Kamis, 08 September 2011
GOD ONLY KNOWs
Hanya Tuhan yang Bisa Menilai Keimanan Seseorang
Ilham Khoiri | Robert Adhi Ksp | Jumat, 9 September 2011 | 07:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat menolak campur tangan negara dan institusi lain di luar agama dalam soal keyakinan karena itu merupakan urusan privat. Hanya Tuhan yang dianggap sebagai satu-satunya yang berwewenang meminta pertanggungjawaban dari keimanan seseorang.
Demikian salah satu kesimpulan survei opini publik ”Keberagaman Publik dan Sikapnya terhadap Ahmadiyah” oleh Setara Institute yang disampaikan di Jakarta, Kamis (8/9).
Acara itu dihadiri Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, Wakil Ketua Setara Bonar Tigor Naipospos, dan peneliti Ismail Hasani. Survei melibatkan 3.000 responden dengan teknik random/acak. Penelitian tersebar di 47 kabupaten/ kota di 10 provinsi pada 10-15 Juli 2010.
Hasil survei itu menunjukkan, masyarakat menempatkan keimanan seseorang dalam beragama sepenuhnya bersifat privat. Dengan begitu, tidak seorang atau kelompok mana pun yang dapat meminta pertanggungjawaban keimanan seseorang. Sikap ini didukung oleh mayoritas (72,6 persen) responden. Mereka menolak upaya sekelompok orang yang meminta pertanggungjawaban atas keimanan seseorang.
Hanya sebagian kecil (12,8 persen) yang mendukung upaya itu. Mayoritas (89,8 persen) responden juga berpandangan bahwa hanya Tuhan sebagai satu-satunya pihak yang memiliki hak mutlak dan eksklusif untuk meminta pertanggungjawaban atas keimanan seseorang.
Hanya sedikit (4,2 persen) responden yang memperbolehkan pihak selain Tuhan yang meminta pertanggungjawaban keimanan itu. Selain itu, sebagian besar (39 persen) responden beranggapan, semua agama menjamin keselamatan bagi pemeluknya.
Sekitar 29 persen responden berpendirian, hanya agama yang dianut yang dapat memberikan jaminan keselamatan.
Menurut Bonar Tigor Naipospos, hasil survei bagian ini menggambarkan bahwa secara umum masyarakat masih mendukung kebebasan beragama dan antikekerasan dalam penyebaran agama. Masyarakat juga menolak campur tangan negara dan institusi di luar agama dalam soal keyakinan.
”Jadi, sebenarnya masih ada toleransi antarumat beragama di tingkat masyarakat bawah di Indonesia. Ini merupakan modal sosial yang baik untuk terus dikembangkan ke depan,” katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar