Rabu, 24 Juli 2013
golput itu HANTU
Ancaman Golput Hantui Pilpres 2014
Rabu, 24 Juli 2013 19:27 wibAisyah - Okezone Ilustrasi Okezone
JAKARTA - Aliansi Pemuda Indonesia (API) mengungkapkan kekhawatiran tingginya angka golput dalam pemilu 2014 mendatang. Pasalnya, golput semakin meningkat sejak melonjaknya angka golput pada tahun 1999.
"Pulau Jawa mendulang suara terbesar untuk angka golput. Kami mendapatkan 63,3 persen suara yang tidak memilih siapapun untuk maju dalam pilpres mendatang," papar Sekjen API, Dendi Susianto, dalam diskusi politik laporan hasil poling di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat (24/7/2013).
Dendi juga menemukan, ancaman suara golput terbesar akan disumbangkan responden dari tingkat SLTA.
"Dari pemilih golput berdasarkan pendidikan, SLTA meraih suara terbesar yakni 53,8 persen. Ini karena Kelompok itu kritis. Kalau ada parpol atau kader parpol yang bertindak negatif, mereka aware terhadap hal itu sehingga mereka lebih kritis," terangnya.
Sementara pemilih golput berdasarkan usia, lanjutnya, suara terbesar golput diraih kalangan usia 23-35 tahun. "Padahal, secara informasi mereka paling baik dan cukup banyak memiliki pengaruh aktif melakukan kampanye dan mengkritisi negara," jelasnya.
Dikatakan Dendi, survei ini menggunakan metode tellepoling dengan sample frame, yang digunakan daftar nomor telepon pelanggan telkom yang tersebar di 33 provinsi berjumlah 650 orang dengan komposisi 50% wanita dan 50% pria serta margin eror 3,8 persen.
Dalam kesempatan yang sama, mantan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Taliwang, mengungkapkan yang membuat orang golput adalah proses kecurangan dari data selama proses pemilu.
"Output demokrasi liberal memprihatinkan. Ini melahirkan pemimpin yang abal-abal dan membuat Indonesia terpuruk," terang Hatta.
Hatta juga sempat mengungkapkan kekecewaannya pada media karena berita yang ditayangkan turut menyumbang partisipasi untuk membentuk bangsa menjadi negara abal-abal.
"Media bisa buat monyet jadi pemimpin. Media tidak memberi tempat pada orang jujur. Media beri tempat pada orang tidak jujur, buat apa demokrasi kalau tidak jujur?," pungkasnya. (ydh)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar