Sabtu, 02 Juli 2016

hakim WAKIL TUHAN ...POL1S1 hamba TUHAN


[JAKARTA] SP: Banyaknya kasus suap yang terungkap di lingkungan peradilan harus direspons oleh Mahkamah Agung (MA) dengan meningkatkan pola pengawasan. Apalagi sejauh ini dalam waktu yang berdekatan sudah belasan aparat peradilan yang terdiri dari hakim dan nonhakim ditangkap KPK.
"Membersihkan korupsi harus berada di peradilan yang benar-benar bersih. Hanya sapu bersih yang dapat membersihkan. Sapu kotor justru membuat kondisi makin terpuruk. Karena itu ke depan diharapkan benar pimpinan MA dapat memimpin upaya bersih-bersih dan pembenahan internal," kata Jubir Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi, di Jakarta, Jumat (1/7).
Farid men‎gatakan, MA harus mampu menjawab keraguan publik terhadap peradilan berkaca pada banyaknya kasus suap. Pimpinan MA tidak cukup hanya menyatakan prihatin terhadap kasus-kasus yang terkuak belakangan ini. Apalagi pelakunya adalah aparat nonhakim yang sepenuhnya berada dalam pengawasan MA.
"Pimpinan MA tidak cukup hanya sekadar menyatakan prihatin atas rentetan penangkapan itu. Memang praktik perdagangan hukum adalah sebuah pilihan bagi oknum hakim dan pejabat pengadilan," ujarnya.
Menurut Farid, MA harus bisa menjamin bersihnya sistem peradilan untuk menjawab stigma keadilan hanya untuk orang yang memiliki uang. Padahal, peradilan sepatutnya tempat pencari keadilan.

"‎Jika para pencari keadilan sudah tidak percaya, tentu masyarakat perlu berpikir ulang, apakah lembaga peradilan betul berfungsi sebagai rumah keadilan. Kasus-kasus penangkapan atau perbuatan merendahkan martabat peradilan lainnya terus menggerus kepercayaan publik," jelasnya. [E-11]

TEMPO.COSurabaya - Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengaku mengenal baik tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti. Hatta tak memungkiri bahwa La Nyalla masih punya hubungan kekerabatan dengannya.

"Memang saya punya hubungan kekeluargaan dengan dia. Dia adalah keponakan saya secara langsung," ujar Hatta setelah menghadiri acara di kampus C Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat, 27 Mei 2016.

Meski begitu, Hatta meminta hubungan kekerabatan itu tidak dikait-kaitkan dengan kasus hukum yang tengah membelit La Nyalla, termasuk dalam kemenangan dua kali sidang praperadilan yang diajukan pria yang juga menjabat Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia itu.

Hatta menegaskan, sebagai Ketua Mahkamah Agung, dia berusaha menempatkan diri sesuai dengan posisinya. "Saya sama sekali tidak punya pemikiran sedikit pun untuk mencampuri hal-hal yang bersifat hukum," tutur Hatta.

Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga itu mengaku tidak ingin menutup-nutupi bahwa dia masih punya hubungan kekerabatan dengan La Nyalla. "Siapa pun manusia, kalau namanya keluarga, tetap tidak bisa dipungkiri. Tapi silakan diamati. Yang penting tidak ada intervensi."

Hatta meminta masyarakat menyerahkan proses hukum dan praperadilan La Nyalla sesuai dengan kewenangan penegak hukum. Ia sendiri enggan berkomentar mengenai kemenangan La Nyalla dalam praperadilan untuk kali kedua. "Itu sepenuhnya kewenangan hakim."

La Nyalla kembali mengalahkan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam sidang praperadilan pada Senin, 23 Mei 2016, di Pengadilan Negeri Surabaya dengan dipimpin hakim tunggal Mangapul Girsang. Ia menyatakan penyidikan dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur pada 2011-2014 yang diselenggarakan tidak sah.

Sampai saat ini, keberadaan La Nyalla masih misterius. Menurut informasi yang beredar, ia berada di Singapura. Jaksa Agung sempat menuduhnya telah dibantu seseorang sehingga berhasil bertahan di negara tersebut meski paspornya sudah tidak berlaku dan masa tinggalnya telah habis.

ARTIKA RACHMI FARMITA



Jakarta kontan. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo menyarankan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertemu dengan Presiden Joko Widodo guna membahas permasalahan di tubuh aparatur penegak hukum. Hal ini terkait dengan maraknya kasus korupsi di lingkup kehakiman.
"Kalau kita memikirkan, ini masalah negara, masalah kita bersama. Mari kemudian teman-teman DPR ketemu dengan Presiden untuk melakukan reformasi secara mendasar di Mahkamah Agung," kata Agus dalam acara rapat koordinasi Nasional Badan Kepegawaian Negara, Jakarta, Kamis (26/4/2016).
Agus menilai enam hakim yang tertangkap oleh KPK sudah terlalu banyak. Ia khawatir jika ini adalah fenomena gunung es.
Agus pun mempertanyakan motif hakim yang menerima suap. Kata dia, seharusnya para hakim sudah merasa cukup dengan pendapatan yang diterima.
"Itu berarti kan mengenai rekruitmen mungkin. Mengenai rotasi dan mutasi. Mengenai penanganan perkakara yang harus lebih transparan. Karena itu penting. Jadi bagaimana kasus itu setelah diputuskan segera diketahui oleh yang berperkara," ucap Agus. Agus mengatakan, KPK akan meminta banyak pihak untuk duduk bersama membahas permasalah di MA.
Senin kemarin (23/5/2016), KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka setelah menggelar operasi tangkap tangan di Bengkulu. Dari lima orang tersangka, dua di antaranya adalah hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Bengkulu bernama Janner Purba dan Toton.
Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp 650 juta dari dua orang terdakwa yang perkaranya sedang ditangani. Uang tersebut diduga untuk membebaskan kedua terdakwa tersebut.
Penangkapan ini sekaligus menambah daftar hakim ad hoc pada Pengadilan Tipikor yang justru terjerat kasus korupsi. Hingga kini, enam hakim tipikor telah ditangkap tangan oleh KPK.

(Lutfy Mairizal Putra)

Jakarta detik - Bripka Seladi, anggota Polantas Polres Malang Kota memilih bekerja sebagai pemulung sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ia menegaskan tidak pernah menerima suap sepeser pun selama 16 tahun bekerja sebagai anggota Polri.

"Saya belum pernah 16 tahun menerima suap, baik makanan, uang atau apa pun. Saya lebih memilih jadi pemulung karena mudah kerjanya," ujar Bripka Seladi yang diboyong ke Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/5/2016).

Bripka Seladi hari ini diterima oleh Ketua DPR RI Ade Komarudin dan beberapa anggota DPR lainnya untuk mendapatkan piagam penghargaan. Dalam ceritanya, Bripka Seladi menyayangkan perilaku masyarakat yang kurang menghargai nilai kejujuran. Lebih khusus, ia menyoroti praktik suap dalam pembuatan SIM yang marak terjadi di Indonesia.

"Bikin SIM di kota itu mudah, yang bilang susah itu hanya makelar, calo. Sebelum tes saya harus telaten memberikan contoh, biar mereka lolos tanpa embel-embel," tutur dia.



Diceritakan Seladi, di saat ia sudah berusaha jujur masih ada saja diantara masyarakat yang berusaha memberikan uang kepadanya setelah membantu membuat SIM. Padahal baginya, membantu masyarakat adalah pekerjaan yang dijalankannya secara ikhlas.

"Setelah saya loloskan saya salaman, di sini ada uang. Setelah saya salaman ada uangnya, saya lepaskan. Semua orang tahu karena yang bikin SIM banyak. Jadi saya inginkan seperti itu kalau membantu, seperti yang diajarkan pimpinan, ikhlas tanpa pamrih," kata Bripka Seladi.

Berkat kejujuran dan kesederhanaan yang diterapkan dalam kehidupannya, Bripka Seladi saat ini mendapatkan apresiasi tinggi dari berbagai kelompok masyarakat. Termasuk, salah satunya apa yang diberikan ketua DPR Ade Komarudin hari ini yang memberikannya sertifikat penghargaan.


Selain Akom, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo juga memberikan bantuannya kepada Bripka Seladi. Bamsoet menyerahkan gajinya sebagai anggota dewan dari bulan Juni sampai Desember kepada Bripka Seladi.

Namun bagi Bripka Seladi penghargaan yang terpenting adalah dari masyarakat. Ia ingin masyarakat lebih menghargai pekerjaannya sebagai anggota polisi dengan tidak memberikan suap kepada petugas dalam bentuk apa pun.

"Yang penting masyarakat harus jujur. Jujur dalam apa pun, dan menghargai pekerjaan kami dengan tidak memberikan suap," jelasnya. 
(aws/aws)

Pasca 8 Poin Kode Etik Dihapus MA, Hakim Bisa Sewenang-wenang Andi Saputra - detikNews Kamis, 16/02/2012 05:47 WIB Jakarta - Pasca Mahkamah Agung (MA) menghapus 8 poin kode etik hakim dikhawatirkan hakim akan sewenang-wenang dalam menyidangkan suatu perkara. Terutama karena dihapusnya etika profesionalitas dan larangan hakim mengabaikan apa yang terjadi di pengadilan. "Hakim akan sewenang-wenang dalam menyidangkan suatu perkara," kata Ketua YLBHI, Alvon Kurnia saat berbincang dengan detikcom, Kamis (15/2/2012). Sebab 8 poin tersebut yang mengharuskan hakim bertindak profesional dalam menyidang serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. "Kalau kode etik ini di hapus, dengan parameter apa lagi hakim menjaga etikanya?," tambahnya. Tidak hanya substansi, penghapusan MA juga menjadi masalah. Sebagai sebuah kesepakatan bersama antara Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial (KY) maka ketika dirasa tidak sesuai maka dihapusnya lewat perundingan kedua belah pihak. Tidak bisa MA membatalkan tanpa persetujuan KY. "SKB itu sebuah kebijakan yang dibuat 2 lembaga. Oleh karenanya tidak boleh dihapuskan oleh MA sendiri," ungkap Alvon Kurnia. Ditambah argumen bahwa SKB adlah kebijakan (beshicking) bukan peraturan (regeling). Sehingga MA tidak berwenang menguji apakan kode etik ini sah atau tidak. "MA hanya menguji peraturan yang di bawah UU. Nah, SKB ini kan kebijakan. Jadi bukan ranah MA untuk menguji. Kalau seperti ini, ke depan akan menjadi preseden buruk, bisa saja SKB antar menteri di uji ke MA," ungkap Alvon cemas. Berikut kode etik yang dihapus MA berdasarkan Putusan MA tertanggal 8 Februari 2012 yang dibuat oleh Paulus Effendi Lotulung Ahmad Sukardja, Rehngena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi: 8.1 Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. 8.2. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan. 8.3. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8.4 Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan. 10.1 Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik. 10.2. Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan. 10.3. Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya diatas kegiatan yang lain secara profesional. 10.4. Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya. (asp/van)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar