Senin, 30 November 2009

semoga damai itu MELUAS terus donk

semoga damai itu MELUAS terus donk ...

Selasa, 01/12/2009 04:30 WIB
Langkah Kejaksaan Hentikan Kasus Bibit-Chandra Sudah Tepat
Reza Yunanto - detikNews

Jakarta - Kejaksaan akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam kasus pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Langkah ini dinilai sudah tepat.

"Saya menilai langkah Kejagung adalah tindakan hukum yang sudah tepat," kata anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Jamil kepada detikcom, Senin (30/11/2009).

Nasir meyakini langkah Kejaksaan menghentikan kasus Bibit dan Chandra ini selain memperhatikan faktor yuridis yakni tidak adanya bukti yang cukup untuk meneruskan kasus ini, juga memperhatikan faktor sosiologis dimana tuntutan masyarakat untuk menhentikan kasus ini sangat kuat.

"Secara impilisit Kejagung sebenarnya memberikan isyarat bahwa sulit untuk membuktikan Bibit-Chandra menerima aliran dana dari Anggoro," imbuhnya.

Namun, politisi PKS ini menyayangkan pengumuman SKPP kasus Bibit-Chandra tidak dilakukan langsung oleh Jaksa Agung, namun harus Jampidsus Marwan Effendy.

"Nggak salah sih, cuma publik kan bertanya-tanya, kok, bukan Jaksa Agung yang menyampaikan langsung? Jangan-jangan Jaksa Agung nggak setuju dengan SKPP tersebut?" kritik Nasir.

Dalam konferensi pers Senin (30/11) malam, Jampidsus Marwan Effendy menyampaikan kepastian penghentian kasus Bibit-Chandra. "Perkara tersebut dihentikan demi hukum karena tidak layak untuk diajukan ke pengadilan oleh jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," terang Marwan saat itu.

(Rez/irw)


Minggu, 29/11/2009 06:55 WIB
Surat tentang Go to Hell, Pak Presiden
AS Laksana - detikNews

AS Laksana Jakarta - Pak Presiden:
Saya merasa sangat mendesak untuk menulis surat ini kepada anda. Iklan “Go to Hell Pemfitnah SBY” yang dimuat di harian Pos Kota, Sabtu, 28 November, atau sehari setelah kita merayakan hari raya Kurban, telah membuat saya takjub dan sedih sekali.

Iklan itu jelas memosisikan diri sebagai pendukung Anda. Ia memajang foto anda, menyatakan “SBY Harapan Baru”, dan menyerukan doa yang mengancam: “Semoga sumber fitnah di bumi ini go to hell, amin.”

Saya bisa menduga bahwa Anda pasti akan mengatakan tak tahu-menahu tentang iklan ini dan saya tidak ingin membuat spekulasi apa pun tentangnya. Hanya saja saya harus mengingatkan Anda bahwa iklan ini telah melibat-libatkan Anda dalam sebuah komunikasi politik yang buruk dan menyiratkan ancaman.

Saya berharap, siapa pun pemasangnya, mereka sudi mempertimbangkan risiko terburuk yang bisa berkembang dalam masyarakat kita berkat pemasangan iklan macam begituan.

Di samping itu, Pak Presiden, kepada Anda saya menyarankan agar lain kali lebih berhati-hati membuat pernyataan. Anda kepala negara yang bertanggung jawab atas keberesan pemerintahan dan keutuhan negeri ini. Iklan semacam itu berpotensi memecah belah masyarakat. Itu yang bagi saya mengerikan.

Berkenaan dengan hal ini, ada yang ingin saya tanyakan kepada Anda: Apakah iklan tersebut kira-kira merupakan respons atas pernyataan Anda beberapa waktu lalu tentang fitnah kepada Anda dan keluarga Anda?

Saya pribadi merasa bahwa pernyataan Anda tentang fitnah kepada Anda sekeluarga itu tidaklah tepat dan terasa berlebihan. Padahal masalahnya adalah rakyat ingin secepatnya melihat Anda bicara dan bersikap.

Dan sikap diam Anda, yang dianggap kelamaan, telah memunculkan berbagai dugaan di tengah ketidaksabaran masyarakat kepada Anda. Saya kira itu hal yang wajar; tidak ada fitnah di sini. Setidaknya, upaya publik untuk mencari tahu segala yang gelap di balik proses hukum yang kocar-kacir adalah hal yang terlalu jauh untuk dibilang fitnah.

Jika setiap bentuk ketidakpuasan terhadap performa pemerintah dianggap sebagai fitnah dan diserukan “go to hell” oleh pendukung Anda, saya yakin tugas Anda akan semakin berat untuk memimpin negeri ini menjadi dewasa dan lebih bisa menghargai perbedaan suara.

Pertanyaan saya selanjutnya, apakah tulisan di dinding facebook yang menyatakan bahwa Anda terlalu banyak curhat akan dimasukkan ke dalam golongan pemfitnah? Beberapa waktu lalu ada teman saya yang menuliskan hal itu di dinding facebook-nya.

Pak Presiden, anda mendapatkan mandat langsung dari rakyat untuk memimpin lagi negeri ini dalam lima tahun ke depan. Jika kepemimpinan Anda baik di mata mereka, Anda akan didukung.

Jika Anda menunjukkan performa yang mengecewakan, Anda akan dikritik, dan bukan difitnah. Jika Anda berpihak kepada orang-orang melarat, rakyat akan berdiri di belakang Anda dan melindungi pemerintahan Anda. Senormal itulah semuanya berjalan.

Tentang pendapat bahwa anda suka “curhat”, saya kira itu pendapat yang melihat Anda terlalu sensitif dan cenderung membawa setiap urusan ke wilayah personal. Saya paham bahwa masyarakat kita cenderung bersimpati pada politisi yang menyandang citra teraniaya.

Dulu Ibu Mega mendapatkan dukungan besar karena citra diri yang teraniaya semasa pemerintahan Pak Harto. Dan Anda sendiri mendapatkan keuntungan besar karena citra diri teraniaya pada masa akhir pemerintahan Ibu Mega.

Jika sekarang anda menggunakan teknik curhat untuk menarik simpati di tengah sorotan miring terhadap anda belakangan ini, itu hak Anda dan saya hanya bisa menyarankan bahwa sebaiknya itu dihentikan. Anda akan terkesan cengeng karena itu dan curhat tentang fitnah kali ini telah melahirkan luapan emosi pendukung Anda yang membikin kita miris.

Terus terang saya sedih, Pak Presiden, atas munculnya dukungan yang seperti itu kepada Anda. Karena itu lain kali Anda harus berhati-hati membuat pernyataan agar tidak memunculkan bentuk-bentuk simpati yang berpotensi memecah belah rakyat.

Atau lebih baik Anda bersungguh-sungguh saja, seperti janji Anda, untuk memberantas koruptor dan mafia hukum. Jika ada hal-hal yang membuat Anda ragu dalam mewujudkan janji ini, ada baiknya Anda ingat bahwa Jean-Jacques Rousseau, dalam bukunya Du Contract Social, menyatakan: “La loi c’est l’expression de la Volonte Generale”—bahwa hukum adalah perwujudan kehendak bersama. Jadi, tegaknya hukum adalah tegaknya kehendak bersama. Saya akhiri surat ini, Pak Presiden.

Salam hangat dari saya,
AS Laksana *) AS Laksana, penulis dan cerpenis tinggal di Jakarta (nwk/asy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar