jalan Denpasar Airin dan suaminya yang akrab dipanggil Wawan sudah tinggal sejak sekitar tahun 2003, awalnya mereka tinggal di Jalan Denpasar III. Baru sekitar tahun 2005 mereka pindah ke rumah mewah di Jalan Denpasar IV.
"Dari awal mereka tinggal, mereka sudah punya mobil-mobil mewah itu," ujarnya.
Setiap akhir pekan, biasanya Wawan mengendarai mobil-mobil mewah itu. Kata Husni Wawan kerap terlihat mengendarai mobil Ferari berlogo kuda jingkrak itu. Sedangkan Airin kerap terlihat mengendarai sedan Lamborgini.
"Pak Wawan sering terlihat mengendarai sendiri mobilnya itu, kadang-kadang sendiri, kadang-kadang sama istrinya," ujar Husni. (NURMULIA REKSO PURNOMO).
Kasus Hakim MK Arsyad Sanusi: Pejabat Malu & Mengundurkan Diri……..?
OPINI | 18 December 2010 | 00:52 Dibaca: 537 Komentar: 5 0
Berita tentang rencana pengunduran diri dari salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsyad Sanusi hanya akibat malu yang harus ditanggungnya akibat tudingan-2 suap yang diarahkan kepada dirinya & anaknya (yang belum tentu benar) patut diacungi jempol dua.
Berita ini seharusnya menjadi berita langka & heboh di Indonesia,wartawan negeri ini seharusnya memberikan apresiasi atas berita ini untuk dijadikan headlines besar-2an,karena rakyat Indonesia hampir tidak pernah mendengar sebuah berita bilamana seorang pejabat diduga terlibat korupsi/suap (walau belum tentu benar) mau mengundurkan diri dari jabatannya. Mereka pada umumnya malah melakukan perlawanan dengan masih memangku jabatannya,alasannya pun beragam…dari mulai karena atasannya tidak memerintahkan mundur,sebagai “prajurit” pantang menyerah,bertanggung jawab bukan kepada publik tetapi kepada negara,dan lain lain alasan yang tidak masuk akal sehat pun dikemukakan (mungkin mereka sudah tidak sehat akal…??) ; Kenapa hal tersebut lebih banyak dilakukan katimbang mundur seperti rencana Arsyad Sanusi-hakim MK..? Mungkinkah agar dugaan-2 yang dituduhkan bisa diselesaikan secara kekeluargaan & kekuasaan semasa masih ada jabatan yang disandangnya..?
Mengenai rencana pengunduran diri dari hakim MK-Arsyad Sanusi memang patut dibanggakan,ybs menyatakan malu kalau nantinya harus menghadapi persidangan & ybs dituding-tuding,keluarganya malu bila harus menghadapi cibiran-2 ; Rasanya ini pernyataan yang jujur & keluar dari hati nurani yang sebenarnya dari seorang manusia Arysad Sanusi.
Memang sejujurnya kalau seseorang menghadapi tudingan-2 berbuat korupsi/suap,hati nuraninya akan mengatakan sangat malu & jengah,tidak akan pernah enak rasanya untuk bertemu dengan kolega,saudara & tetangganya. Apalagi kalau mau ber-ibadah & bertemu dengan masyarakat yang mengetahui kasus yang melilitnya,sungguh secara nurani pasti akan sangat malu.
Namun entah kenapa pejabat di negeri ini walau ketahuan terbukti korupsi atau menerima suap bahkan menyuap pejabat tidak pernah mempunyai rasa malu? Yang sudah dihukum oleh pengadilan pun & dinyatakan sebagai koruptor,dikatakan bahwa ybs tidak korupsi (ingat pernyataan Marzuki Alie-Ketua DPR yang membela besan SBY bahwa Aulia Pohan bukan koruptor?) ; Korupsi yang seharusnya masuk tindakan kriminal & memalukan martabat serta moral yang bisa merusak hubungan dirinya dengan Tuhan-nya (kalau ybs ber-agama) dialihkan sebagai tindakan yang akan menggulingkan kekuasaan atau jabatan secara politis,aneh…!
Semoga kasus Hakim MK Arsyad Sanusi ini akan menjadi contoh yang baik & membuka hati nurani para pejabat Indonesia yang korup & pengusaha Indonesia yang suka menyuap para pejabat,bahwa saat ini sebenarnya disadari atau tidak,rakyat Indonesia sudah menudingkan telunjuknya kepada anda semua serta mencibir dengan kekayaan yang dimiliki anda yang diperoleh secara tidak halal,rakyat Indonesia sudah berseru kepada Allah untuk menurunkan kutuknya bila anda semua tidak bertobat; Kalaupun para koruptor & penyuap merasa bangga bisa keluar-masuk tempat ibadah dengan senyum lebar,Tuhan pun sebenarnya sedang merancang kutuk besar kepada keluarga anda (ingatlah keluarga Soeharto-koruptor terbesar di negeri ini,bagaimana dengan keluarganya…? Semua rumah tangga anak-2 & cucu-2nya berantakan..!).
Pertobatan sejati adalah menyerahkan semua harta benda yang di korup nya kepada rakyat negeri ini,bukan dengan perkataan & pengakuan yang tidak tulus.
Sekali lagi,keberanian Hakim MK-Arsyad Sanusi untuk mundur dari jabatannya karena merasa malu dengan tudingan-2 (walau belum tentu benar) adalah perbuatan yang patut diberikan apresiasi
Giliran Bekas Hakim MK Mukthie Fadjar Dituduh
Mukthie Fadjar yang sudah dua tahun pensiun mengakui pernah bersuratan dengan KPU.
ddd
Senin, 4 Juli 2011, 13:25 Arfi Bambani Amri, Nur Eka Sukmawati
VIVAnews - Soepriyadi Azhari, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Jawa Timur VI, kembali mendatangi Mahkamah Konstitusi. Kali ini, politikus Partai Hati Nurani Rakyat itu menagih janji salah satu hakim konstitusi Akil Mochtar untuk memberi solusi atas dugaan mafia Pemilu di lembaga yudisial ini.
"Sesuai dengan pernyataan Pak Akil Mochtar bahwa permasalahan kami ini harus ada solusinya. Kalau Pak Akil memberi rekomendasi kepada Panja DPR, maka kami meminta surat pengantar dari Pak Akil kepada DPR RI untuk dibuka Panja-nya. Kalau tanpa surat pengantar itu, kami nggak bisa apa-apa," kata Azhari yang mengklaim salah satu dari 16 korban mafia Pemilu.
Azhary menjelaskan, nama mereka ber-16 tidak tercantum dalam keputusan KPU No. 379/PKTS/KPU/TAHUN 2009 tertanggal 2 September 2009. "Padahal menurut perhitungan kami apabila mengacu pada 8 amar keputusan 8 MK Nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009 harusnya kami sejumlah 16 orang masuk di DPR RI periode 2009-2014," kata Azhari di Gedung MK, Senin, 4 Juli 2011.
Menurut Azhari, setelah diteliti ternyata terjadi mafia Pemilu yang merugikannya ini diduga dilakukan oknum Komisi Pemilihan Umum dengan Wakil Ketua MK pada 2009 itu, yaitu Mukthie Fadjar.
"Secara konspiratif telah terjadi mafia penempatan pemilu DPR RI pada putaran ketiga yang dilakukan oleh oknum-oknum KPU dan oknum MK yang disutradarai oleh salah satu oknum KPU tersebut sehingga mengakibatkan nama kami hilang," ujar Azhari di gedung MK, Jakarta, Senin 4 Juli 2011.
Azhari lalu membeberkan peran Mukhtie Fadjar dalam hilangnya 16 nama itu dari posisi mendapatkan kursi DPR itu. Pertama, tanggal 21 Agustus 2009, Mukhtie Fadjar selaku Wakil Ketua MK mengumumkan bahwa KPU harus melaksanakan 8 amar keputusan MK No.:74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009. "Sehingga pada saat dicek di KPU, nama kami bersama dengan 16 orang ada, dan ini dikuatkan oleh pernyataan yang dilakukan oleh Komisioner KPU, Putu Artha."
Kedua, tiba-tiba satu minggu kemudian, nama 16 orang itu hilang sehingga Azhari dan kawan-kawan lalu mencari sebab-musababnya. "Dan dapat kami temukan adanya konspirasi mafia yang dilakukan oleh oknum KPU dan Saudara Mukhtie Fadjar selaku Wakil Ketua MK yaitu dengan adanya surat menyurat yang hanya memakan waktu sehari guna memanipulir keputusan MK nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009 yaitu dengan cara tanggal 25 Agustus 2009, ketua KPU membuat surat kepada Mahkamah Konstitusi dengan memberikan dua alternatif keputusan untuk penempatan anggota DPR RI pada putaran ketiga. Dua alternatif keputusab tersebut sama sekali tidak mendasarkan pada keputusan MK Nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009," kata Azhari.
Ketiga, Mukhtie Fadjar hanya dengan sepotong surat mewakili ketua MK membalas surat tersebut dengan menunjuk alternatif pertama padahal alternatif pertama yang substansi serta tersebut sama dan sebangun dengan peraturan KPU No.15 tahun 2009 pasal 29 yang telah dibatalkan baik oleh keputusan MK No.15 tahun 2009 pasal 25 yang juga telah dibatalkan baik oleh keputusan MK nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009.
"Surat antara KPU yang ditandatangani oleh Ketua KPU dan Mukhtie Fadjar adalah bukan produk hukum karena tidak bisa menganulir keputusan MK. Sangat jelas adanya permainan dalam surat tersebut karena hanya berselang satu hari antara tanggal 25 Agustus 2010 dengan 26 Agustus 2010," kata Azhari.
Mukthie Fadjar yang sekarang sudah berhenti dari Mahkamah Konstitusi membantah tudingan Azhari yang menyebutnya bagian dari mafia Pemilu, berkonspirasi dengan oknum KPU. "Saya nggak tahu. Itu kan Ketua (Ketua MK Mahfud MD) yang menyampaikan. Saya nggak tahu, tanya aja ke Ketua," kata Mukthie Fadjar dengan nada tinggi saat dihubungi VIVAnews melalui telepon, Senin 4 Juli 2011.
Mukthie mengakui memang pernah menandatangani surat penegasan atas permintaan KPU. "Tapi nggak ada surat yang menunjuk siapa jadi orang, nggak pernah ada," katanya.
Untuk permasalahan tersebut, Mukthie menganjurkan agar menanyakan langsung ke Mahkamah Konstitusi. "Itu tanya saja ke MK, saya sudah pensiun 2 tahun," kata dia. (umi)
© VIVA.co.id
JUM AT, 17 DESEMBER 2010
PUTRI HAKIM MK DITUDUH MINTA RP 3,5 M
JAKARTA -- Dugaan pemerasan di Mahkamah Konstitusi sedikit demi sedikit terkuak Kemarin Ketua Tim Investigasi Dugaan Suap Hakim Mahkamah Konstitusi Refly Harun mengungkapkan dugaan adanya permintaan uang miliaran rupiah kepada Dirwan Mahmud calon bupati terpilih Bengkulu Selatan yang gagal dilantik Itu pengakuannya Dirwan Dia dimintai uang Rp miliar kata Refly saat dihubungi Kepada Tim Investigasi Dirwan menuturkan bahwa permintaan uang datang dari Zeimar adik ipar hakim konstitusi Arsyad Sanusi
KAMIS, 03 OKTOBER 2013 | 18:46 WIB
Penangkapan Akil Mochtar Dimuat di Seluruh Dunia
TEMPO.CO, Jakarta-Berita penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, di rumah dinasnya di jalan Widya Chandra III Nomor 7, meluas hingga ke benua seberang. Nama Akil disebut dalam pemberitaan di media internasional seperti Aljazeera, Financial Times, Fox News, BBC, ABC Online, hingga Straits Times.
Artikel di Aljazeera berjudul "Indonesian chief justice arrested for bribery" menceritakan penangkapan seorang pimpinan mahkamah konstitusi akibat kasus penyuapan. Berita itu menjelaskan secara singkat alasan penangkapan Akil. "Penyidik menemukan Rp 2-3 miliar di rumahnya," tulis Aljazeera, Kamis, 3 Oktober 2013.
Surat kabar terkemuka di Amerika Serikat, Financial Times, menulis berita penangkapan Akil dengan judul besar. Financial Times menyebut, kasus penangkapan tiga petinggi negara ini sudah ketiga kalinya terjadi di Indonesia dalam setahun.
Sebelum Akil, KPK menangkap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini akibat menerima suap sebesar US$ 700.000 dari perusahaan perdagangan minyak swasta pada Agustus. Sementara pada Januari lalu KPK menangkap mantan Presiden PKS lantaran dituding menerima suap untuk mengamankan kontrak impor daging.
Foxnews Amerika juga mengangkat isu bahwa penangkapan pejabat tinggi negara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sudah tiga kali dalam tahun ini. "Akil Mochtar adalah salahsatu figur level atas yang ditahan tahun ini dalam tudingan kasus korupsi," tulis Foxnews.
Selain itu, berita soal Akil juga ditulis oleh kantor berita asal Inggris BBC. BBC hanya mengulas alasan penangkapan secara umum. Kantor berita asal Australia, ABC Online mengutip pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang mengaku masih gamang saat menerima berita penangkapan Akil.
FEBRIANA FIRDAUS
Kamis, 03/10/2013 09:31 WIB
Ketua KPK Setuju Usul Jimly, Akil Mochtar Dituntut Mati
Indra Subagja - detikNews
Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad angkat bicara soal saran Jimly Ashiddiqqie agar jaksa menuntut mati Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Samad menyetujui usul Jimly itu. Akil pimpinan lembaga tinggi di bidang hukum dan hukuman mati memberi efek jera.
"Saya sependapat dengan Pak Jimly," kata Samad saat berbincang dengan detikcom, Kamis (3/10/2013).
Namun, Samad menegaskan, ada kriteria khusus dalam pidana korupsi untuk kasus yang bisa dituntut pidana mati. Salah satunya melakukan korupsi dana bencana.
"Ada kriteria khusus orang yang dituntut mati berdasarkan UU Antikorupsi kita," terangnya.
Lalu apakah dengan demikian KPK tak akan menuntut mati Akil? "Bukan begitu, KPK akan mendiskusikannya lebih jauh kemungkinannya," tutupnya.
Kamis, 03/10/2013 09:27 WIB
Kisah Kedekatan Golkar dan Akil Mochtar
Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Jakarta - Partai Golkar terpukul dengan penangkapan anggota Komisi II DPR Chairun Nisa (55). Lebih terpukul lagi ada 'kader' lain yang ikut ditangkap KPK. Dia adalah Akil Mochtar, sang Ketua MK.
"Ya tentunya kami seperti yang lainnya, terkejut juga mendengar ada penangkapan apalagi Pak Akil Mochtar," kata Waketum Golkar Agung Laksono kepada detikcom, Kamis (3/10/2013).
Golkar punya kedekatan dengan Akil. Akil menjadi anggota DPR dari partai beringin sejak tahun 1999 selama dua periode. Dia merupakan politisi Golkar yang vokal, populer dan luwes bergaul.
"Pak Akil juga dari Fraksi Golkar DPR. Ya kami prihatin, terjadi seperti itu (penangkapan), tidak menyangka," kata Agung.
Hal ini, menurut Agung, bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap MK. Agung berharap masalah ini segera dituntaskan.
"Karena itu kita serahkan kepada penegak hukum sepenuhnya untuk dituntaskan," tegasnya.
KPK menangkap basah Ketua MK Akil Mochtar karena diduga menerima suap terkait Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Akil ditangkap di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013) sekitar pukul 22.00 WIB.
KPK menyita uang dalam bentuk dolar Singapura yang ditaksir senilai Rp 2-3 miliar. Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Chairun Nisa, juga diamankan dari rumah Akil bersama seorang pengusaha. Sedangkan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan seorang swasta diciduk dari Hotel Redtop, Jakarta Pusat, pada waktu yang sama.